Munculnya aplikasi media sosial di akhir dekade 90-an membawa perubahan yang cukup revolusioner dalam dunia komunikasi. Tidak saja karena pemakaiannya yang berbasis internet, namun juga karena penggunanya dapat berkomunikasi lintas arah dengan para pengguna lainnya. Media sosial bahkan sudah menjelma menjadi sarana komunikasi primer bagi hampir seluruh penduduk dunia.
Selain memiliki ‘fitrah’ sebagai sebuah media komunikasi, media sosial juga berevolusi menjadi sebuah perangkat yang memungkinkan para penggunanya untuk berbagi informasi dalam berbagai kepada khalayak umum. Mulai dari berita, foto, video, game, buku, hingga aktivitas jual beli barang.
Keunikan inilah yang kemudian dijadikan peluang oleh dunia industri global untuk menyediakan jasa serta produk kepada masyarakat dunia yang hampir seluruhnya telah terintegrasi dalam jaringan media sosial. Tidak terkecuali dalam dunia industri kesehatan. Ribuan situs dalam bentuk media sosial dan online, forum, maupun blog mengenai kesehatan telah didirikan oleh banyak korporasi kesehatan, asosiasi dokter, organisasi kesehatan, hingga pemerintah.
Perlahan tren media sosial ini mengubah wajah industri kesehatan secara global. Sebagai contoh, keberadaan jejaring media sosial di Amerika Serikat diklaim telah mengubah stereotip layanan kesehatan di dalam industri kesehatan Amerika. Terdapat 10 fakta menarik yang dapat kita lihat terkait dengan klaim ini:
- Sebanyak 90% responden dengan rentang usia 18-24 tahun percaya dengan informasi kesehatan yang muncul dalam jejaring media sosial mereka.
- Responden di rentang usia 18-24 tahun tercatat dua kali lebih sering menggunakan media sosial untuk diskusi kesehatan dibandingkan dengan responden di rentang usia 45-54 tahun.
- Sebanyak 60% dokter mengatakan bahwa media sosial meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien.
- Angka pengguna media sosial yang cenderung lebih percaya update/aktivitas yang diunggah oleh dokter mencapai angka 60%.
- Menurut 41% responden, media sosial memengaruhi pemilihan mereka terhadap dokter, rumah sakit, atau fasilitas kesehatan tertentu.
- Sebanyak 40% responden menyatakan bahwa informasi yang ditemukan di media sosial memengaruhi seseorang dalam menghadapi suatu penyakit kronik, pola diet bagi kesehatan serta porsi olahraga.
- Sebanyak 40% responden mengatakan bahwa informasi yang ditemukan di media sosial memengaruhi cara mereka dalam menghadapi masalah kesehatan.
- Jumlah pasien yang berkomentar atau memperbarui status media sosial-nya berdasarkan pengalaman terkait kondisi kesehatannya adalah sebanyak 27%.
- Menurut 19% pengguna smartphone, mereka memiliki setidaknya satu aplikasi kesehatan di dalam ponselnya.
- Sebanyak 22% esponden yang sudah menjadi orangtua menggunakan Facebook utnuk mencari info kesehatan secara dan 20% lainnya menggunakan YouTube. Sementara untuk responden yang belum berkeluarga, 14% menggunakan Facebook dan 12% menggunakan YouTube untuk mendapatkan info terkait kesehatan.
Bagaimana dengan Indonesia? Hingga artikel ini diturunkan, belum ada catatan dari suatu penelitian yang komprehensif mengenai pengaruh media sosial ini dalam dunia kesehatan. Namun, jika kita merunut pada data yang dihasilkan oleh survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di tahun 2014 lalu, potensi bagi dunia kesehatan untuk mempengaruhi pengguna media sosial di Indonesia sangatlah besar. Menurut survei ini, jumlah pengguna internet di Indonesia adalah 88,1 juta orang (34,9% dari total populasi). Lebih dari 80%-nya mengakses internet setidaknya satu kali sehari dengan lama mengakses internet rata-rata 1 jam per hari. Survei ini juga menemukan bahwa internet terutama dipakai untuk social networking (87,4%), mencari info/browsing (68,7%), berkirim pesan/instant messaging (59,9%), dan mencari berita terkini (59,7%).
Berdasarkan fakta diatas, dapat disimpulkan bahwa jejaring media sosial di Indonesia memiliki potensi yang sangat masif sebagai sebuah alat promosi dunia kesehatan, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Ke depannya, bukan tidak mungkin wajah dunia kesehatan di Indonesia akan mengalami gejala serupa seperti yang telah dialami oleh dunia kesehatan di Amerika Serikat. Ini dapat menjadi sebuah pertanda baik bagi perkembangan dunia kesehatan di Indonesia. Semoga!