Bangga rasanya jika anak bisa loncat kelas atau mengikuti kelas akselerasi. Loncat kelas atau kelas khusus tersebut memang pada umumnya hanya bisa dilakoni oleh anak “genius” atau “berprestasi”.
Anak yang memiliki kemampuan di atas rata-rata tersebut dipandang akan cepat jenuh dan kurang bersemangat mengikuti pelajaran di kelas yang “biasa-biasa saja”, karena pelajaran yang kurang menantang dan dianggap terlalu mudah.
Lantas, apakah loncat kelas selalu menjadi solusi yang tepat?
Di dunia pendidikan, hingga kini masih terdapat pro kontra seputar perlu atau tidaknya anak menjalani loncat kelas. Ada dampak positif, namun ada pula akibat negatifnya.
Dampak Positif
Para pakar yang mendukung loncat kelas memandang bahwa anak yang memiliki talenta lebih akan merasa bosan, kurang tertantang, dan akan mengalami penurunan semangat juang apabila dibiarkan berada di kelas reguler. Jika dibiarkan begitu saja, para pakar khawatir mereka akan terkungkung di zona nyaman, dan kurang dapat memaksimalkan potensi mereka yang sebenarnya.
Dengan mengikuti kelas percepatan, anak berbakat dapat menyelesaikan pendidikan dengan lebih cepat, cepat bekerja, dan diharapkan cepat meraih kesuksesan.
Dampak Negatif
Di balik dampak positifnya, kelas akselerasi juga memiliki sisi negatif. Anak yang cerdas dan berbakat mungkin memang sangat siap menjalani kelas percepatan dengan kecemerlangan otaknya. Namun demikian, sisi lain dari dirinya belum tentu demikian.
Hal utama yang menjadi perhatian dari pakar pendidikan yang kurang mendukung kelas akselerasi adalah karena mereka khawatir, perkembangan sosial emosional anak berbakat belum cukup matang untuk dapat mengikuti pergaulan sosial antar teman, guru, dan suasana di lingkungan kerja kelak.
Karena lebih muda, anak yang loncat kelas rentan mengalami kecanggungan sosial, lebih sulit menjalin pertemanan, rentan di-bully oleh teman, serta mengalami gangguan penyesuaian terhadap lingkungan baru. Semuanya terjadi karena ia berbeda dengan teman-temannya.
Bagaimana Harus Bersikap?
Uraian di atas memang dapat membuat orangtua yang memiliki anak berbakat mengalami dilema. Namun, Anda adalah orangtuanya. Andalah yang paling mengenal anak Anda. Bagaimana karakter, sifat, kepribadian, kemandirian, dan kesiapannya secara sosial dan emosional.
Apabila Anda menilai anak mampu tidak hanya secara kognitif, maka tidak ada salahnya Anda memasukkan anak ke kelas akselerasi atau loncat kelas. Namun apabila tidak, janganlah dipaksakan.
Pada umumnya, anak perempuan akan lebih cepat matang secara mental dan emosional daripada anak laki-laki, sehingga pada umumnya tidak mengalami banyak kesulitan. Namun demikian, bukan berarti anak laki-laki tidak boleh masuk kelas akselerasi. Hal ini kembali kepada karakter masing-masing anak.