Orang tua yang memiliki anak, khususnya balita, tentunya tak asing dengan tantrum. Tantrum adalah kondisi ketika anak marah atau mengamuk karena merasa lelah, lapar, atau tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Meskipun kerap bikin frustrasi orang tua, kondisi tantrum ini bisa menjadi media untuk mengajarkan anak melatih emosi. Karena itu, sebagai orang tua, hendaknya mengenali beberapa fase tantrum pada anak dan cara untuk mengatasinya.
Tantrum umumnya terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Pada usia tersebut, biasanya kemampuan komunikasi anak sudah mulai berkembang, tetapi anak belum sepenuhnya dapat menyampaikan apa yang diinginkan.
Namun, orang tua tidak perlu khawatir karena fase tantrum adalah bagian dari tahapan perkembangan anak. Seiring berjalannya waktu, kemampuan anak untuk mengelola emosi akan berkembang.
Nah, berikut adalah fase tantrum pada anak yang perlu dipahami oleh orang tua:
1. Penyangkalan
Fase tantrum pada anak umumnya diawali dengan suatu penyangkalan.
Pada tahap ini, anak mengabaikan petunjuk dari orang tua, atau terpaku dengan tatapan terkejut dan tidak percaya bahwa permintaannya tidak dikabulkan.
Pada fase penyangkalan, anak tidak akan mendengarkan perintah dan nasihat orang tua.
Artikel Lainnya: Tanda-tanda Anda sedang Membesarkan Anak Pemarah
2. Kemarahan
Setelah tahap penyangkalan, biasanya anak akan mengalami tahap kemarahan. Pada tahap inilah yang sering dikenal dengan tantrum itu sendiri, yaitu mengamuk.
Hal ini dapat ditandai dengan melempar barang-barang ke sekeliling ruangan, berteriak, dan memukul atau menendang. Bahkan, terkadang anak tantrum dapat menangis dan berguling-guling di lantai untuk menunjukkan rasa emosinya.
Pada fase ini, orang tua disarankan untuk tetap tenang dan menjaga agar tidak terbawa emosi. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa anak tidak melukai dirinya sendiri maupun orang lain.
3. Tawar-menawar
Pada sebagian kejadian tantrum, setelah menunjukkan amarahnya, anak akan masuk ke tahap tawar-menawar. Pada fase ini, utamanya lebih sering terjadi pada anak yang sudah dapat berbicara fasih.
Umumnya, anak menawarkan untuk melakukan suatu hal yang baik bila mereka mendapatkan hal yang mereka inginkan.
Bila orang tua tidak menyetujui, mereka akan mencoba penawaran lainnya, hingga akhirnya menyadari bahwa tawar-menawar tersebut tidak dapat berhasil.
Artikel Lainnya: Bunda, Ini Bahayanya Jika Sering Melarang Anak Menangis!
4. Kesedihan
Kesedihan merupakan fase tantrum pada anak yang ditandai dengan tangisan.
Pada tahap ini, anak akan terlihat sedih karena keinginannya tidak dikabulkan oleh orang tuanya dan fase tawar-menawar sebelumnya tidak berjalan dengan baik.
Berikan waktu kepada anak untuk mencerna emosi sedihnya, dengan tetap memberikan rasa nyaman seperti memeluknya.
5. Penerimaan
Fase terakhir adalah penerimaan. Pada tahap ini, anak tantrum akan akan menjadi lebih tenang dibandingkan sebelumnya.
Orang tua dapat memanfaatkan fase ini untuk menjelaskan kepada anak dengan perlahan mengapa keinginannya tidak dikabulkan.
Setelah mengetahui berbagai fase tantrum pada anak, lantas bagaimana cara tepat dan bijak menghadapinya?
Pertama, orang tua perlu mencari tahu terlebih dahulu apa yang menjadi penyebab anak tantrum.
Jika mereka lelah atau lapar, orang tua bisa ajak anak istirahat atau berikan snack. Jika penyebabnya adalah untuk mencari perhatian, orang tua bisa mengabaikannya.
Artikel Lainnya: Orang Tua Wajib Tahu, Ini Penyebab Anak Menjadi Nakal
Selain itu, orang tua perlu memberikan anak pengertian. Saat anak sedang tantrum, salah satu hal yang penting untuk diberitahukan kepadanya adalah bahwa walaupun orang tua tidak memenuhi keinginannya, bukan berarti orang tua tidak sayang.
Setelah anak sudah mulai tenang, peluklah dan ajak ia mendiskusikan apa yang telah terjadi.
Tantrum adalah fase normal dalam masa perkembangan anak. Meskipun kadang menyulitkan, apalagi kalau terjadi di tempat umum, bukan berarti tidak bisa diatasi.
Dengan mengenali fase tantrum pada anak, orang tua bisa tahu kapan harus bertindak dan melatih kemampuan si Kecil mengendalikan emosinya.
Jika masih punya pertanyaan mengenai topik ini, jangan ragu konsultasi dengan dokter di Tanya Dokter. Mari #JagaSehatmu dan keluarga selalu, ya!
[RS]