Dahulu kala, kacamata dianggap sebagai “benda” andalan orang tua. Sebab, tanpa kacamata, para lansia sulit melihat, khususnya saat membaca. Tapi kini, justru makin banyak anak pakai kacamata sehingga benda tersebut tak lagi identik dengan orang tua. Penyebab terjadinya kondisi ini diduga akibat anak sering main gawai. Tapi, benarkah?
Dilansir dari Healthline, ada sebuah studi baru dari perusahaan perawatan mata yang berbasis di Inggris, Scrivens Opticians yang melaporkan bahwa persentase anak-anak berusia 13–16 tahun yang membutuhkan kacamata meningkat hampir dua kali lipat dalam waktu kurang dari satu dekade. Semua stimulasi mata, misalnya terlalu lama menatap layar gawai atau membaca dengan posisi yang tidak semestinya tampaknya telah menyebabkan ketegangan mata, penglihatan kabur, dan rabun dekat.
Dalam studi tersebut, para peneliti mengatakan bahwa di tahun 2018 silam sebanyak 35 persen dari anak berusia 13–16 tahun membutuhkan kacamata setelah menerima diagnosis rabun jauh (myopia). Di UK sendiri, anak-anak menghabiskan 26 jam seminggu di depan layar elektronik, termasuk televisi.
"Karena kondisi rabun jauh atau dekat dapat terjadi secara bertahap dari waktu ke waktu, baik anak maupun orang tua tidak dapat melihat tanda-tanda dengan jelas. Itulah sebabnya pemeriksaan mata yang teratur sangat penting,” Sheena Mangat dari Scrivens menyarankan.
Berkaca pada masa lalu
Kembali ke abad 20, khususnya pada tahun 1960/70-an, orang tua memperingatkan anak karena duduk terlalu dekat dengan layar televisi. Tetapi sekarang, orang tua sibuk memperingatkan anak mereka untuk tidak melihat terlalu dekat dan terlalu lama pada layar gawai.
Kabar buruknya lagi, ahli optometri dan anggota Dewan Penasihat Kesehatan Eyesafe, Paul Karpecki mengatakan bahwa dokter melihat lebih banyak kasus glaukoma dan degenerasi myopia retina dalam beberapa tahun terakhir, yang kemungkinan dikaitkan dengan peningkatan waktu menatap layar gawai. Kondisi ini dulunya terjadi pada orang berusia 60-an, 70-an dan 80-an. Sekarang, orang-orang yang memiliki masalah tersebut dimulai sejak usia 30-an!
Cahaya biru gawai merusak mata
Seiring bertambahnya usia, lensa di mata Anda menjadi sebuah filter. Akan tetapi, kondisi tersebut tidak terjadi pada anak-anak karena cahaya langsung ke bagian belakang mata. Alhasil, cahaya biru yang masuk secara akumulatif akan merusak retina mereka.
Ada berbagai ukuran gelombang cahaya yang merusak retina, dan sebagian besarnya memang dipancarkan oleh perangkat digital.
Efek negatif dari semua cahaya tersebut tidak berhenti di bola mata. Penelitian menunjukkan, terlalu lama menatap layar gawai akan memengaruhi pola tidur dan perkembangan otak secara keseluruhan. Bahkan, tak menutup kemungkinan untuk memicu terjadinya kerusakan otak!
Cegah dengan cara ini
Sulit memang melepaskan si Kecil dari gawai. Kendati begitu, supaya anak tidak mengalami mata minus atau gangguan kesehatan mata lain akibat sering main gawai, dr. Atika dari KlikDokter punya solusinya.
- Rutin mengistirahatkan mata setelah melihat gawai dengan cara melakukan pandangan jauh, misalnya melihat jauh keluar jendela. Cara ini dapat mengurangi risiko terjadinya astenopia.
- Tutup mata selama 30 detik. Cara ini dapat membantu menyebarkan air mata secara merata ke seluruh permukaan mata.
- Jangan gunakan gawai dalam jarak yang terlalu dekat. Akan lebih baik bila Anda beri jarak sekitar 30–45 cm.
- Minta anak untuk mengistirahatkan mata setelah 30 menit hingga 45 menit beraktivitas menggunakan gawai.
Berdasarkan hasil penelitian terkini, benar adanya bahwa makin banyak anak yang pakai kacamata disebabkan oleh paparan gawai yang terlalu sering. Maka itu, diperlukan kontrol orang tua untuk mengatasi masalah tersebut. Memang, pakai kacamata bukanlah hal yang buruk. Namun, akan jauh lebih baik apabila sedari awal buah hati Anda tidak memiliki masalah penglihatan.
(NB/ RVS)