Sebuah pemeriksaan darah pada awal masa kehamilan dapat mengidentifikasi apakah janin yang dikandung memiliki sindrom Down (down syndrome) tanpa melalui prosedur yang berisiko dan invasif. Skrining sindrom Down biasanya dilakukan pada trimester pertama dan kedua dan dapat mendeteksi kehamilan yang memiliki risiko tinggi sindrom ini. Banyak ibu hamil yang memilih untuk menterminasi kehamilan seperti ini.
Pemeriksaan ultrasonografi yang non-invasif dan pemeriksaan darah tertentu dapat menentukan apakah pemeriksaan yang lebih invasif diperlukan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk konfirmasi adanya sindrom Down dan dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke dalam rahim untuk mengambil sampel cairan amnion (amniosentesis) atau sedikit bagian dari plasenta untuk dilakukan analisis (chorionic villus sampling atau VCS). Tindakan ini memiiki risiko terjadinya keguguran. Selain itu, ketika hasil pemeriksaan muncul, biasanya kehamilan sudah menginjak minggu ke-18 atau 19 sehingga keputusan untuk menterminasi kehamilan lebih berat secara emosional.
Artikel lainnya: Apa Saja Penyebab Down Syndrome?
Karena itu keputusan untuk melakukan skrining sindrom Down umumnya dihadapi dengan rasa ketakutan dan kecemasan. Stephen Quake, PhD, seorang bioengineer dari Universitas Stanford, Amerika Serikat merasakan hal yang sama ketika istrinya harus menjalani amniosentesis pada kehamilan pertamanya dan VCS pada kehamilan keduanya. Ia berhipotesis bahwa yang perlu ia lakukan hanya menghitung DNA yang termasuk dalam kromosom 21 karena sindrom Down merupakan suatu defek genetik dengan kelebihan kopi kromosom 21. Bila jumlahnya berlebih, hal ini mengindikasikan janin memang memiliki kromosom ekstra.
Tim yang dikumpulkan oleh Quake melakukan pemeriksaan sampel darah dari 18 ibu hamil dan seorang donor laki-laki. Beberapa dari ibu hamil tersebut memiliki kehamilan yang normal. Sembilan perempuan mengandung janin dengan sindrom Down. Dua perempuan mengandung janin dengan sindrom Edward (yang memiliki kopi kromosom 18 ekstra) dan satu perempuan mengandung janin dengan sindrom Patau (yang memiliki kopi kromosom 13 ekstra). Pemeriksaan tersebut berhasil mendeteksi setiap defek genetik dan mampu mengidentifikasi kehamilan yang normal (termasuk sampel darah dari donor laki-laki).
Artikel lainnya: Mengapa Anak Down Syndrome Memiliki Wajah yang Khas?
J. Cristopher Glantz, MD, MPH, direktur program perinatal dan profesor di bidang obstetri dan ginekologi di medical center Universitas Rochester, New York, Amerika Serikat mengatakan bahwa hal ini dapat menjadi langkah kemajuan yang besar. Ia setuju bahwa perlu dilakukan penelitian dalam skala yang besar untuk memastikan sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan DNA ini sebelum dapat digunakan sebagai pemeriksaan yang standar. Teknologi ini diharapkan akan menjadi suatu pemeriksaan yang umum dilakukan di rumah sakit di mana pun.
Bagi Anda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai topik ini, silakan ajukan pertanyaan Anda di fitur Tanya Dokter Klikdokter.com di laman utama website kami.[](PNA)
Artikel lainnya: Cara Tepat yang Efektif Cegah Down Syndrome