Kata “tidak” yang keluar dari mulut anak tak selalu menandakan ia pembangkang. Itu merupakan suatu ekspresi yang wajar. Untuk para orang tua yang mungkin cemas akan hal ini, yuk, pahami lebih lanjut tentang tentang fase perkembangan ini!
Saat anak berkata “tidak”, sering kali orang tua khawatir dan bertanya-tanya: apakah ini pertanda negatif? Apakah harus dicemaskan? Perlukah konsultasi dengan psikolog anak?
Pertama-tama, orang tua harus tahu ada empat aspek utama dalam perkembangan anak, yaitu motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan kemampuan sosial.
Kemampuan bahasa dibagi lagi menjadi dua aspek, yakni kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif.
Artikel Lainnya: Mengenal Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Kemampuan bahasa reseptif adalah kemampuan anak dalam memahami bahasa yang diucapkan kepadanya, sedangkan kemampuan bahasa ekspresif lebih pada kemampuan anak dalam mengutarakan apa yang ia ingin ucapkan.
Nah, salah satu fase perkembangan bahasa ekspresif anak adalah ketika ia berkata tidak.
Pada fase tersebut, anak ingin menunjukkan bahwa ia adalah individu yang independent, bukan merupakan”perpanjangan tangan” atau “boneka” dari orang tua atau pengasuh.
Pada masa ini, anak kerap melakukan hal yang ia suka dan menolak jika diminta melakukan hal yang tidak ia senangi.
Artikel Lainnya: Kenali Tanda-tanda Speech Delay pada Anak
Kata “Tidak” Merupakan Indikator Pertumbuhan Anak yang Baik
Penolakan dari anak adalah salah satu indikator bahwa dirinya memiliki perkembangan yang baik. Artinya, anak punya kemampuan bahasa ekspresif yang baik, serta menandakan adanya pola asuh yang benar di rumah.
Hal tersebut dibuktikan oleh sebuah penelitian yang dilakukan di University of Texas at Austin, Amerika Serikat. Tim peneliti mengamati interaksi antara 119 batita usia 14 hingga 27 bulan dengan ibu mereka.
Mekanisme penelitian ini adalah, anak dibiarkan untuk bermain dengan mainannya, sementara tim peneliti mengamati pola interaksi antara orang tua dan anak.
Kemudian, saat waktu bermain habis, para ibu diminta untuk memberi tahu anaknya bahwa waktu bermain selesai, dan meminta anak untuk membereskan mainannya.
Ketika anak diminta untuk menghentikan waktu main dan merapikan mainannya, sebagian anak berkata “tidak”, sebagian menuruti ibunya, dan sebagian lagi mengabaikannya.
Kemudian, tim peneliti meminta para ibu untuk mengisi kuesioner untuk mendeteksi apakah sang ibu memiliki gejala depresi.
Artikel Lainnya: Stimulasi Bicara pada Anak
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa anak yang berkata “tidak” memiliki perkembangan yang lebih baik, dibandingkan dengan anak yang mengabaikan dan menurut ketika diminta ibunya untuk berhenti bermain dan membereskan mainannya.
Selain itu, bila dilihat dari pengamatan pola interaksi antara ibu dan anak saat waktu bermain, ditemukan bahwa anak yang mampu berkata “tidak” lebih banyak berasal dari kelompok pasangan ibu dan anak yang punya pola interaksi yang suportif selama bermain.
Itu artinya, pola asuh orang tua sangat memengaruhi proses perkembangan anak.
Artikel Lainnya: Anak Laki-Laki Lebih Lambat Berbicara, Kenapa?
Apakah Ibu yang Depresi Berpengaruh pada Perkembangan Anak?
Selanjutnya, bila melihat analisis mengenai adanya gejala depresi pada ibu, peneliti menemukan bahwa anak yang mampu berkata “tidak” berasal dari ibu yang tidak memiliki gejala depresi.
Sebaliknya, anak dari ibu yang memiliki gejala depresi cenderung selalu menuruti perintah ibunya.
Dari analisis tim peneliti, hal ini mungkin terjadi karena ibu yang memiliki gejala depresi akan lebih sering marah, membentak, atau melakukan kekerasan fisik kepada anaknya, sehingga mental anak juga akan menjadi down.
Anak tidak memiliki pilihan lain kecuali pasrah dan mengikuti perintah orang tuanya. Karena, anak tahu bahwa melawan atau mengekspresikan penolakan adalah hal yang sia-sia, yang justru akan membuatnya lebih menderita.
Anak dari ibu yang tak punya gejala depresi lebih berani bilang “tidak”, karena anak lebih merasa independent dan pendapatnya lebih dihargai oleh ibunya. Interaksi positif ini membuat anak lebih percaya diri dan tidak merasa ketakutan pada ibunya.
Artikel Lainnya: Tips Menghadapi Batita yang Selalu Berkata “Tidak”
Pentingnya Memahami Konteks Kata “Tidak” pada Anak
Meski kadang orang tua ingin anaknya menurut, tapi orang tua perlu memahami bahwa kata “tidak” yang keluar dari mulut anak tak selalu mengindikasikan hal negatif.
Misalnya, anak selalu bilang “tidak” saat ada orang yang ingin mengambil barang miliknya, atau anak kata penolakan tersebut diucapkan anak saat ada orang tak dikenal yang mencoba mendekati dan menyentuhnya. Ini merupakan konteks yang positif.
Faktanya, anak memang harus diajarkan untuk berkata “tidak” saat ada orang asing yang mengajaknya pergi, atau menyentuh bagian tubuhnya yang privat untuk mencegah anak menjadi korban penculikan atau kejahatan seksual.
Bagaimana, terdengar mudah, ya, untuk memahami anak yang hampir selalu atau sering bilang “tidak”? Sayangnya, perilaku tersebut sering kali menguji kesabaran orang tua. Jangan menyerah begitu saja dan perhatikan cara Anda memahami dan merespons.
Dengarkan alasan anak, usahakan untuk tidak terpancing bicara dengan nada tinggi bila anak membantah, dan selalu beri penjelasan kepada anak untuk menghargai dan mendengarkan orang tuanya.
Orang tua juga harus menjadi contoh yang baik, misalnya berikan argumentasi atau jelas dan rasional saat Anda menginginkan atau melarang anak melakukan sesuatu.
Itulah pentingnya memahami anak yang sering atau selalu berkata “tidak” dalam fase perkembangannya. Bila ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak lainnya, chat dokter langsung lewat fitur LiveChat di aplikasi KlikDokter. Langsung dijawab, lho!
(RN/AYU)