Beberapa waktu lalu, beredar informasi yang menyebutkan anosmia atau kondisi hilangnya indra penciuman merupakan tanda Anda terlindungi dari COVID-19.
Padahal, penelitian selama ini menyatakan anosmia merupakan salah satu gejala khas pada beberapa kasus positif virus corona.
Bagaimana medis menanggapi informasi simpang siur soal anosmia pada penderita coronavirus tersebut?
Menelusuri Fakta Anosmia Tanda Terlindung dari COVID-19
Isu soal anosmia tanda sembuh virus corona menurut dr. Alvin Nursalim, Sp.PD, merupakan hoaks. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang memiliki bukti kuat tentang itu.
Penelitian yang dipublikasikan Healthline justru hanya membahas soal dugaan anosmia dialami pasien COVID-19 bergejala ringan.
Penelitian tersebut dilakukan pada 2.581 pasien positif coronavirus yang tersebar di 18 rumah sakit Eropa.
Artikel Lainnya: Cara Kembalikan Penciuman Pasca Terinfeksi COVID-19
Para peneliti menemukan, 86 persen pasien COVID-19 mengalami anosmia. Nyaris 55 persen di antaranya merupakan pasien bergejala ringan. Mereka umumnya mengalami kehilangan penciuman sekitar 22 hari.
Adapun pasien virus corona bergejala sedang hingga kritis yang mengalami anosmia hanya berkisar 37 persen.
Sementara itu, hanya 6,9 persen pasien sembuh dari coronavirus bergejala berat hingga kritis mengaku kehilangan indra penciuman.
Salah seorang peneliti, dr. Jonathan Overdevest mengungkapkan alasan mengapa anosmia lebih umum terjadi pada pasien COVID-19 bergejala ringan.
“Berdasarkan statistik yang masih bias, lebih dominannya jumlah pasien virusu corona bergejala ringan ketimbang pasien bergejala berat dan kritis, membuat mereka lebih banyak terdeteksi alami anosmia,” kata pria yang menjabat sebagai asisten profesor rinologi dan bedah dasar tengkorak di Universitas Columbia, AS, tersebut.
Para peneliti juga menduga, pasien coronavirus bergejala ringan memiliki antibodi yang lebih baik ketimbang pasien bergejala berat hingga kritis.
Hal ini menyebabkan penyebaran virus COVID-19 pada pasien bergejala ringan hanya berdampak pada indra penciuman. Meski begitu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh bukti lebih kuat soal dugaan tersebut.
Penelitian juga menemukan, nyaris 25 persen pasien mengalami anosmia lebih dari 60 hari. Sementara, 15 persen pasien membutuhkan waktu sekitar 2 bulan untuk memulihkan indra penciuman mereka.
Kurang dari 5 persen pasien lainnya bahkan membutuhkan waktu hingga 6 bulan sembuh dari anosmia.
Artikel Lainnya: Tidak Bisa Mencium Aroma, Ini 3 Penyebab Utama Anosmia
Kendati sebagian besar pasien tidak ada yang mengalami kehilangan indra penciuman permanen, peneliti tidak menampik hal tersebut dapat terjadi pada penderita COVID-19.
Terlebih, anosmia pada penderita virus corona dapat menyebabkan cedera pada sel saraf penting di indra penciuman.
Hilangnya indra penciuman pada orang yang mengalami anosmia disebabkan oleh pembengkakan atau penyumbatan di hidung. Hal itu membuat pengidap anosmia tidak dapat menghirup aroma apa pun.
Anosmia juga dapat terjadi karena adanya masalah pada sistem tubuh saat mengirimkan sinyal dari hidung menuju otak.
Hal ini terjadi pada kasus anosmia coronavirus. Dokter Alvin menyampaikan, “Virus dapat mengganggu sel penciuman pada hidung.”
Anosmia Bisa Turunkan Kualitas Hidup
Meski terkesan sepele, anosmia dapat berdampak besar pada kualitas hidup. Kehilangan indra penciuman dapat menyebabkan Anda mengalami kehilangan nafsu makan. Akibatnya, Anda bisa mengalami penurunan berat badan hingga malnutrisi.
Anosmia juga dapat menyebabkan depresi. Karena, kondisi ini bisa mengganggu kemampuan dalam menghirup maupun mencicipi makanan kesukaan.
Mengenai isu yang beredar, fakta medis menyatakan bahwa anosmia bukanlah tanda Anda terlindung dari COVID-19.
Peneliti juga masih mengkaji soal dugaan anosmia hanya terjadi pada pasien positif virus corona bergejala ringan.
Anda harus tetap waspada jika memiliki gejala anosmia COVID-19. Segera temui dokter, lakukan tes usap dan PCR untuk memperoleh penanganan lebih lanjut.
Jika ingin tanya lebih lanjut seputar anosmia pada penderita virus corona, konsultasi ke dokter via LiveChat.
(FR/AYU)