Lebih dari 500 ribu unit alat rapid test telah didistribusikan ke seluruh provinsi di Indonesia sebagai salah satu cara untuk cek virus corona. Namun, nyatanya dari angka tersebut, tak semuanya efektif. Kok, bisa?
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo.
Ia juga menyampaikan bahwa rapid test sebelumnya diterapkan karena dinilai lebih murah dan cepat. Tes ini pun pernah dipakai di beberapa negara lain. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menekan angka penyebaran virus corona di Indonesia.
BNPB Akui Beberapa Alat Rapid Test Tidak Efektif
Dengan tidak efektifnya rapid test, kini pemerintah mulai memilih opsi pengambilan sampel lendir hidung atau tenggorokan (polymerase chain reaction atau PCR).
“Ternyata juga rapid test ini tidak semuanya efektif. Oleh karena itu, ke depan kita lebih banyak mendatangkan PCR test,” kata Doni dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI melalui siaran langsung di akun YouTube DPR RI pada hari Senin (6/4).
Meski demikian, pemerintah tak akan mencampakkan rapid test begitu saja. Mereka akan mencari produk yang paling akurat sebagai pendamping PCR.
Artikel Lainnya: Hati-hati Virus Corona, Ini Pertolongan Pertama untuk Mengatasinya
Beberapa Negara Hindari Penggunaan Rapid Test
Dalam Rapat Kerja Komisi VII tersebut, Doni juga bercerita bahwa alat rapid test yang didatangkan ke Indonesia beragam dan agak “unik”. Ada yang ditolak di negara lain, tapi ketika dipakai di Indonesia hasilnya efektif.
"Beberapa jenis rapid test yang datang ke Indonesia itu terdiri dari beberapa jenis. Tetapi ada yang ditolak di Spanyol, itu dicoba di Indonesia malah bagus. Jadi agak unik memang ini, Pak Pimpinan. Jadi ada di negara lain nggak cocok, tapi cocok di negara kita," imbuhnya.
Meskipun banyak berita sukses rapid test, tapi banyak juga negara yang menghindari pemeriksaan COVID-19 dengan cara tersebut. Salah satunya adalah Inggris.
Dinas Kesehatan Inggris (PHE) mengatakan bahwa mereka tidak merekomendasikan penggunaan rapid test karena hasilnya tak bisa diandalkan.
“PHE telah mengembangkan dan menyebarkan tes yang sudah dipakai di 12 jaringan laboratorium, sebagai tambahan tes yang dilakukan oleh National Health Service untuk meningkatkan kapasitas pemeriksaan,” dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari The Sun.
Artikel Lainnya: Waspada, Penderita Virus Corona Bisa Tidak Menunjukkan Gejala!
Mengapa Rapid Test Dianggap Kurang Akurat?
Rapid test sejak awal memang menuai perdebatan. Banyak yang menganggap bahwa hasil tes tidak akurat dan malah membuang anggaran negara.
Sebenarnya, rapid test tidak seburuk yang dibayangkan. Beberapa kali pengujian untuk menentukan seseorang terinfeksi virus corona berhasil dilakukan.
Sebagai informasi, menurut dr. Sepriani Timurtini Limbong kepada KlikDokter, rapid test berfokus pada deteksi antibodi di dalam tubuh terhadap virus. Intinya, pemeriksaan ini akan lebih cepat.
Namun, memang selama ini pemeriksaan rapid tidak sepasti tes PCR terkait hasilnya. Selain itu, kedua tes tersebut memiliki perbedaan.
Dokter Sepriani mengatakan, spesimen untuk rapid test adalah darah. Sementara itu, tes PCR menggunakan sampel swab usapan lendir dari hidung dan/atau tenggorokan.
Menurut beberapa pengamat, hasil dari PCR disebut-sebut lebih akurat karena virus diketahui bereplikasi di hidung dan tenggorokan.
Tes PCR menyasar RNA (ribonucleic acid) pada tubuh. Seperti diketahui, virus yang aktif memiliki material genetika yang berupa DNA maupun RNA. Itulah mengapa sebabnya PCR lebih akurat dibandingkan rapid test.
Artikel Lainnya: Tanda-tanda Seseorang Sudah Sembuh dari Virus Corona
Menristek Buat PCR untuk Bantu Rapid Test
Dikutip dari berbagai sumber, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) sedang megembangkan test kit untuk pengecekan awal dan diagnosis COVID-19 akibat virus corona strain baru, SARS-CoV-2.
Menristek Bambang Brodjonegoro mengatakan konsorsium yang dipimpin oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah mengembangkan non-PCR diagnostic test dan PCR diagnostic test COVID-19 atau test kit berbasis PCR.
Dalam kurun waktu satu bulan, konsorsium akan mengembangkan mobile test kit untuk PCR diagnostic test, yakni semacam mobile BSL-2 (bio safety laboratorium level 2) untuk mendukung pemeriksaan swab di tempat yang belum dilengkapi laboratorium setara BSL-2.
Untuk non-PCR diagnostic test, kata Bambang, ada dua yang dikembangkan: rapid diagnostic test kit dan rapid diagnostic test microchip.
Rapid diagnostic test kit akan diproduksi sebanyak 100 ribu unit dalam waktu 1-2 bulan ke depan. Test kit ini bisa membaca secara cepat, lebih kurang 5-10 menit dengan tingkat akurasi sekitar 75 persen.
Namun, dikatakan juga ada kemungkinan hasil rapid test false negative karena antibodi muncul setelah enam hari terinfeksi, sehingga pengujian dengan alat tersebut tak bisa cuma sekali. Bila hasilnya positif, maka bisa ditindaklanjuti dengan PCR.
Adapun rapid diagnostic test microchip yang berbasis antigen, bisa mendeteksi mulai hari kedua infeksi. Microchip ini disebut sudah jadi dan perlu waktu 4 bulan untuk bisa produksi.
Baik rapid test maupun PCR memang bisa dipakai untuk cek virus corona. Namun, memang tingkat akurasi rapid test lebih rendah ketimbang PCR.
KlikDokter bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan BNPB menyediakan fasilitas cek virus corona online di tautan ini sebagai upaya untuk menekan angka persebaran COVID-19.
Anda juga bisa konsultasi dengan dokter tentang pandemi tersebut atau penyakit lainnya lewat fitur Tanya Dokter di aplikasi KlikDokter.
Upaya pemerintah untuk menggenjot produksi alat rapid test dan PCR tentu adalah kabar baik. Anda juga turut mendukung dengan mematuhi imbauan otoritas kesehatan untuk tetap di rumah, menjaga pola hidup sehat dan kebersihan diri, istirahat cukup, serta segera periksakan diri ke rumah sakit bila mengalami gejala umum COVID-19 seperti demam, kelelahan, dan batuk kering.
(RN/AYU)