Vaksin COVID-19 kini sedang sering dibicarakan oleh masyarakat dunia, tak terkecuali di Indonesia. Antusiasme publik meningkat sejak kedatangan vaksin dari perusahaan Sinovac beberapa waktu lalu. Meski demikian, vaksin yang tersedia masih harus melalui tahap uji lagi dari BPOM sebelum diedarkan.
Selain itu, efikasinya pun masih terus ditelaah lebih lanjut oleh berbagai pihak yang yang berotoritas. Sebenarnya, apa arti efikasi vaksin? Simak penjelasan dokter berikut ini.
Apa Itu Efikasi Vaksin?
Anda mungkin mengernyitkan dahi setelah membaca kata “efikasi” di atas. Ya, istilah efikasi memang masih asing di kalangan awam. Kalaupun pernah dengar, mungkin beberapa orang menyamakannya dengan efektivitas. Padahal, kedua hal tersebut tidak sama.
Menurut dr. Sepriani Timurtini Limbong, efikasi adalah persentase penurunan kejadian penyakit pada kelompok orang yang divaksinasi. Jadi, efikasi menunjukkan kemampuan vaksin tapi dalam konteks penelitian.
Kondisi penurunan tersebut akan dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi pada kondisi optimal. Dilansir dari Pandemic Talks, ketika sebuah vaksin virus corona memiliki tingkat efikasi sebesar 90 persen, artinya tingkat kasus COVID-19 menurun hingga 90 persen pada uji klinis fase III dibandingkan relawan yang menerima plasebo.
Plasebo adalah perawatan yang terlihat seperti obat atau vaksin, tetapi pada kenyataannya tidak menggunakan bahan aktif yang terbukti melindungi atau menyembuhkan. Lalu, apa bedanya dengan efektivitas vaksin?
Dokter Sepriani menjelaskan, “Efektivitas adalah kemampuan vaksin dalam menurunkan kejadian penyakit di dunia nyata.” Artinya, ketika vaksin sudah diedarkan dan digunakan di masyarakat.
Artikel lainnya: Tiba di Indonesia, Bagaimana Efektivitas Vaksin Sinovac?
Tingkat Efikasi Vaksin Menentukan Kualitas Vaksin COVID-19?
Dokter Sepriani mengungkapkan, baik efikasi maupun efektivitas, keduanya merupakan indikator penting dalam uji klinis vaksin apa pun, termasuk COVID-19.
Lantas, ketika sebuah vaksin memiliki efikasi yang terbilang kecil, apakah hal itu menunjukkan vaksin tidak berkualitas dan tidak efektif? Ternyata, belum tentu.
Dokter Sepriani menjelaskan, “Kita bisa bilang sebuah vaksin efektif atau tidak nanti setelah selesai semua fase uji klinisnya dan diberikan ke masyarakat. Dari situ bisa kelihatan antibodinya memberikan efek proteksi atau tidak. Lalu, bisa menurunkan jumlah kasus secara keseluruhan tidak?”
Menyatakan bahwa efektivitas vaksin itu buruk padahal uji klinis belum selesai merupakan tindakan yang kurang bijaksana. Mengukur efikasi vaksin pun termasuk salah satu tahap dalam proses uji klinis. Jadi, kita masih perlu menunggu hasil akhir dari uji klinis yang sedang dilakukan para ilmuwan.
Pentingnya menunggu hasil akhir uji klinis juga dapat terlihat dari beberapa contoh, salah satunya efikasi vaksin COVID-19 milik Pfizer. Vaksin tersebut melaporkan di atas 90 persen.
Artikel lainnya: Penasaran, Ini Teknologi yang Dipakai untuk Vaksin Pfizer
Meski sangat tinggi, tetapi hasil tersebut tetap berpotensi berubah di akhir penelitian. Masih butuh waktu untuk menyelesaikan uji coba. Apabila nanti proses uji coba sudah selesai dan nilai efikasi yang pasti sudah ditentukan, vaksin tersebut akan diberikan kepada masyarakat.
Namun, tugas tenaga kesehatan dan ilmuwan vaksin virus corona tentunya tidak berhenti di situ. Mereka akan terus mengumpulkan data untuk mempelajari seberapa baik kinerja vaksin yang mereka buat ketika sudah diberikan kepada masyarakat.
Pengukuran efektivitas vaksin akan bertambah akurat bila data yang terkumpul semakin banyak dan diambil dalam rentang yang lama.
Dilansir dari The Conversation, sebenarnya hanya ada sedikit vaksin yang akhirnya mencapai efikasi 90 persen, kecuali vaksin campak dan cacar air. Bahkan, vaksin flu yang sudah beredar dan dipakai lama pun hanya berkisar 40-60 persen. Tapi, vaksin tersebut masih mampu menyelamatkan jutaan nyawa.
Artikel lainnya: Kenapa Ada Orang yang Dapat Prioritas Vaksin Virus Corona?
Perbedaan Efikasi dari Vaksin COVID-19 yang Telah Diproduksi
Ada beberapa perbedaan efikasi vaksin virus corona dari masing-masing produsen yang kini sudah dipublikasikan, yaitu:
- Moderna: 95 persen
- Pfizer BioNTech: 95 persen
- AstraZeneca Oxford University: 62 persen dan 90 persen
- Gamaleya (Sputnik V): 92 persen
- Sinopharm: 86 persen
Untuk Sinovac, belum ada laporan mengenai efikasinya. Dua hasil yang berbeda pada vaksin virus corona keluaran AstraZeneca Oxford University mengartikan 62 persen untuk 1 kali dosis penuh dan 90 persen untuk 2 kali dosis.
Itu dia penjelasan seputar efikasi vaksin COVID-19 dan perbedaannya dengan efektivitas. Masih ada pertanyaan seputar virus corona atau penyakit lainnya? Konsultasi kepada dokter lewat fitur Live Chat di aplikasi KlikDokter!
(FR/JKT)