Beberapa penyintas COVID-19 memiliki respons kekebalan yang luar biasa kuat terhadap infeksi virus corona. Para peneliti menyebut kemampuan ini sebagai super immunity COVID-19 alias kekebalan hibrida.
Antibodi super immunity COVID-19 disebut-sebut sanggup melawan varian coronavirus yang sudah ada. Bahkan, kekebalan hibrida diduga sanggup menangkal mutasi SARS-CoV-2 di masa depan.
Lantas, bagaimana imunitas yang bisa melawan COVID-19 ini terbentuk? Simak temuannya lewat ulasan berikut.
Studi Super Immunity COVID-19
Studi gabungan soal super immunity COVID-19 ini diterbitkan melalui jurnal Nature pada September 2021 lalu.
Risetnya melibatkan beberapa penyintas COVID-19 yang terinfeksi virus corona pada tahun 2020. Mereka juga sudah divaksinasi menggunakan vaksin mRNA.
Vaksin mRNA (messenger RNA) merupakan jenis vaksin yang mengadaptasi cara kerja mRNA, yaitu molekul berantai tunggal yang secara alami ada di sel tubuh manusia.
Artikel Lainnya: Herd Stupidity, Alasan Masyarakat Mulai Abaikan COVID-19?
Tugas mRNA menyampaikan instruksi kepada sitoplasma untuk membuat protein. Sementara, vaksin mRNA dirancang membawa potongan kerangka kerja DNA protein lonjakan (protein spike) yang berasal dari permukaan virus SARS-CoV-2.
Protein spike digunakan virus corona untuk memasuki sel tubuh manusia dan membuatnya lebih menular.
Setelah memperoleh vaksin mRNA, para relawan diberikan paparan enam mutasi coronavirus yang sudah direkayasa. Varian virus corona tersebut meliputi Delta, Beta hingga SARS-CoV-1, yakni coronavirus pertama yang muncul 20 tahun silam.
Hasil studi menemukan antibodi relawan sanggup menetralkan semua mutasi virus corona. Padahal, strain coronavirus terus berkembang, bahkan mengandung puluhan mutasi yang sanggup mengalahkan antibodi sehingga melanggengkan infeksi.
Theodora Hatziioannou, ahli virus yang terlibat dalam penelitian mengungkapkan perpaduan infeksi alami COVID-19 serta vaksin mRNA menyebabkan tubuh menghasilkan antibodi yang sangat kuat dan fleksibel.
“Bahkan antibodi kekebalan hibrida menjadi lebih tangguh dan sanggup melawan beragam mutasi virus corona. Hal ini berbeda dengan antibodi orang-orang yang pernah terinfeksi coronavirus saja, maupun mereka yang hanya memperoleh vaksin namun belum pernah terjangkit virus,” jelas peneliti dari Rockefeller University, Amerika Serikat tersebut.
Hal yang lebih mengejutkan, Theodora menambahkan, antibodi super immunity COVID-19 sanggup menetralkan infeksi SARS-CoV-1, virus corona pertama yang karakteristiknya sangat berbeda dengan SARS-CoV-2.
Karena kemampuannya, Paul Bieniasz, anggota penelitian lainnya, menduga antibodi kekebalan hibrida dapat meningkatkan perlindungan terhadap strain COVID-19 di masa depan yang hari ini belum pernah menginfeksi manusia.
Artikel Lainnya: Aturan Vaksinasi untuk Penyintas COVID-19 Gejala Ringan
Peran Sel B Memori dalam Antibodi Kekebalan Hibrida
Salah satu penyebab terbentuknya antibodi kekebalan hibrida adalah karena infeksi virus corona dan vaksin mRNA meningkatkan kemampuan sel B memori.
Disampaikan dr. Devia Irine Putri, sel B memori merupakan salah satu sumber utama antibodi.
“Sel kekebalan ini bertugas membentuk antibodi, sehingga bisa melawan infeksi sekunder yang terjadi di kemudian hari,” jelasnya.
Lebih dari itu, sel B memori juga berumur panjang dan memiliki kemampuan mengingat paparan patogen, baik dari infeksi maupun vaksinasi di masa lalu.
Alhasil, ketika dihadapkan dengan infeksi ulang virus SARS-CoV-2 di masa depan, sel B memori dengan cepat mendorong sistem kekebalan memproduksi antibodi untuk melawan virus.
Meski begitu, Michel Nussenzweig, ahli imunologi dari Rockefeller University mengungkapkan, infeksi alami virus corona dapat meningkatkan kemampuan reproduksi sel B memori lebih baik daripada vaksinasi.
Mengutip studi yang dimuat Frontiers in Immunology, setelah enam bulan terinfeksi coronavirus, sel B memori menghasilkan antibodi yang lebih kuat di dalam tubuh penyintas COVID-19. Hal ini karena protein sisa virus corona masih tertinggal di dalam tubuh.
“Nah, sel B memori berkembang di kelenjar getah bening. Posisi ini juga membantu mereka merespons serta mengikat mutasi protein lonjakan virus secara lebih cepat. Sehingga, meminimalkan timbulnya gejala akibat infeksi virus di kemudian hari,” jelasnya.
Artikel Lainnya: Alasan Usia Produktif Jadi Prioritas Vaksin COVID-19 di Indonesia
Sementara vaksinasi, kata Michel, hanya memicu peningkatan kemampuan sel B memori selama beberapa pekan setelah menerima vaksin dosis kedua. “Setelah itu, evolusi sel B memori yang dipicu vaksinasi berhenti,” paparnya.
Oleh karena itu, John Werry, anggota penelitian lainnya mengungkapkan pentingnya vaksin booster dosis ketiga.
Ahli imunologi dari University of Pennsylvania, AS itu menduga vaksin dosis ketiga dapat mendorong keberlanjutan produksi antibodi oleh sel B memori.
Sehingga, peluang terciptanya super immunity COVID-19 semakin besar. Risiko terinfeksi mutasi SARS-CoV-2 di kemudian hari pun dapat diminimalkan.
Jika ingin bertanya lebih lanjut seputar virus corona, konsultasi ke dokter via Live Chat.
(OVI/JKT)
Referensi:
NPR. Diakses 2022. New Studies Find Evidence Of 'Superhuman' Immunity To COVID-19 In Some Individuals.
Nature. Diakses 2022. COVID super-immunity: one of the pandemic’s great puzzles.
Nature. Diakses 2022. Remembrance of Things Past: Long-Term B Cell Memory After Infection and Vaccination.
Frontiers in Immunology. Diakses 2022. Remembrance of Things Past: Long-Term B Cell Memory After Infection and Vaccination.