Beberapa ahli kesehatan mengatakan jenggot atau janggut membuat penggunaan masker saat pandemi menjadi kurang efektif.
Jenggot, terutama yang tebal, membuat masker tidak menempel rapat ke permukaan kulit. Para ahli khawatir, adanya jenggot mempermudah virus masuk ke wajah dan saluran pernapasan.
Jenggot Mengurangi Efektivitas Masker saat Pandemi
Para peneliti paham bahwa mencukur jenggot bukanlah hal mudah bagi sebagian orang. Karena jenggot dianggap sebagai identitas dan bisa menambah kepercayaan diri seseorang.
Bahkan, dalam berbagai kepercayaan agama atau budaya, menumbuhkan dan memelihara janggut adalah sebuah anjuran yang penting untuk dilakukan.
Menurut dr. Devia Irine Putri, jenggot yang tebal dan panjang memang bisa mengurangi efektivitas penggunaan masker.
Sebab, jenggot yang panjang atau tebal tidak bisa menutupi area mulut, hidung, dan dagu secara menyeluruh. Jika pria memiliki kumis atau janggut yang ukurannya pendek, maka tidak ada masalah.
Artikel Lainnya: Benarkah COVID-19 Menempel di Rambut dan Haruskah Memotongnya?
Dilansir dari CTV News, dr. Jane Wang, instruktur klinis dari University British Columbia di Kanada juga menyatakan hal serupa.
Menurut penelitian terbaru dr. Wang, jenggot menimbulkan celah di antara masker. Akibatnya, udara lebih rentan masuk dan keluar dari saluran pernapasan.
Lalu, menurut John Swartzberg, dosen dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UC Berkeley di Amerika Serikat (AS), secara teoritis janggut bisa menjadi media penularan virus corona.
Misalnya, seseorang yang terinfeksi COVID-19 batuk, lalu percikan droplet-nya mengenai janggut dan menyebabkan Anda jadi tertular virus corona.
Akan tetapi, menurut Swartzberg, belum ada penelitian dan bukti ilmiah yang menyatakan janggut bisa menjadi media penularan virus corona.
Artikel Lainnya: Mengenal Vaksin Corona CanSino yang Cuma Sekali Suntik
Lantas, Haruskah Mencukur Jenggot?
Tak hanya melindungi diri dari penularan virus corona, mencukur atau merapikan jenggot dapat menghindari Anda dari masalah kesehatan lain seperti jerawat.
Saat memakai masker, jenggot, kulit dagu, dan pipi menjadi lebih lembap karena berkeringat.
Jika tidak dibersihkan, tumpukan keringat akan menutupi pori-pori serta menyebabkan kulit sekitar janggut tak bisa “bernapas”. Tak dimungkiri, hal tersebut dapat memicu wajah jadi berjerawat.
Dokter Devia mengatakan, “Sebenarnya dicukur akan lebih baik karena bisa menjaga kebersihan dan kesehatan pemiliknya juga. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang yang mana virus corona bisa dengan mudah menginfeksi atau menular.”
“Tapi kalau tidak bisa dicukur karena alasan pribadi, sebaiknya dirapikan saja. Lalu, gunakanlah masker yang sesuai dengan bentuk wajah. Atau bisa juga pilih model masker yang lebih kencang dan lebar. Jadi penggunanya juga bisa bernapas dengan baik,” tambah dr. Devia.
Artikel Lainnya: Benarkah Kondisi Mental Pengaruhi Efektivitas Vaksin COVID-19?
Masih dilansir dari CTV News, dr. Lisa Bryski, dokter unit gawat darurat di Winnipeg, Kanada, menjelaskan bahwa memelihara jenggot adalah pilihan masing-masing orang.
Namun, mencukur atau merapikan jenggot sebenarnya wajib dilakukan untuk melindungi diri sendiri.
“Jika mencukur atau merapikan jenggot bukanlah pilihan, cobalah untuk menjaga jenggot tetap bersih dan rapi. Misalnya, dengan mencuci atau membersihkan jenggot setiap hari,” ujar dr. Lisa.
Carrie L. Kovarik, profesor dermatologi dari Rumah Sakit Universitas Pennsylvania di AS menambahkan, “Jika seseorang bersin di dekat Anda, virus corona bisa menempel di mana saja, baik hidung, janggut, atau bagian tubuh lain”
Maka itu, menurut profesor Kovarik, kehadiran janggut bukanlah masalah. Tetapi, Anda dianjurkan untuk tetap menjaga jarak dan tidak berkontak dekat dengan orang lain.
Langkah ini bertujuan agar droplet dari batuk atau bersin orang lain tidak mengenai Anda.
Selain itu, penting untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dengan mencuci tangan dan menjauhi kerumunan karena pandemi belum berakhir. Cari tahu informasi kesehatan lainnya dengan membaca artikel di aplikasi Klikdokter.
(OVI/AYU)