Indonesia kini sudah memiliki lebih dari sejuta kasus positif COVID-19. Untuk kasus aktif yang masih tersisa, setidaknya ada lebih dari 160 ribu pasien (27/1).
Dari banyaknya kasus tersebut, terlihat bahwa ada hal yang mesti dibenahi di sini. Salah satu faktor pentingnya yaitu cara testing COVID-19.
Tujuan Tes COVID-19 untuk Kesehatan Individu dan Masyarakat
Mungkin yang terlintas di pikiran kita saat membicarakan tujuan testing COVID-19 di Indonesia adalah mendiagnosis penyakit saja. Ya, itu memang benar. Namun, tahukah Anda bahwa tujuan tes COVID-19 tidak sesederhana itu?
Tujuan tes dibagi menjadi dua, yaitu mengecek kesehatan individu dan masyarakat.
Untuk kesehatan individu, testing COVID-19 di Indonesia bertujuan menghentikan penyebaran virus.
Lalu, tes juga digunakan untuk menentukan secara akurat apakah si individu terinfeksi virus corona atau tidak.
Pilihan tes yang tepat untuk mengecek kesehatan individu adalah rapid test antigen dan PCR test. Keduanya punya metode yang sama yaitu swab. Hasil PCR lebih akurat dibanding antigen.
Kendati begitu, biaya PCR lebih mahal dan hasilnya keluar lebih lama ketimbang antigen.
Sementara, tes yang dilakukan kepada masyarakat punya tujuan yang lebih kompleks. Selain untuk mendiagnosis dan mengurangi laju persebaran virus, data hasil tes akan dianalisis dan digunakan untuk membuat kebijakan baru.
Artikel Lainnya: Sambal Cireng Reaktif Rapid Test COVID-19, Ini Fakta Medisnya
Bagaimana Cara Testing COVID-19 yang Direkomendasikan di Indonesia?
Karena jumlah penduduknya sangat banyak dan tujuan tes masyarakat yang kompleks, Indonesia butuh strategi khusus.
Dilansir dari Pandemic Talks, ada dua strategi yang dilakukan yaitu surveilans dan skrining.
Surveilans merupakan kegiatan analisis penyebaran virus. Tak melulu langsung di masyarakat, analisisnya bisa dengan hal lain yang mewakili.
Sedangkan, skrining merupakan pendeteksian virus yang fokusnya ada pada masing-masing orang.
Untuk surveilans, pemeriksaan bisa langsung dilakukan mulai dari tingkat komunitas, di selokan atau tempat pembuangan limbah, hingga permukaan benda di tempat umum.
Adapun cara testing COVID-19 yang direkomendasikan dalam hal tersebut adalah:
- Rapid test antibodi, untuk melihat persentase populasi yang sudah memiliki antibodi setelah terinfeksi.
- Pool test PCR, untuk mendeteksi partikel virus di selokan.
- Whole Genome Sequencing (WGS), untuk melihat sifat mutasi virus.
Bagaimana dengan skrining masyarakat skala besar? Cara testing COVID-19 yang direkomendasikan yaitu rapid test antigen dan RT-LAMP (Reverse Transcription Loop Mediated Isothermal Amplification).
Rapid test antigen kembali jadi rekomendasi karena biayanya lebih murah dan cukup akurat.
Artikel Lainnya: Keluar Air Mata Saat Melakukan Swab Test, Wajarkah?
Skrining bisa dilakukan di tempat umum. Masyarakat bisa dites terlebih dulu sebelum memasuki fasilitas tersebut. Selain itu, metode ini juga bisa dilakukan pada populasi besar seperti satu desa atau kota secara berkala.
Efektivitas cara testing tersebut sudah dibuktikan keberhasilannya oleh Slovakia. Negara tersebut menggunakan rapid test antigen untuk skrining ke masyarakat.
Sebanyak 80 persen penduduknya mendapatkan skrining. Dengan kombinasi pembatasan mobilitas dan tracing, kasus positif di Slovakia bisa ditekan.
Rekomendasi-rekomendasi di atas juga disetujui oleh dr. Valda Garcia. Skrining massal secara keseluruhan memang baik dilakukan di Indonesia, meski praktik lapangannya masih terbilang sulit.
Dokter Valda menambahkan, “Sebenarnya, untuk sekarang penegakan diagnosis dari WHO sudah tidak harus pakai PCR. Diagnosis bisa dilihat juga dari riwayat kontak atau gejala dan hasil swab antigen yang positif.”
Dengan demikian, rapid test antigen kini memang punya peranan penting di Indonesia selain PCR.
Artikel Lainnya: Hasil PCR Positif Terus, Apa Pasti Masih Kena COVID-19?
Meski harga swab antigen lebih murah dan hasilnya lebih cepat, masyarakat sebaiknya tetap tidak melakukannya secara mandiri.
“Karena, metode pengambilan sampelnya nggak boleh sembarangan. Kalau bukan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang terlatih, takutnya pengambilan sampel kurang benar dan bisa negatif palsu. Jadi sia-sia, kan?” jelas dr. Valda.
“Dokter pun harus yang sudah dilatih untuk pengambilan sampel dengan metode swab, baik nasofaring maupun orofaring. Jadi sekali lagi, tidak bisa sembarangan dan dilakukan sendiri di rumah,” tegasnya.
Bila ingin tanya lebih jauh tentang COVID-19, gunakan fitur Tanya Dokter untuk konsultasi langsung dengan dokter pilihan Anda.
(FR/AYU)