Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa gejala long COVID-19 dapat diketahui melalui kerusakan saraf kornea mata pasien. Penelitian tersebut diterbitkan British Journal of Ophthalmology pada 8 Juli 2021.
Bagaimana tanggapan dokter soal efek COVID pada mata tersebut? Simak penjelasannya di sini.
Menyingkap Efek Long COVID pada Mata
Long COVID merupakan gejala virus corona yang bertahan selama lebih dari empat pekan sejak seseorang terinfeksi virus corona.
Berdasarkan Ophthalmology Times, long COVID dialami sekitar 30 persen pasien positif coronavirus. Setiap pasien mengalami gejala yang berbeda-beda.
Secara umum, infeksi virus corona jangka panjang ini menyebabkan Anda mengalami gejala berupa sakit kepala, kabut otak, kelelahan, anosmia (kehilangan kemampuan indra penciuman), dan banyak lainnya.
Artikel lainnya: Medfact: Cuci Hidung Pakai NaCl Kurangi Risiko COVID-19?
Nah, belum lama ini, sebuah penelitian gabungan menduga potensi long COVID menjangkiti seseorang dapat diketahui melalui kelainan pada matanya.
Studi tersebut menemukan pasien long COVID mengalami kerusakan saraf di area kornea (lapisan terluar mata). Selain itu, pasien juga mengalami peningkatan kadar sel dendritik.
Sel dendritik (DC) merupakan salah satu sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh.
"Sepengetahuan kami, ini merupakan penelitian pertama yang menemukan adanya kerusakan saraf kornea mata serta meningkatnya kepadatan DC pada pasien pulih COVID-19. Terutama mereka dengan gejala long COVID,” klaim peneliti Gulfidan Bitirgen dari Departemen Oftalmologi, Necmettin Erbakan University, Turki.
Menyikapi hasil penelitian tersebut, dr. Alvin Nursalim, Sp. PD. mengatakan, “Studi ini masih penelitian (skala) kecil dan tidak secara spesifik disebabkan oleh COVID-19. Jadi belum dapat diterapkan secara luas,” katanya.
Masih Butuh Penelitian LanjutanÂ
Penelitian yang dirujuk dr. Alvin tersebut dilakukan pada 40 pasien long COVID, serta 30 orang dengan kondisi sehat yang tidak pernah terjangkit virus corona.
Untuk mendeteksi kerusakan kornea mata dan kadar sel dendritik partisipan, para peneliti menggunakan laser pencitraan resolusi tinggi bernama mikroskop confocal kornea (CCM).
CCM selama ini digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan saraf dan efek peradangan akibat penyakit neuropati diabetik, multiple sclerosis, dan fibromyalgia.
Pemeriksaan kornea mata menggunakan CCM dapat mendukung diagnosis Long COVID. Hal itu terutama pada orang yang memiliki gejala gangguan paru serta nyeri neuropatik yang tidak dapat dijelaskan.
Hasil penelitian menemukan, efek long COVID menyebabkan pasien yang terinfeksi virus corona bergejala berat mengalami kerusakan saraf kornea yang lebih parah.
Artikel lainnya: Medfact: Air Keran Positif COVID-19 Usai Dites Antigen, Validkah?
Gejala neurologis, berupa kerusakan saraf kornea tersebut, rata-rata dialami pasien pada pekan ke-4 hingga ke-12.
Penelitian juga menemukan gangguan saraf kornea mata menyebabkan peningkatan sel dendritik. Lonjakan DC merupakan bagian respons imun tubuh.
Meski begitu, para peneliti mengakui riset skala kecil tersebut belum dapat mengonfirmasi apakah kerusakan kornea mata pasien disebabkan oleh SARS-CoV-2.
Tim peneliti berpendapat kerusakan kornea mata bisa saja disebabkan oleh penyakit mata yang dipicu infeksi coronavirus.
“Kami belum bisa menarik kesimpulan yang pasti. Karena ada banyak penyebab terjadinya kerusakan saraf pada mata,” jelas anggota penelitian lainnya, Rayaz A. Malik, PhD.
“Namun jika penyebab kerusakan saraf lainnya dapat dikesampingkan, kami yakin penyebab utama rusaknya saraf kornea mata pasien karena dampak long COVID,” lanjut peneliti dari Departemen Kedokteran, Weill Cornell Medicine Qatar, itu.
Itu dia penelitian soal long COVID dan pengaruhnya pada kesehatan mata. Jika ingin tanya lebih lanjut seputar infeksi virus corona, konsultasikan langsung kepada dokter via Live Chat.
[HNS/JKT]