Sebuah pesan sontak viral mengenai efek samping vaksin COVID-19. Ada rumor tentang peraih Nobel dan ahli virologi asal Prancis, Luc Montagnier, yang mengatakan semua orang yang telah divaksinasi untuk virus corona akan mati dalam waktu 2 tahun.
Benarkah tidak ada peluang untuk bertahan hidup bagi orang-orang yang telah divaksinasi coronavirus? Simak penjelasan dokter berikut.
Benarkah Vaksin COVID-19 Menyebabkan Kematian?
Melansir India Today, Luc Montagnier memang dikenal sebagai ahli virologi yang sering memunculkan isu-isu kontroversial.
Salah satunya muncul tahun 2020, ia sempat mengatakan virus corona diproduksi di laboratorium di Wuhan, China. Namun, pernyataan tersebut tidak dilandasi dengan bukti valid, sehingga dinilai tidak benar.
Kemudian, Luc baru-baru ini disebut-sebut membuat narasi bahwa vaksin COVID-19 menyebabkan kematian 2 tahun kemudian. Setelah ditelusuri, nyatanya tidak ada bukti Luc Montagnier mengatakan hal tersebut.
Artikel Lainnya: Medfact: Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 Picu Kematian?
Muncul juga anggapan yang menyebutkan vaksinasi virus corona dapat menyebabkan varian baru di dalam tubuh. Dokter Theresia Rina Yunita meluruskan hal itu merupakan hoax.
“Tidak benar bahwa vaksin virus corona dapat bermutasi di dalam tubuh dan menyebabkan kematian. Untuk sebuah vaksin dapat digunakan oleh dunia, pastinya sudah lolos berbagai uji keamanan sehingga tidak perlu khawatir ataupun takut,” ucap dr. Theresia.
Faktanya Vaksin Gunakan Virus yang Telah Mati atau Dilemahkan
Menurut dr. Theresia, faktanya vaksin coronavirus menggunakan inactivated virus. Maksudnya, virus telah mati atau dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tidak mampu bereplikasi lagi di dalam tubuh.
“Virus yang dimatikan atau inactivated pada vaksin COVID-19 prinsipnya sama seperti vaksin lain yang sudah kita gunakan selama ini dan terbukti efektif serta aman, contohnya vaksin polio,” jelas dr. Theresia.
Melansir News Medical Life Sciences, beberapa vaksin yang umum digunakan, seperti vaksin cacar air dan MMR, memiliki inactivated virus.
Artikel Lainnya: Medfact: Tes PCR Tak Bisa Bedakan Flu dan COVID-19?
Para peneliti menonaktifkan mikroorganisme hidup menggunakan formaldehida. Setelah virus dilemahkan, peneliti akan membagi beberapa subunit dan hanya mengambil bagian yang dibutuhkan.
Vaksin inactivated virus memerlukan dosis berulang untuk meraih kekebalan yang kuat terhadap virus.
Dosis pertama mempersiapkan sistem kekebalan dalam merespons vaksin. Tetapi, respons imun yang protektif belum berkembang sampai pemberian dosis kedua.
Saat ini, salah satu vaksin virus corona yang menggunakan metode inactivated virus adalah vaksin Sinovac. Vaksin ini telah melalui 3 uji klinis dan memiliki izin penggunaan darurat dari WHO.
Jadi, Anda tak perlu takut divaksinasi. Ketahui fakta medis seputar vaksin COVID-19 di Klikdokter. Anda juga bisa konsultasi langsung melalui LiveChat dokter.
(FR/AYU)