Jika bicara soal tes virus corona yang paling mudah, pasti pikiran Anda langsung menuju pada tes rapid. Ya, sebelum mendapatkan tes PCR, biasanya dilakukan tes rapid terlebih dulu.
Setelah hasilnya reaktif, barulah tes PCR dijadwalkan. Namun, tahukah Anda bahwa rapid test tersebut merupakan rapid antibodi dan bukan rapid antigen?
Apa Itu Rapid Antigen?
Bisa dibilang, metode rapid test antigen ini tingkat keakuratannya di atas rapid test antibodi, tapi masih di bawah PCR.
Antigen adalah zat asing, termasuk virus, yang bisa masuk ke dalam tubuh. Nah, lewat rapid antigen, kita jadi bisa mengetahui apakah virus corona ada di dalam tubuh atau tidak.
Untuk melakukan tes yang satu ini, tenaga medis akan mengambil sampel lendir dari tenggorokan atau hidung pasien lewat teknik swab.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat, mengatakan dalam laman resminya bahwa tes rapid antigen dapat dilakukan pada semua orang alias tidak mengenal usia.
Rapid antigen lebih baik dilakukan pada tahap awal infeksi ketika viral load atau jumlah virus sedang tinggi-tingginya.
Artikel Lainnya: Hasil Tes Swab di Hidung Kanan dan Kiri Berbeda, Ini Alasannya!
Perbedaan Rapid Antigen, Rapid Antibodi, dan PCR
Metode rapid test antigen punya persamaan dan perbedaan dengan rapid antibodi dan PCR.
Persamaan rapid antigen dan rapid antibodi adalah hasil yang diberikan sama-sama cepat, kurang lebih 30 menit setelah dites.
Namun, spesimen yang diambil keduanya berbeda. Pada rapid antibodi, spesimen yang diambil adalah darah.
Adapun pada rapid antigen, spesimen yang diambil adalah lendir. Harga rapid antigen agak lebih mahal daripada rapid antibodi.
Selain itu, tekniknya pun lebih kompleks daripada rapid antibodi. Karena itulah, yang dipakai di kebanyakan fasilitas kesehatan Indonesia adalah rapid antibodi, meski efektivitasnya masih di bawah rapid antigen.
Artikel Lainnya: Penasaran, Ini Cara Kerja Tes Virus Corona Lewat Air Liur!
Persamaan antara rapid antigen dan tes virus corona dengan PCR terletak pada spesimen yang diambil, yaitu lendir di tenggorokan dan hidung. Akan tetapi, hasil yang diberikan PCR jauh lebih lama, bisa sampai satu minggu dan paling cepat satu hari.
Di balik proses lebih lama, ada hasil yang lebih akurat. Karena hasil yang lebih akurat, harganya pun lebih mahal daripada rapid antigen.
Jika Tes COVID-19 dibuat anak tangga, anak tangga yang paling atas diisi oleh PCR, anak tangga kedua rapid antigen, dan anak tangga paling bawah diisi oleh rapid antibodi.
Rapid Antigen Tidak Boleh Dilakukan Mandiri!
Walaupun di atas sudah sempat dijelaskan bahwa metode rapid test antigen lebih akurat daripada rapid antibodi, hal itu bisa berubah, lho!
Kadang karena namanya sama-sama rapid, orang kerap membeli dan melakukannya sendiri. Dokter Dyah Novita Anggraini menjelaskan, “Rapid antigen yang dilakukan sendiri oleh orang awam justru bisa memberikan hasil yang tidak akurat.”
“Kenapa? Karena orang awam tidak paham bagaimana cara dan posisi pengambilan spesimen lendir di hidung dan tenggorokan. Kalau area yang diambil tidak tepat atau sekenanya, ya sama saja,” ucap dokter yang kerap disapa Vita itu.
Atas dasar itulah, Anda tidak boleh meremehkan teknik pengambilan spesimen pada rapid yang satu ini.
Artikel Lainnya: Pengalaman Mengecek Virus Corona secara Pribadi
Agar hasil rapid antigen yang didapatkan lebih akurat, pasien juga sebaiknya tidak menunda pemeriksaan terlalu lama.
“Lima hari setelah timbul gejala, rapid antigen bisa dilakukan,” dr. Vita menambahkan.
Ketimbang rapid antibodi, sebenarnya dr. Vita juga lebih menyetujui penggunaan hasil rapid antigen sebagai pelengkap dokumen perjalanan. Karena sekali lagi, akurasinya lebih baik ketimbang rapid antibodi.
Sayangnya, harga yang lebih murah dan gampangnya teknik pengambilan bikin rapid antibodi yang dipilih sebagai pelengkap dokumen perjalanan.
Tak cuma dokumen perjalanan, hasil rapid antibodi kerap dibutuhkan jika Anda ingin menghadiri acara tertentu di masa pandemi.
Itu dia penjelasan tentang rapid antigen sebagai tes virus corona. Bila masih ada pertanyaan seputar COVID-19 atau pemeriksaan penyakit lain, konsultasikan kepada dokter lewat fitur Tanya Dokter di aplikasi KlikDokter.
(HNS/AYU)