Selama ini polusi udara terbukti menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan, hipertensi, hingga kanker. Namun, ahli meyakini bahaya polusi udara bagi kesehatan melampaui hal tersebut.
Di masa pandemi COVID-19, polusi udara bahkan dapat memperburuk infeksi virus corona. Salah satu studi yang mengkaji efek negatif polusi udara selama pandemi digagas Harvard T.H. Chan School of Public Health.
Menurut riset, peningkatan polusi udara sebanyak 1 mikrogram/meter kubik partikel yang terjadi selama bertahun-tahun, dapat meningkatkan 11 persen risiko kematian akibat infeksi coronavirus.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menganalisis 120 kota di Tiongkok serta 66 kawasan di Italia, Spanyol, Prancis, dan Jerman. Peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara polusi udara dan perburukan infeksi COVID-19.
Bahkan terdapat bukti yang menyebutkan polusi udara juga berperan besar meningkatkan risiko kematian akibat infeksi pernapasan seperti SARS yang juga disebabkan virus corona.
Artikel lainnya: Skenario Keluar dari Jerat Pandemi
Pengaruh Polusi Udara Selama Pandemi COVID-19
Polusi udara merupakan kondisi tercemarnya udara akibat polutan (bahan pencemar) yang beragam.
Disampaikan dr. Maria Neira dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), terdapat enam jenis polutan yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Keenam polutan ini juga berperan besar memperburuk infeksi COVID-19.
“Pertama, yaitu PM (particulate matter) 2.5. Partikel halus ini dapat dengan mudah masuk ke paru-paru, kemudian meracuni aliran darah dan mengganggu organ tubuh,” jelas direktur Public Health, Environment, and Social Determinants of Health Department WHO itu.
“Selanjutnya ada partikel yang berukuran lebih besar dan tetap bisa terhirup, yaitu PM 10,” dia menambahkan.
PM dapat memiliki komposisi yang berbeda, tergantung pada sumbernya. Jenis yang paling berbahaya merupakan PM karbon yang bersumber dari batu bara, pembakaran kayu, maupun bahan bakar.
PM karbon tersebut dapat memicu berbagai penyakit kronis seperti penyakit metabolisme, kardiopulmoner, neurodegeneratif, kanker, hingga berat badan lahir rendah.
Artikel lainnya: Penyakit Kulit dan Kelamin yang Tak diizinkan Vaksin COVID
Adapun keempat polutan lainnya yang juga memperburuk infeksi virus corona, yaitu SO2 (sulfur dioksida), NO (nitrogen oksida), ozon, dan karbon monoksida. Keempatnya bersumber dari lalu lintas dan pembakaran sumber energi fosil.
Deretan polutan tersebut dapat meningkatkan risiko asma, PPOK, bronkiolitis, penyakit kardiovaskular, hingga kematian.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Jurnal European Respiratory Review, terdapat pola hubungan yang kompleks antara polutan dan virus SARS-CoV-2 ketika keduanya berinteraksi di udara.
Sederhananya, polutan dapat memengaruhi persistensi virus corona di udara. Kondisi ini, menurut Francesca Dominici, peneliti Harvard, menyebabkan masyarakat di negara dengan tingkat polusi tinggi punya risiko kematian akibat COVID-19 lebih besar.
Polusi Udara Memperburuk Infeksi Virus Corona
Polusi udara selama pandemi bisa memperparah infeksi virus corona. Bagaimana caranya? Simak mekanisme polutan dalam mengganggu organ tubuh dan melanggengkan pergerakan SARS-CoV-2 berikut.
-
Sistem Pernapasan
Polusi udara dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hingga fibrosis paru. Hal ini karena polutan dapat memicu terjadinya stres oksidatif dan peradangan paru-paru.
Artikel lainnya: Gejala Long COVID pada Anak yang Perlu Diketahui
Adapun coronavirus dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian atas, pneumonia berat, hingga sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
Tingkat keparahan infeksi yang disebabkan SARS-CoV-2 dapat semakin meningkat, karena polusi udara melemahkan sistem pernapasan.
Selain itu, polusi udara juga dapat mengaktifkan protease, enzim yang berperan memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel tubuh.
-
Sistem Kardiovaskular
Paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti stroke, gangguan jantung, atherothrombosis (adanya gumpalan darah pada pembuluh darah arteri sehingga menyumbat aliran darah), dan serangan jantung.
Sebab, polusi udara dapat meningkatkan stres oksidatif, peradangan sistemik, peningkatan interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, IL -18, faktor nekrosis tumor-α, faktor pertumbuhan endotel vaskular, maupun molekul adhesi antarsel-1.
Adapun infeksi COVID-19 gejala berat meliputi semua jenis penyakit kardiovaskular yang dipicu polusi udara, termasuk mioperikarditis, sindrom koroner akut, gagal jantung, hingga penyakit trombotik vaskular seperti emboli paru, vaskulitis, dan koagulasi intravaskular diseminata.
Artikel lainnya: Long COVID Picu Penurunan Kognitif, Diet Ini Solusinya
-
Sistem Metabolisme
Polusi udara juga bertanggung jawab meningkatkan faktor risiko penyakit kardiometabolik, seperti hipertensi dan resistensi insulin.
Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa pasien dengan penyakit kardiometabolik, termasuk diabetes yang terinfeksi COVID-19, lebih berisiko mengalami kematian.
Mengatasi Bahaya Polusi Udara Selama Pandemi
Polusi udara selama pandemi terbukti dapat meningkatkan perburukan dan risiko kematian akibat infeksi virus corona. Meski begitu, Anda tidak perlu berputus asa, kondisi ini dapat diatasi dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Utamanya dengan menjaga jarak, mengenakan masker dan rajin mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. Metode ini merupakan cara paling ampuh mencegah infeksi coronavirus. Selain itu, segeralah melakukan vaksinasi COVID-19.
Sementara itu, jika terinfeksi virus corona, dr. Astrid Wulan Kusumoastuti menyarankan agar Anda tetap disiplin isolasi mandiri di rumah. Hal ini dilakukan agar mencegah terjadinya perburukan COVID-19 akibat polusi udara.
“Karena polusi udara biasanya ada di luar ruangan dan di tempat yang padat dengan manusia atau kendaraan,” katanya.
Jika ingin bertanya lebih lanjut seputar COVID-19 dan efeknya, konsultasikan ke dokter via Live Chat.
[HNS/JKT]