Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam pembuluh darah si penerima atau resipien.
Transfusi darah biasanya dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang guna menyelamatkan nyawa pasien. Kehilangan darah bisa terjadi karena perdarahan hebat maupun operasi. Transfusi darah dapat pula dilakukan untuk meningkatkan jumlah darah pada pasien anemia.
Dari penampakan luarnya, darah hanya terlihat seperti cairan berwarna merah. Namun, sebenarnya darah memiliki berbagai komponen yang berbeda-beda fungsinya. Beberapa komponen yang penting di dalam darah adalah sel darah merah, sel darah putih, trombosit, dan plasma darah yang mengandung faktor pembekuan.
Sebelum darah diberikan kepada pasien, komponen-komponen darah tersebut akan dipisahkan dulu di laboratorium hingga akhirnya terbentuk beberapa kantong darah dengan komponen yang berbeda. Di bawah ini lima jenis transfusi darah yang perlu kamu ketahui.
1. Sel Darah Merah (Packed Red Blood Cell)
Jenis transfusi ini adalah yang paling sering dilakukan. Transfusi sel darah merah dibutuhkan pada kasus anemia berat.
Pada kondisi tersebut, suplementasi vitamin dan mineral tidak cukup cepat untuk bisa membantu tubuh membentuk sel darah merah baru. Karenanya, diperlukan penambahan sel darah merah melalui transfusi.
Kondisi anemia berat yang membutuhkan transfusi sel darah merah, di antaranya anemia akibat perdarahan, penyakit kanker ataupun gagal ginjal kronis. Jenis transfusi darah ini juga perlu dilakukan pada pasien anemia akibat kelainan bentuk sel darah merah, misalnya pada penyakit talasemia.
Artikel lainnya: 5 Efek Menerima Transfusi Darah
2. Konsentrat Trombosit
Setelah darah didonorkan, serangkaian pemeriksaan dilakukan dan darah pasien diproses lebih lanjut. Salah satunya adalah proses pemutaran darah secara cepat yang disebut sentrifugasi.
Dari proses tersebut, trombosit dapat dipisahkan dari sel darah lainnya sehingga didapat konsentrat trombosit.
Secara medis, trombosit berperan penting untuk menghentikan perdarahan. Umumnya, konsentrat trombosit dibutuhkan jika kadar trombosit sangat rendah disertai dengan perdarahan, misalnya mimisan, perdarahan gusi, atau perdarahan saluran pencernaan.
Beberapa penyakit yang membutuhkan konsentrat trombosit adalah leukemia dengan kadar trombosit rendah, anemia aplastik (kelainan produksi sel darah akibat sumsum tulang tak mampu memproduksi sel darah), maupun demam berdarah dengue yang sangat berat.
Artikel lainnya: Donor Plasma Darah, Ini Manfaat dan Efek Sampingnya
3. Plasma Beku Segar (Fresh Frozen Plasma atau FFP)
Fresh frozen plasma (FFP) adalah komponen darah yang terdiri dari semua faktor pembekuan darah. Umumnya, jenis transfusi ini dibutuhkan oleh penderita kelainan pembekuan darah yang sedang mengalami perdarahan.
Selain kondisi tersebut, sering kali transfusi FFP dibutuhkan dalam operasi besar, misalnya operasi coronary artery bypass graft pada jantung.
4. Cryoprecipitate
Seperti halnya FFP, cryoprecipitate digunakan untuk mengatasi gangguan pembekuan darah. Namun, cryoprecipitate mengandung faktor pembekuan yang berbeda dengan FFP. Cryoprecipitate kaya akan fibrinogen dan tiga jenis faktor pembekuan, yaitu faktor VIII, faktor XIII, dan faktor von Willebrand.
Salah satu manfaat cryoprecipitate adalah untuk mengatasi perdarahan pada kondisi hemofilia. Hemofilia adalah penyakit genetik yang hanya dialami oleh laki-laki, ditandai dengan kekurangan faktor VIII atau faktor IX. Terkadang, cryoprecipitate juga diperlukan pada kondisi perdarahan yang masif.
Artikel lainnya: Benarkah Virus Corona Bisa Menular Lewat Transfusi Darah?
5. Whole Blood
Transfusi whole blood artinya seluruh komponen di darah tak dipisahkan, melainkan semuanya langsung diberikan melalui proses transfusi darah. Dahulu, jenis transfusi darah ini sering diberikan pada kasus perdarahan hebat, misalnya akibat kecelakaan atau saat operasi besar.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu pengetahuan, jenis transfusi whole blood bukan hal yang rutin dilakukan. Salah satu alasannya adalah karena jenis transfusi ini memiliki risiko paling tinggi memicu reaksi alergi.
Kini, kamu sudah tahu macam-macam transfusi darah, bukan? Setelah mengetahui jenis transfusi darah dan indikasinya, selanjutnya lakukan aksi nyata dengan donor darah, yuk!
Setiap tahunnya, Palang Merah Indonesia (PMI) menargetkan kebutuhan darah nasional sebanyak 4,5 juta kantong darah. Hal ini disesuaikan dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 2 persen dari jumlah penduduk setiap harinya.
Jika kamu berniat mendonorkan darah, sebaiknya #JagaSehatmu dengan istirahat yang cukup sebelum melakukannya. Selain itu, jangan lupa makan sebelum donor, ya!
Apabila kamu kurang fit, sedang demam, batuk, pilek, atau menderita penyakit lainnya, sangat disarankan untuk menunda dan menunggu sehat kembali agar bisa mendonorkan darah.
Artikel lainnya: Wajib Tahu, Mengenal Metode Transfusi Trombosit
Sebelum donor darah, akan dilakukan skrining terlebih dahulu. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah berat badan sudah cukup, tekanan darah normal, dan hemoglobin (Hb) kamu cukup untuk donor darah.
Kamu juga akan diminta mengisi kuesioner mengenai berbagai riwayat penyakit yang pernah kamu alami. Orang dengan HIV dan hepatitis B tidak disarankan mendonorkan darahnya guna mengurangi risiko penularan.
Setelah darah didonorkan, darah akan diskrining kembali untuk memeriksa potensi adanya HIV dan hepatitis B sebelum diberikan kepada penerima.
Saat kamu melakukan donor darah, darah akan diproses menjadi jenis transfusi darah yang berbeda-beda. Nantinya, penggunaan darah bisa disesuaikan dengan kondisi pasien yang membutuhkan.
Apabila kamu masih penasaran mengenai keamanan proses transfusi darah, konsultasikan langsung langsung lewat fitur Tanya Dokter di aplikasi KlikDokter.
(ADT/JKT)