Kaum gay dan transgender merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tinggi terhadap infeksi HIV/AIDS. Di Amerika Serikat, sejak tahun 2005–2014, diagnosa HIV terhadap kelompok ini mengalami peningkatan sebanyak 6%.
Populasi gay, biseksual, dan transgender di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 2% dari populasi. Namun, 55% dari penderita HIV/AIDS di Amerika adalah berasal dari kaum gay. Apabila terus meningkat, diperkirakan 1 dari 6 gay dan laki-laki biseksual di Amerika Serikat nantinya dapat terdiagnosa dengan HIV.
Sayangnya, di Indonesia sendiri data seperti ini masih sulit ditemukan. Namun bukan berarti hal ini tak mungkin terjadi di negeri ini.
Artikel Lainnya: Cara Mendeteksi Gejala HIV Sesuai Stadium
Faktor Resiko Kaum Gay dan Transgender bisa Terkena Virus HIV
Lalu apa yang membuat kaum gay dan transgender memiliki risiko tinggi terhadap Penyakit HIV? Berikut beberapa faktor risiko tersebut:
-
Seks anal
Kebanyakan gay dan transgender mendapatkan HIV melalui seks anal yang dilakukan tanpa menggunakan kondom. Seks anal adalah tipe seks dengan risiko tertinggi penularan HIV.
-
Homofobia, stigma, dan diskriminasi
Sikap negatif terhadap homo seksualitas dapat mencegah kaum gay dan transgender untuk mendapatkan pengecekan HIV dan menemukan fasilitas kesehatan untuk mencegah serta mengobati HIV.Bicara tentang seks anal, ada dua kategori seks ini yang perlu Anda ketahui. Kategori reseptif (penerima) dan kategori insertif (pelaku).
Menjadi reseptif saat melakukan seks anal berisiko lebih tinggi karena tipisnya lapisan dinding daerah anus. Hal ini membuat virus HIV dapat dengan mudah memasuki tubuh. Bagaimana dengan kategori insertif? Pada pelaku insertif, HIV dapat memasuki tubuh melalui lubang kencing (uretra) atau melalui permukaan pada penis.
Artikel Lainnya: Kenali Gejala HIV Tahap Akhir
Pencegahan HIV
Meski bisa menyerang siapapun, bukan berarti HIV/AIDS tak bisa dicegah. Karena itu, perlu ada tindakan yang harus Anda lakukan agar terhindar dari penyakit infeksi ini.
Beberapa tindakan yang dapat mencegah dan mengurangi infeksi HIV/AIDS antara lain adalah dengan mengurangi seks berisiko. Seks anal tanpa proteksi merupakan aktifitas seksual dengan risiko tertinggi penularan HIV.
Selain itu, batasi jumlah pasangan seks. Semakin banyak pasangan yang Anda miliki, maka akan semakin tinggi tingkat penularan HIV. Sebaiknya, Anda juga menggunakan kondom dengan benar.
Hal lainnya adalah dengan mempertimbangkan profilaksis. Pre-exposure prophylaxis (PrEP) merupakan program pencegahan bagi orang yang tidak memiliki HIV, namun berada pada populasi berisiko atau memiliki pekerjaan tinggi risiko HIV. Misalnya petugas kesehatan atau pekerja seks komersial.
Ya, kaum gay dan transgender memang merupakan kelompok paling berisiko HIV/AIDS. Namun mengucilkan dan menghindari mereka bukan jalan keluar. Adalah tugas seluruh masyarakat untuk menolong mereka, khususnya dalam bentuk edukasi agar terhindar dari serangan penyakit ini.
(DA/RH)