Pengertian
Ipratropium Bromide adalah obat berbentuk cairan inhalasi yang diproduksi oleh Pratapa Nirmala. Ipratropium Bromide digunakan untuk mengatasi asma, dan penyakit paru obstruktif kronis (gejala sesak napas, dan mengi). Ipratropium Bromide merupakan golongan obat keras, sehingga perlu dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter sebelum digunakan.
Keterangan
- Golongan: Obat Keras
- Kelas Terapi: Antiastatik dan Sediaan COPD
- Kandungan: Ipratropium Bromide 0.25 mg/ mL
- Bentuk: Cairan Inhalasi
- Satuan Penjualan: Botol
- Kemasan: Box, Botol @ 2 ml dan 4 ml
- Farmasi: Pratapa Nirmala
Merk dagang yang beredar di Indonesia:
Midatro, Atrovent.
Kegunaan
Ipratropium Bromide digunakan untuk mengatasi asma, dan penyakit paru obstruktif kronis.
Dosis & Cara Penggunaan
Ipratropium Bromide termasuk dalam golongan Obat Keras, maka dari itu penggunaan obat ini harus dengan anjuran resep dokter:
- Sebagai aerosol dosis terukur: diberikan dosis 20-40 mcg sebanyak 3-4 kali sehari; dosis tunggal hingga 80 mcg mungkin diperlukan pada beberapa pasien.
- Sebagai cairan untuk nebulisasi: diberikan dosis 250-500 mcg sebanyak 3-4 kali sehari.
Cara Penyimpanan
- Aerosol / semprotan hidung: Simpan pada suhu 25 ° C. Lindungi dari cahaya atau panas.
- Cairan untuk nebulisasi: Simpan pada suhu antara 15-30 ° C. Lindungi dari cahaya.
Efek Samping
Efek samping penggunaan Ipratropium Bromide yang mungkin terjadi adalah:
- Mulut kering, mual dan muntah
- Sembelit
- Takikardia
- Palpitasi (jantung berdebar)
- Aritmia (gangguan irama jantung)
- Sakit kepala
- Pusing
Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap ipratropium, atropin, atau turunannya.
Interaksi Obat
Efek bronkodilator tambahan jika diberikan bersamaan dengan obat β-adrenergik dan sediaan xantin.
Kategori Kehamilan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengategorikan Ipratropium Bromide ke dalam Kategori B:
Studi pada reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko janin, tetapi tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil atau studi reproduksi hewan telah menunjukkan efek buruk (selain penurunan kesuburan) yang tidak dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada trimester berikutnya).