Defisiensi Protein S (PS deficiency)
Dokter spesialis | dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi medik |
Gejala | gejala defisiensi protein S terkait DVT: nyeri dan bengkak pada tungkai, bengkak pada tungkai umumnya di salah satu sisi tubuh, kemerahan, teraba hangat Gejala defisiensi protein S terkait emboli paru: sesak napas, nyeri dada, jantung berdebar, batuk darah, berkeringat banyak, gelisah, pingsan |
Faktor risiko | riwayat keluarga yang mengalami defisiensi protein S; Usia dewasa; Penggunaan pil KB; Wanita hamil terutama trimester pertama dan kedua; Masalah kesehatan tertentu (infeksi HIV, penyakit hati, penyakit ginjal, lupus eritematosus sistemik); Pembedahan; Kemoterapi |
Cara diagnosis | wawancara medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang |
Pengobatan | terapi obat, edukasi |
Obat | antikoagulan |
Komplikasi | emboli paru berulang, post-thrombotic syndrome, kematian dini pada janin, purpura fulminan |
Kapan harus ke dokter? | segera ke dokter, bila terdapat gejala dan tanda defisiensi protein S; segera ke instalasi gawat darurat, bila terdapat gejala akibat komplikasi defisiensi protein S: sesak napas, nyeri dada, batuk darah, pingsan, atau bercak biru kehitaman disertai mati rasa pada kulit |
Pengertian Defisiensi Protein S
Defisiensi protein S (PS deficiency) adalah kelainan langka pada proses pembekuan darah akibat kadar protein S yang rendah. Sesak napas, nyeri dada, dan jantung berdebar adalah ciri-ciri defisiensi protein S terkait emboli paru. Sementara nyeri dan bengkak pada tungkai adalah tanda defisiensi protein S terkait trombosis vena dalam.
Protein S adalah protein yang berperan pada proses pembekuan darah, peradangan, dan kematian sel secara terprogram. Protein ini pertama kali ditemukan pada tahun 1979 di Seattle dan dinamai satu huruf awal dari nama kota tersebut.
Kekurangan protein S meningkatkan risiko penggumpalan darah di pembuluh darah kaki (trombosis vena dalam) hingga paru-paru (emboli paru). Bila tidak diobati dengan efektif, kondisi ini dapat mengancam jiwa.
Artikel Lainnya: Waspada, Gaya Hidup Sedenter Bisa Memicu Emboli Paru
Penyebab Defisiensi Protein S
Defisiensi protein S terjadi akibat kelainan genetik yang diturunkan dalam satu garis keluarga. Artinya, risiko seseorang akan semakin tinggi mengalami kondisi ini bila terdapat anggota keluarga dengan defisiensi protein S.
Mutasi pada gen PROS1 diduga sebagai penyebab spesifik kelainan ini.
Protein S dibentuk di hati dan merupakan antikoagulan (pencegah pembekuan darah) yang bekerja sama dengan vitamin K. Bila vitamin K membantu proses pembekuan darah, maka protein S menjaga agar proses tersebut tidak berlebihan.
Bila kadar protein S berkurang, maka berisiko terjadinya bekuan darah di pembuluh darah (trombosis).
Selain disebabkan oleh kelainan genetik, defisiensi protein S juga bisa terjadi akibat kondisi lain, termasuk:
- Kekurangan (defisiensi) vitamin K
- Lupus eritematosus sistemik
- Penyakit hati
- Infeksi kronis, seperti infeksi HIV (human immunodeficiency virus)
- Koagulasi intravaskuler diseminata
- Sindrom nefrotik (kerusakan ginjal)
Faktor Risiko Defisiensi Protein S
Berikut berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko defisiensi protein S:
- Riwayat keluarga yang mengalami defisiensi protein S
- Usia dewasa dikaitkan dengan kejadian trombosis vena dalam pada defisiensi protein S
- Wanita hamil terutama trimester pertama dan trimester kedua
- Penggunaan pil KB (kontrasepsi hormonal)
- Masalah kesehatan tertentu, seperti infeksi HIV, penyakit hati, penyakit ginjal, dan lupus eritematosus sistemik
- Menjalani pembedahan atau kemoterapi
Gejala Defisiensi Protein S
Kekurangan atau defisiensi protein S berhubungan dengan trombosis vena dalam (deep vein thrombosis atau DVT) dan emboli paru (pulmonary emboli).
1. Gejala Defisiensi Protein S terkait DVT
Ciri-ciri defisiensi protein S terkait trombosis vena dalam (deep vein thrombosis atau DVT) di antaranya adalah:
- Nyeri dan bengkak pada tungkai
- Bengkak pada tungkai umumnya di salah satu sisi tubuh (unilateral)
- Kemerahan
- Teraba hangat
2. Gejala Defisiensi Protein S terkait Emboli Paru
Ciri-ciri defisiensi protein S terkait emboli paru di antaranya adalah:
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Jantung berdebar
- Batuk darah
- Berkeringat banyak
- Gelisah
- Pingsan (sinkop)
Artikel Lainnya: Efek Gangguan Pembekuan Darah pada Tubuh
Diagnosis Defisiensi Protein S
Dokter akan menentukan diagnosis defisiensi protein S melalui wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dokter akan menanyakan keluhan, riwayat penyakit penderita dan keluarga, riwayat pengobatan, status kehamilan, dan faktor risiko lainnya.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik umum dan lokal. Pemeriksaan fisik berguna untuk menilai keadaan umum, kesadaran, dan tanda-tanda vital, serta mengidentifikasi tanda-tanda defisiensi protein S.
Pemeriksaan penunjang akan direkomendasikan berdasarkan hasil wawancara medis dan pemeriksaan fisik. Berikut pemeriksaan penunjang yang dipertimbangkan:
- Uji aktivitas protein S. Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah untuk mengukur aktivitas antikoagulan.
- Antigen bebas protein S. Pemeriksaan ini juga menggunakan sampel darah untuk mengukur kadar protein S bebas (tidak terikat).
- Antigen total protein S. Tes ini dilakukan untuk menilai konsentrasi protein S bebas dan terikat (total) dalam darah.
- Analisis genetik. Pemeriksaan ini berguna untuk mengidentifikasi kelainan genetik pada defisiensi protein S.
Pengobatan Defisiensi Protein S
Cara mengobati defisiensi protein S adalah berobat ke dokter. Secara umum, pengobatan defisiensi protein S pada orang dewasa ditangani oleh dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi medik.
Selain itu, diperlukan kolaborasi antarmultidisiplin kedokteran bergantung pada kondisi kesehatan penderita secara keseluruhan. Mengenai metode pengobatan akan didiskusikan oleh dokter bersama penderita.
Berikut cara mengobati defisiensi protein S yang dipertimbangkan oleh dokter:
1. Terapi Obat
Obat yang diresepkan oleh dokter untuk mengobati defisiensi protein S pada trombosis akut adalah obat antikoagulan.
Antikoagulan berguna untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah. Beberapa contoh obatnya adalah unfractionated heparin, vitamin K antagonist, dan direct oral anticoagulants (dabigatran, apixaban, edoxaban).
2. Edukasi
Dokter akan menasehati penderita mengenai aturan dan lama mengonsumsi obat, kemungkinan efek samping, dan pemantauan. Secara umum, defisiensi protein S yang disebabkan oleh kelainan genetik akan menerima antikoagulan dalam waktu yang lama.
Pengobatan untuk tujuan pencegahan dianjurkan pada penderita yang berisiko mengalami trombosis, seperti:
- Menjalani pembedahan
- Kehamilan
- Melakukan perjalanan udara
- Tidak melakukan aktivitas (imobilisasi) dalam jangka panjang.
Artikel Lainnya: Komplikasi Emboli Paru yang Harus Diwaspadai
Pencegahan Defisiensi Protein S
Defisiensi protein S yang disebabkan oleh kelainan genetik belum dapat dicegah sepenuhnya. Meski demikian, terdapat beberapa upaya mengendalikan faktor risiko defisiensi protein S dan trombosis seperti:
- Menerapkan diet gizi seimbang dan minum air putih sesuai kebutuhan tubuh.
- Melakukan olahraga yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang, 3-5 hari seminggu, selama 30-45 menit tiap olahraga. Contoh olahraganya adalah jalan cepat, bersepeda santai, dan berenang.
- Menjaga berat badan agar berada di indeks massa tubuh (IMT) normal, yaitu 18,5-22,9 kg/m² untuk populasi Asia. Kamu dapat mengecek indeks massa tubuh lewat toolsKalkulator BMI.
- Tidak merokok dan menjauhi asap rokok di sekitar.
- Bila sedang hamil atau mengalami infeksi kronis, penyakit hati atau penyakit ginjal, maka lakukan kontrol rutin ke dokter.
- Memeriksakan diri secara berkala (medical check up) ke dokter, terutama bagi yang memiliki faktor risiko.
- Mengelola stress emosional dengan baik, seperti terhubung dengan orang-orang tersayang, teknik relaksasi, dan menumbuhkan self love.
Komplikasi Defisiensi Protein S
Defisiensi protein S berisiko menimbulkan berbagai komplikasi, bila tidak memperoleh penanganan medis. Berikut komplikasi defisiensi protein S yang mungkin terjadi:
- Emboli paru berulang (Recurrent pulmonary embolism)
- Post-thrombotic syndrome
- Kematian dini pada janin (Early fetal loss)
- Purpura fulminan
Kapan Harus ke Dokter ?
Sangat penting untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dan penanganan yang tepat untuk kasus defisiensi protein S. Segera ke dokter, bila kamu mengalami gejala dan tanda di atas.
Segera ke instalasi gawat darurat, bila terdapat salah satu gejala akibat komplikasi defisiensi protein S, seperti:
- Nyeri dada
- Sesak napas
- Batuk darah
- Pingsan
- Bercak biru kehitaman disertai mati rasa pada kulit
Jika kamu ingin tahu lebih banyak tentang cara mengatasi defisiensi protein S, yuk #JagaSehatmu dengan download aplikasi KlikDokter! Manfaatkan layanan konsultasi kesehatan 24 jam langsung dengan dokter melalui fitur Tanya Dokter online.
(APR)
- Gupta A, Tun AM, Gupta K, Tuma F. Protein S deficiency. StatPearls [Internet]. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544344/ Diakses 3 Oktober 2023.
- Sukrisman L. Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 6. InternaPublishing. 2014.
- Roshal M, Gil MR. Protein S Deficiency Evaluation. Transfusion Medicine and Hemostasis (Third Edition). 2019. https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/protein-s-deficiency Diakses 3 Oktober 2023.
- Freed J, Bauer KA. Thrombophilia. Consultative Hemostasis and Thrombosis (Fourth Edition). 2019. https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/protein-s-deficiency Diakses 3 Oktober 2023.
- Mukhtar B, Garg R, Ibrahim G, Batra J. Investigating protein C and S levels in pregnant women with recurrent early pregnancy loss versus normal pregnancy. Journal of Medicine and Life. 2023.
- Totoki T, D'Alessandro-Gabazza CN, Toda M, Tonto PB, Takeshita A, Yasuma T, Nishihama K, Iwasa M, Horiki N, Takei Y, Gabazza EC. Protein S exacerbates chronic liver injury and fibrosis. The American Journal of Pathology. 2018.
- Waheed SM, Kudaravalli P, Hotwagner DT. Deep vein thrombosis. StatPearls [Internet]. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507708/ Diakses 3 Oktober 2023.
- Marlar RA, Gausman JN, Tsuda H, Rollins‐Raval MA, Brinkman HJ. Recommendations for clinical laboratory testing for protein S deficiency: communication from the SSC committee plasma coagulation inhibitors of the ISTH. Journal of Thrombosis and Haemostasis. 2021.
- Schein JR, White CM, Nelson WW, Kluger J, Mearns ES, Coleman CI. Vitamin K antagonist use: evidence of the difficulty of achieving and maintaining target INR range and subsequent consequences. Thrombosis journal. 2016.
- Chen A, Stecker E, A. Warden B. Direct oral anticoagulant use: a practical guide to common clinical challenges. Journal of the American Heart Association. 2020.
- Sugimoto K, Kadosaki M, Egawa A, Tokitou R, Urayama M, Takeuchi M. Preventative management against thromboembolism using fresh frozen plasma in a coronary artery bypass graft patient with protein S deficiency: a case report. JA Clinical Reports. 2018.
- Perera TB, Murphy-Lavoie HM. Purpura fulminans. StatPearls [Internet]. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532865/ Diakses 3 Oktober 2023.
- Cleveland Clinic. Protein S Deficiency. 2021. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21877-protein-s-deficiency Diakses 3 Oktober 2023.
- Sandrini L, Ieraci A, Amadio P, Zarà M, Barbieri SS. Impact of acute and chronic stress on thrombosis in healthy individuals and cardiovascular disease patients. International journal of molecular sciences. 2020.
- Goldhaber SZ, Fanikos J. Prevention of deep vein thrombosis and pulmonary embolism. Circulation. 2004.
- Stahl CP, Wideman CS, Spira TJ, Haff EC, Hixon GJ, Evatt BL. Protein S deficiency in men with long-term human immunodeficiency virus infection. Blood. 1993.