Sindrom Jacob
Dokter spesialis |
Dokter spesialis anak |
Gejala |
Gangguan belajar, keterlambatan bicara, gangguan motorik |
Faktor Risiko |
Kelainan genetik |
Cara Diagnosis |
Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (genetik) |
Pengobatan |
Terapi motorik, terapi bicara |
Obat |
Bila perlu akan diberikan oleh psikiater (sesuai gejala) |
Komplikasi |
Gangguan perkembangan motorik dan bicara |
Kapan Harus ke Dokter? |
Jika terdapat gangguan perkembangan anak, terlebih jika sudah ditemukan red flag |
Pengertian
Sindrom Jacob adalah gangguan genetik yang disebabkan oleh kelainan kromosom XY. Penyakit ini dialami oleh bayi laki-laki.
Penderita sindrom ini dapat mengalami kesulitan bicara, gangguan perilaku, hingga bertubuh lebih tinggi dibanding anak seusianya.
Penyakit ini tergolong jarang terjadi. Data menyatakan bahwa diperkirakan 1 dari 1.000 bayi baru lahir mengalami sindrom ini.
Meskipun tidak bisa disembuhkan, ada beberapa terapi yang bisa membantu penderita.
Penyebab
Penyebab sindrom Jacob adalah kelainan pada kromosom XY. Secara normal, laki-laki memiliki kromosom seks berupa kromosom XY.
Pada sindrom Jacob, terjadi kelebihan kromosom Y, sehingga kromosom laki-laki yang dibentuk adalah XYY. Oleh karena itu, terkadang penyakit ini disebut sebagai sindrom XYY atau sindrom YY.
Hal yang menyebabkan terjadinya kelebihan kromosom ini belum diketahui dengan jelas hingga saat ini.
Namun, sindrom Jacob bukanlah kecacatan atau kelainan yang diturunkan dari orang tua ke anak.
Artikel lainnya: Cara Mengatasi Kesulitan Berbicara (Gagap)
Gejala
Meskipun memengaruhi kromosom seks XY, penderita sindrom Jacobs tidak mengalami gangguan fungsi seksual.
Ia tetap mengalami pubertas dan maturase seksual pria sebagaimana seharusnya, kesuburannya pun tidak terganggu.
Selain itu, penampilan fisiknya dari luar pun tidak berbeda dengan laki-laki normal. Hanya saja, umumnya penderita sindrom Jacob lebih tinggi dibanding tinggi badan rata-rata pria seusianya.
Gangguan yang terjadi pada penderita sindrom Jacob adalah gangguan fungsi kognitif, berupa gangguan belajar (misalnya tidak mampu membaca atau menulis), keterlambatan bicara, dan gangguan dalam bahasa.
Selain hal-hal tersebut, gejala dan ciri-ciri penderita sindrom jacob yang bisa dikenali antara lain:
- Gangguan motorik seperti terlambat bisa duduk atau berjalan
- Ototnya lemah
- Tangan tremor
- Kejang berulang
- Telapak kaki datar (flat feet)
- Kelebihan atau abnormalitas jari tangan kaki
- Tulang punggung melengkung (skoliosis)
- Laki-laki yang mengalami sindrom Jacob juga sering mengalami gangguan emosional dan perilaku. Seperti, cemas berlebihan, hiperaktif (ADHD), dan depresi.
Faktor Risiko
Belum diketahui faktor risiko apa yang menyebabkan terjadinya kelebihan kromosom XY pada penderita sindrom Jacob.
Selain itu, sindrom Jacob juga bukan kecacatan atau kelainan yang diturunkan dari orang tua kepada anak.
Artikel lainnya: Ragam Pengobatan dan Terapi untuk Skoliosis
Diagnosis
Penampilan fisik penderita sindrom Jacobs sama seperti orang normal. Tidak tampak kecacatan fisik khusus pada penderitanya.
Karena gejala utama dari sindrom Jacobs adalah gangguan belajar dan keterlambatan bicara, penyakit ini baru dipikirkan bila seorang anak laki-laki mengalami keterlambatan bicara atau ketidakmampuan membaca menulis.
Untuk memastikan adanya sindrom Jacob, perlu dilakukan pemeriksaan genetika dengan karyotyping.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel dari darah; atau jika bayi masih di dalam kandungan, sampel diambil dari cairan ketuban.
Jika ditemukan kelebihan kromosom Y pada pemeriksaan karyotyping, hal itu memastikan adanya sindrom Jacob.
Pengobatan
Sindrom Jacob tidak bisa disembuhkan. Namun gangguan kognitif dan motorik yang terjadi pada orang dengan sindrom Jacob bisa diminimalkan.
Semakin cepat pengobatan dilakukan, gangguan kognitif dan motorik yang terjadi akan semakin sedikit.
Studi membuktikan bahwa intervensi dini berupa terapi motorik dan terapi wicara efektif untuk mengatasi dan mencegah gangguan perkembangan anak. Intervensi ini dilakukan oleh dokter spesialis anak ahli tumbuh kembang.
Selain itu, bila penderita sindrom Jacob mengalami gangguan cemas, depresi, atau ADHD, pengobatan oleh psikiater juga diperlukan.
Psikiater akan melakukan terapi perilaku dan memberikan beberapa obat-obatan untuk mengatasi gejala yang dialami.
Anak-anak yang menderita sindrom Jacob sebaiknya tidak bersekolah di sekolah umum. Sebab pelajaran di sekolah umumnya tidak akan bisa diterima dan dimengerti dengan baik.
Selain itu, anak dengan sindrom Jacob juga lebih rentan mengalami bullying di sekolah umum. Sekolah khusus anak yang mengalami gangguan belajar atau homeschooling lebih cocok untuk penderita sindrom Jacob.
Artikel lainnya: Cara Tepat yang Efektif Cegah Down Syndrome
Pencegahan
Hingga saat ini belum ada hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya sindrom Jacob.
Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan baik pada fase awal, kemungkinan anak akan mengalami gangguan dalam perkembangan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan segera ketika anak mengalami ciri-ciri sindrom Jacob di atas, seperti keterlambatan bicara dan gangguan motorik.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika si kecil alami gangguan dalam perkembangan, terlebih jika sudah disertai dengan red flag berdasarkan tumbuh kembang anak seusianya, segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter spesialis anak.
Kamu bisa berkonsultasi dengan dokter spesialis anak di KlikDokter. Yuk, jangan tunggu sakit memberat. #JagaSehatmu setiap hari.
[HNS/NM]
Re, L. and Birkhoff, J.M. (2015) “The 47,XYY syndrome, 50 years of certainties and doubts: A systematic review,” Aggression and Violent Behavior, 22, pp. 9–17. Available at: https://doi.org/10.1016/j.avb.2015.02.003.
Stochholm, K., Juul, S. and Gravholt, C.H. (2010) “Diagnosis and mortality in 47,XYY persons: A registry study,” Orphanet Journal of Rare Diseases, 5(1). Available at: https://doi.org/10.1186/1750-1172-5-15.
Davis, J.L. et al. (2019) “Tremor and dystonia in jacob's syndrome (47,XYY),” Movement Disorders Clinical Practice, 7(1), pp. 107–108. Available at: https://doi.org/10.1002/mdc3.12875.