Masalah Ginjal dan Saluran Kemih

Proteinuria

apt. Yasmin Azhar, S.Farm, 19 Agu 2024

Ditinjau oleh Aprinda

Proteinuria adalah kadar protein tinggi dalam urin. Kondisi ini dapat bersifat sementara akibat dehidrasi maupun persisten karena penyakit ginjal.

Proteinuria

Proteinuria

Dokter spesialis

Spesialis penyakit dalam, subspesialis nefrologi

Gejala

Proteinuria sementara biasanya tidak menunjukkan gejala, proteinuria persisten dalam tahap berat akan menyebabkan urin berbusa, pembengkakan di pergelangan kaki, atau pembengkakan di tangan, sesak nafas, sering buang air kecil, kram otot, mual dan muntah, nyeri pinggang.

Faktor resiko

Diabetes melitus, hipertensi (tekanan darah tinggi), penyakit autoimun, riwayat keluarga, Lansia (lanjut usia), merokok, penggunaan Obat-obatan tertentu, dehidrasi, aktivitas fisik yang intens.

Metode diagnosis

Pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan kuantitatif (protein total) dan pemeriksaan semi kuantitatif (carik celup, metode asam sulfosalisilat 20%, metode asam asetat 10 %)

Pengobatan

Mengatasi gejala dasar dan obat-obatan 

Obat

Enalapril, captopril, losartan, valsartan, spironolakton, furosemid, tiazid, trimethoprim-sulfamethoxazole, nitrofurantoin, eplerenone, diltiazem, verapamil, efonidipin, benedipin

Komplikasi

Gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, hipertensi (tekanan darah tinggi), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), trombosis vena dalam (DVT), emboli paru (PE), infeksi (infeksi saluran kemih, HIV, Hepatitis B dan C), nefropati diabetik, glomerulonefritis, stroke 

Kapan harus ke dokter?

Bila gangguan tidak mendapatkan respon yang baik dan gejala yang ditimbulkan semakin parah atau terdapat tanda-tanda yang mengindikasikan gangguan lain seperti gagal ginjal akut.

Pengertian Proteinuria

Proteinuria adalah peningkatan jumlah urine melebihi 150 mg/hari pada orang dewasa dan 140 mg/hari pada anak-anak. Proteinuria dikelompokkan menjadi proteinuria sementara dan persisten.

Proteinuria sementara (transient proteinuria) adalah kondisi protein muncul dalam urine secara sementara yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih, demam, dan olahraga berat. Kondisi ini biasanya tidak menunjukkan masalah ginjal yang serius dan dapat ditangani dengan lebih mudah.

Sementara proteinuria persisten, terjadi secara terus-menerus saat protein ditemukan dalam urine dalam beberapa tes urine berturut-turut. Hal ini, dapat menjadi tanda adanya gangguan ginjal yang serius.

Proteinuria persisten dapat terjadi akibat penyakit ginjal primer seperti glomerulonefritis, serta penyakit ginjal sekunder akibat kondisi sistemik seperti diabetes, penyakit jaringan ikat, vaskulitis, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.

Proteinuria yang bersifat sementara umumnya tidak menunjukkan gejala dan tidak disadari oleh penderitanya.

Bila gangguan ini tidak teratasi dengan baik, proteinuria akan menjadi persisten yang akan menyebabkan urine berbusa, pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki, tangan dan wajah, dan sering buang air kecil.

Proteinuria dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik. Namun, memastikan kondisi ini juga dapat dilakukan pemeriksaan kuantitatif seperti perhitungan protein total dalam 24 jam, dan pemeriksaan semi kuantitatif seperti pengujian carik celup, metode asam sulfosalisilat 20 persen, dan metode asam asetat 10 persen.

Pengobatan proteinuria dapat dilakukan dengan mengatasi penyebabnya, seperti rehidrasi cairan pada saat dehidrasi, mengurangi aktivitas berat yang intens, ataupun menghentikan penggunaan obat-obatan yang dapat merusak ginjal bila memiliki faktor risiko tinggi.

Pemberian obat-obatan untuk menurunkan jumlah protein dalam urine juga dianjurkan seperti obat penghambat enzim angiotensin-converting (ACEI) dan antagonis reseptor angiotensin (ARB). Terapi diuretik juga dapat diberikan bila terjadi penumpukan cairan pada tubuh akibat proteinuria berat.

Artikel lainnya: Jenis-Jenis Penyakit Ginjal yang Harus Anda Tahu

Penyebab Proteinuria

Proteinuria dapat dikelompokkan menjadi proteinuria sementara dan proteinuria persisten (penyakit ginjal primer, penyakit ginjal sekunder dan penyakit lain). Keduanya memiliki penyebab yang berbeda sebagai berikut:

Proteinuria Sementara

  • Infeksi saluran kemih: Peradangan pada saluran kemih dapat meningkatkan permeabilitas glomerulus yang menyebabkan peningkatan protein di dalam urine.
  • Proteinuria ortostatik: Perubahan posisi tubuh yang mempengaruhi aliran darah di ginjal seperti berdiri untuk waktu yang lama. Kondisi ini sering dialami oleh remaja dan dewasa muda dan proteinuria akan menghilang ketika berbaring karena aliran darah kembali normal.
  • Demam: Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan fungsi permeabilitas glomerulus yang akan memungkinkan protein untuk tidak tersaring. Kondisi ini akan kembali normal bila demam sembuh.
  • Olahraga berat: Aktivitas fisik berat akan menyebabkan proteinuria sementara karena meningkatkan tekanan darah melalui ginjal. Proteinuria akan hilang saat beristirahat.
  • Paparan dingin ekstrem: Paparan dingin akan menyebabkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) dan perubahan aliran darah ke ginjal. Kondisi ini akan menyebabkan proteinuria sementara. Bila tubuh kembali pada suhu yang normal gangguan ini akan menghilang.
  • Kehamilan: Trimester ketiga kehamilan memiliki risiko tinggi mengalami proteinuria karena peningkatan tekanan pada ginjal dan perubahan hemodinamik. Bila kondisi ini berlangsung dalam jangka panjang, penanganan yang tepat harus dilakukan untuk mencegah preeklampsia.

Proteinuria Persisten

  • Penyakit ginjal primer: Kerusakan glomerulus salah satunya glomerulonefritis yang menyebabkan peradangan salah satu unit penyaring ginjal, yaitu glomerulus, sehingga protein masuk ke urine.
  • Kerusakan tubulus ginjal: Kondisi ini menyebabkan protein masuk kedalam urine dan terjadi secara persisten karena tubulus yang rusak tidak dapat menyerap kembali protein.
  • Penyakit ginjal sekunder: Diabetes melitus yang diakibatkan oleh peningkatan kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) dapat merusak glomerulus pada kondisi kronis yang menyebabkan protein bocor ke dalam urine. Ada pula vaskulitis, amiloidosis, mieloma multipel kan mengakibatkan kerusakan pada ginjal yang berujung proteinuria.
  • Penyakit lainnya. Gagal jantung kongestif menyebabkan penumpukan cairan di berbagai bagian tubuh, termasuk ginjal yang dapat merusak glomerulus, sehingga protein masuk ke urine. Hipertensi akan merusak glomerulus yang menyebabkan protein bocor ke dalam urine.

Artikel lainnya: Tanda-Tanda Air Kencing yang Tidak Normal

Faktor Risiko Proteinuria

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan mengalami proteinuria termasuk:

  • Riwayat keluarga: Genetik berperan dalam meningkatkan proteinuria dengan mempengaruhi risiko penyakit ginjal yang diturunkan dalam keluarga, seperti penyakit ginjal polikistik (PKD).
  • Usia: Penurunan fungsi ginjal alami yang dialami oleh lanjut usia akan meningkatkan risiko proteinuria.
  • Kerusakan ginjal: Ginjal berfungsi mengambil kembali zat-zat penting dari filtrat urine yang berada di ginjal, sehingga zat-zat tersebut, salah satunya protein tidak hilang bersama urine. Bila terjadi kerusakan ginjal akan memudahkan protein lolos ke dalam urine, sehingga kadar protein akan meningkat pada urine.
  • Memiliki masalah kesehatan: Ini meliputi hipertensi, diabetes melitus, gangguan autoimun, dan dehidrasi.
  • Aktivitas atau kebiasaan tertentu: Aktivitas fisik, stres, penggunaan obat-obatan tertentu, dan merokok yang intens dapat meningkatkan risiko adanya penumpukan protein di urine.

Gejala Proteinuria 

Tahap awal gangguan protein didalam urin tidak memunculkan gejala yang signifikan pada pasien. Namun, kondisi proteinuria berat akan menimbulkan sindrom nefrotik yang ditandai dengan penumpukan air di dalam tubuh serta kondisi lainnya, seperti:

Artikel lainnya: Beragam Arti Warna Urine yang Wajib Kamu Ketahui

Diagnosis Proteinuria

Diagnosis proteinuria akan ditentukan oleh dokter melalui wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Setelah menanyakan keluhan dan faktor risiko, maka dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, dan mengidentifikasi tanda dan gejala yang mungkin berhubungan dengan proteinuria terutama penurunan pengeluaran jumlah urine.

Proteinuria tidak selalu dapat dipastikan hanya dengan menggunakan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk awal namun, untuk kepastian diagnosa diperlukan pemeriksaan penunjang.

Pada umumnya pemeriksaan proteinuria terdiri dari pemeriksaan kuantitatif (protein total) dan pemeriksaan semi kuantitatif (carik celup, metode asam sulfosalisilat 20 persen, metode asam asetat 10 persen).

1. Protein Total Urin selama 24 Jam

Pengujian dilakukan dengan cara mengumpulkan semua urine yang dikeluarkan selama 24 jam dalam wadah khusus. Lalu dilakukan pemeriksaan pada laboratorium untuk analisis. 

Nilai normal protein biasanya kurang dari 150 mg/24 jam. Peningkatan kadar protein dalam urine menunjukkan adanya proteinuria.

2. Tes Dipstick Urin (Carik Celup)

Tes ini menggunakan dipstick (strip uji), dimulai dengan mengambil sampel urine yang diletakkan pada wadah bersih. Kemudian dicelupkan dipstick (strip uji) ke dalam urine.

Warna pada strip akan berubah sesuai dengan kadar protein dalam urine. Hasil diukur secara kualitatif dari negatif hingga 4+, di mana:

  • Bila hasil "negatif" berarti tidak ada protein yang terdeteksi dan "4+" menunjukkan tingkat protein yang sangat tinggi.
  • Bila kadar protein > 10 mg/dL, dipstick akan menunjukkan warna merah muda atau ungu.

3. Pemeriksaan Metode Asam Sulfosalisilat 20%

Pemeriksaan bertujuan mengukur kadar protein dalam urine dengan cara menambahkan asam sulfosalisilat 20% ke dalam urine.

Lalu campuran tersebut diaduk dan ditunggu dalam beberapa menit. Bila urine tiba-tiba keruh menunjukkan adanya protein. Semakin banyak kekeruhan, semakin tinggi kadar protein dalam urine.

4. Pemeriksaan Metode Asam Asetat 10%

Pemeriksaan ini menggunakan asam asetat 10%, yakni asam asetat 10% akan diteteskan pada urine, lalu diaduk secara sempurna dan ditunggu perubahan pada urine.

Bila tidak ada perubahan warna maka hasil pengujian negatif atau tidak ada ditemukan protein. Namun sebaliknya warna akan semakin gelap, hasil pemeriksaan ini akan dinilai dari positif 1+ hingga 4+, sebagai berikut:

  • 1+ menunjukkan kadar protein rendah.
  • 2+ menunjukkan kadar protein sedang.
  • 3+ menunjukkan kadar protein tinggi.
  • 4+ menunjukkan kadar protein sangat tinggi.

Pengobatan Proteinuria 

Pengobatan yang tepat dan pemantauan yang cermat akan membantu mengendalikan proteinuria sekaligus mengurangi risiko komplikasi pada ginjal.

Menangani proteinuria dapat dengan mengatasi penyebab dasarnya ataupun pemberian obat-obatan untuk mengurangi kadar protein dalam urine. Berikut beberapa langkah yang dilakukan untuk mengatasi gangguan proteinuria, antara lain:

1. Mengatasi Penyebab Dasar

Mengidentifikasi penyebab dasar proteinuria merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Dilanjutkan dengan mengatasi penyebabnya, seperti menghentikan penggunaan obat yang berpotensi menyebabkan proteinuria, memenuhi kebutuhan cairan saat mengalami dehidrasi.

Bisa juga dengan pemberian antibiotik sulfonamida (trimethoprim-sulfamethoxazole) dan nitrofurantoin pada pasien yang mengalami infeksi saluran kemih, serta mengontrol tekanan darah, dan mengelola diabetes melitus.

2. Obat-obatan

Untuk mengurangi jumlah protein dalam urine, terutama albumin beberapa obat seperti ACE inhibitor (enalapril, captopril) dan ARB (losartan, valsartan) dianjurkan untuk orang dewasa yang mengalami proteinuria lebih dari 300 mg dalam 24 jam.

Jika seseorang memiliki proteinuria sedang hingga berat dan juga mengalami kelebihan cairan, diuretik (furosemid, tiazid) serta pembatasan asupan garam dianjurkan untuk mengatasi masalah ini.

Antagonis aldosteron (spironolakton, eplerenone) juga dapat membantu mengurangi proteinuria, namun kombinasi dengan ACE inhibitor bisa meningkatkan risiko efek samping seperti kadar kalium tinggi (hiperkalemia) dan pembesaran payudara pada pria (ginekomastia).

Selain itu, penghambat saluran kalsium non-dihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil terbukti lebih efektif dalam mengurangi proteinuria dibandingkan penghambat saluran kalsium dihidropiridin.

Penghambat saluran kalsium baru, seperti efonidipin dan benedipin, jika digunakan bersama ARB, juga dapat membantu mengurangi proteinuria. 

Penggunaan obat-obatan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah protein dalam urine dan mengelola risiko serta efek samping yang mungkin timbul.

Artikel lainnya: Berapa Kali Normalnya Buang Air Kecil dalam Sehari?

Pencegahan Proteinuria 

Berikut berbagai tindakan yang bisa Kamu lakukan untuk mencegah terbentuknya Proteinuria:

  • Hindari kondisi dehidrasi dengan cara memenuhi kebutuhan cairan tubuh seperti minum air ketika cuaca panas, lembab, dan dingin atau saat beraktivitas yang banyak mengeluarkan keringat.
  • Bila mengalami dehidrasi berat akibat diare atau muntah, segera lakukan rehidrasi cairan.
  • Diet seimbang dengan mengonsumsi buah, sayur-sayuran, makanan rendah garam, lemak, dan gula.
  • Mengurangi konsumsi protein berlebihan (diet tinggi protein).
  • Mengontrol tekanan darah dengan olahraga, diet sehat, mengurangi garam dan meminum obat antihipertensi secara rutin bila menderita tekanan darah tinggi.
  • Mengelola kadar gula darah dan lakukan pemeriksaan secara berkala.
  • Pertahankan berat badan ideal.
  • Pada pasien dengan resiko tinggi harus menghindari obat-obat yang terindikasi merusak ginjal seperti NSAID, amfoterisin B, antibiotik aminoglikosida, dan ACEI (penghambat enzim pengubah angiotensin).
  • Menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk mencegah infeksi.
  • Mengatur pola makan yang sehat dan seimbang.
  • Mengelola stress dan menjaga mood agar tetap stabil.
  • Berhenti merokok.

Komplikasi Proteinuria

Hadirnya protein didalam urine (proteinuria) menjadi tanda terganggunya fungsi ginjal terutama dalam menyaring, gangguan ini dapat menimbulkan komplikasi lain sesuai penyebab terjadinya, salah satunya:

Obat Terkait Proteinuria

Kapan Harus ke Dokter?

Periksakan diri ke dokter, bila terjadi pembengkakan di pergelangan kaki, tangan atau wajah hingga sulit bernafas. Jika Kamu ingin tahu lebih banyak seputar azotemia, yuk #JagaSehatmu dengan download aplikasi KlikDokter di Google Play dan App Store.