Difteri
Dokter spesialis |
kolaborasi antar multidisiplin kedokteran bergantung pada kondisi kesehatan penderita; dokter spesialis telinga hidung tenggorokan (THT), spesialis paru, spesialis anak bagi pasien anak, spesialis penyakit dalam bagi pasien dewasa, dan spesialis terkait lainnya |
Gejala |
bervariasi dari tanpa gejala sampai keadaan berat; Lapisan berwarna abu-abu di tenggorokan dan amandel, demam, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, kesulitan menelan, suara serak, pembesaran kelenjar getah bening, lemas, kelelahan, luka kulit yang ditutupi oleh selaput berwarna abu-abu |
Faktor risiko |
sering pada anak berusia di bawah 12 tahun, belum pernah atau tidak menerima imunisasi difteri dengan lengkap, kontak erat dengan penderita difteri, bermukim di hunian yang padat, bertempat tinggal di pemukiman dengan sanitasi dan kebersihan yang buruk, bepergian ke daerah yang sedang mengalami lonjakan kasus difteri, gangguan sistem kekebalan tubuh (gizi buruk, HIV/AIDS), riwayat dermatitis atopik atau eksim |
Cara diagnosis |
wawancara medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang |
Pengobatan |
isolasi, perawatan di rumah sakit, terapi obat |
Obat |
antitoksin, antibiotik |
Komplikasi |
obstruksi jalan napas, infeksi paru, peradangan otot jantung, gagal jantung, gangguan irama jantung, kelumpuhan anggota gerak tubuh, peradangan otak, peradangan sistem saraf tepi, regurgitasi makanan dan cairan, gagal ginjal |
Kapan harus ke dokter? |
terdapat gejala dan tanda difteri. |
Pengertian Difteri
Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphteriae (C. diphtheriae). Penyakit difteri terutama menyerang sistem pernapasan dan kulit. Lapisan berwarna abu-abu pada tenggorokan dan amandel (tonsil) merupakan ciri difteri yang khas.
Wabah difteri pernah dilaporkan di beberapa negara, termasuk Indonesia. Untungnya, wabah ini bisa dikendalikan dengan mencegah penularannya lewat vaksinasi Difteri Pertusis Tetanus (DPT).
Difteri termasuk penyakit berbahaya yang dapat menyerang segala usia, terutama anak-anak di bawah 12 tahun. Bila tidak diobati secara efektif, difteri berisiko menyebabkan gagal jantung dan infeksi paru yang mengancam jiwa.
Artikel Lainnya: Radang Tenggorokan atau Difteri? Kenali Bedanya!
Jenis Difteri
Ada dua jenis utama difteri yang perlu kamu ketahui, yaitu:
1. Difteri Pernafasan Klasik (classical respiratory diphtheria)
Jenis difteri ini dapat mempengaruhi hidung, tenggorokan, amandel atau laring (kotak suara). Gejala dapat bervariasi tergantung letak selaput pada tubuh yang terkena. Difteri pada amandel adalah jenis yang paling sering terjadi.
2. Difteri Kulit (cutaneous diphtheria)
Jenis difteri yang paling langka dan ditandai dengan ruam kulit, luka atau lecet, yang dapat muncul di bagian tubuh mana saja. Difteri kulit lebih sering terjadi pada orang yang tinggal wilayah padat dengan sanitasi yang buruk atau di daerah beriklim tropis.
Penyebab Difteri
Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri C. diphtheriae. Bakteri ini bersifat toksigenik, yaitu mampu menghasilkan racun yang beredar di darah.
Penyakit difteri dapat menular antarmanusia melalui beberapa cara, yaitu:
- Tetesan pernapasan (droplet). Ketika penderita difteri batuk atau bersin, tetesan pernapasan yang terkontaminasi difteri dapat terhirup oleh orang lain.
- Barang yang terkontaminasi. Difteri menular melalui barang yang terkontaminasi, seperti memakai handuk bergantian, dan memakai gelas penderita yang belum dicuci bersih.
- Kontak Langsung. Penularan difteri dapat terjadi lewat menyentuh langsung luka yang terinfeksi.
Faktor Risiko Difteri
Berikut berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko difteri:
- Difteri lebih sering ditemukan pada anak berusia di bawah 12 tahun dibandingkan orang dewasa.
- Bayi, anak, atau orang dewasa yang belum pernah atau tidak menerima imunisasi difteri dengan lengkap.
- Kontak erat dengan penderita difteri.
- Bermukim di hunian yang padat.
- Bertempat tinggal di pemukiman dengan sanitasi dan kebersihan yang buruk.
- Bepergian ke daerah yang sedang mengalami lonjakan kasus difteri.
- Gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti gizi buruk dan HIV/AIDS.
- Riwayat dermatitis atopik atau eksim.
Gejala Difteri
Gejala difteri bervariasi dari tanpa gejala sampai keadaan berat. Secara umum, gejalanya melibatkan saluran pernapasan dan kulit.
Masa inkubasi difteri (lama hari ketika terinfeksi difteri sampai menunjukkan gejala) berkisar 2 hingga 5 hari. Berikut gejala dan tanda difteri pada anak dan dewasa:
- Lapisan berwarna abu-abu (pseudomembran) di tenggorokan dan amandel
- Demam
- Sakit kepala
- Sakit tenggorokan
- Suara serak
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Kesulitan menelan (disfagia)
- Lemas dan kelelahan
- Luka (lesi) kulit yang ditutupi oleh selaput berwarna abu-abu
Pada kasus difteri dapat terjadi sakit tenggorokan yang juga ditemukan pada kasus radang amandel (tonsilitis). Bedanya, difteri disebabkan oleh kuman C. diphtheriae, sedangkan radang amandel dapat disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu.
Artikel lainnya: Gejala Awal Difteri yang Jarang Diketahui
Diagnosis Difteri
Dokter akan menentukan diagnosis difteri melalui wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dokter akan menanyakan keluhan, riwayat penyakit penderita dan keluarga, riwayat perjalanan ke daerah wabah difteri, riwayat kontak erat dengan penderita difteri, dan hal terkait lainnya.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik. Tujuannya, untuk menilai keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta mengidentifikasi tanda-tanda difteri.
Dokter akan mempertimbangkan pemeriksaan penunjang sesuai hasil wawancara medis dan pemeriksaan fisik. Berikut pemeriksaan penunjang yang dipertimbangkan:
- Pemeriksaan usap (swab) tenggorokan merupakan pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi bakteri penyebab difteri.
- Pemeriksaan laboratorium dengan cara mengambil sampel luka pada kulit yang terinfeksi.
- Pemeriksaan racun yang dihasilkan oleh C. diphtheriae melalui uji Elek, polymerase chain reaction assay (PCR), dan enzyme immunoassay (EIA).
- Pemeriksaan darah untuk menilai jumlah sel darah putih untuk menilai infeksi dan troponin I untuk menilai kondisi otot jantung.
- Rontgen dada dan leher untuk menilai struktur jaringan tenggorokan, kerongkongan, katup tenggorokan, dan organ di rongga dada.
Artikel Lainnya: Sulit Menelan Makanan, Waspada Difteri
Pengobatan Difteri
Salah satu metode perawatan bagi penderita difteri adalah isolasi sesuai praktik pengendalian infeksi. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Anggota keluarga serumah juga dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter sebagai upaya memutus rantai penularan.
Berikut cara mengobati difteri yang direkomendasikan dokter:
- Memastikan kestabilan sistem pernapasan dan kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah).
- Istirahat yang cukup untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
- Menjaga status nutrisi dan hidrasi tubuh dengan diet gizi seimbang dan minum air putih sesuai kebutuhan tubuh.
- Suntikan antitoksin difteri untuk menetralkan racun yang dihasilkan oleh C. diphtheriae. Sebelum disuntik, penderita menjalani tes alergi kulit untuk menilai reaksi hipersensitivitas.
- Minum antibiotik eritromisin atau penisilin yang diresepkan oleh dokter untuk mengatasi infeksi atau membunuh bakteri penyebab difteri.
- Vaksin DPT setelah penderita dinyatakan sehat.
Secara umum, pengobatan difteri memerlukan kolaborasi antarmultidisiplin kedokteran bergantung pada kondisi kesehatan penderita. Misalnya, dokter spesialis telinga hidung tenggorokan (THT), spesialis paru, spesialis anak bagi pasien anak, spesialis penyakit dalam bagi pasien dewasa, dan spesialis terkait lainnya.
Artikel Lainnya: Ini 4 Alasan Mengapa Difteri Bisa Mengancam Nyawa
Pencegahan Difteri
Pencegahan difteri berhubungan dengan upaya pengendalian faktor risikonya, seperti:
1. Imunisasi DPT
Vaksin DPT dapat diberikan pada usia 2,3,4 bulan atau 2,4,6 bulan. Selanjutnya, booster pertama pada usia 18 bulan, booster berikutnya pada usia 5-7 tahun dan 10-18 tahun, atau pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) SD murid kelas 1, kelas 2, dan kelas 5.
Selain menyerang anak-anak, difteri juga menyerang orang dewasa yang kadar difteri antibodinya rendah. Dianjurkan juga pemberian imunisasi DPT 1 dosis booster setiap 10 tahun pada orang berusia 19 tahun atau lebih.
2. Upaya Pencegahan Lainnya
Selain dengan imunisasi DPT, cara mencegah difteri adalah:
- Menghindari kontak langsung dengan penderita difteri.
- Bagi tenaga kesehatan, petugas laboratorium, dan keluarga yang berinteraksi secara langsung dengan penderita difteri, sebaiknya menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi.
- Rutin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer.
- Tidak melakukan perjalanan ke wilayah wabah difteri.
- Menerapkan etika batuk dan bersin.
3. Konsultasi kepada Dokter
Segera ke puskesmas, rumah sakit, atau fasilitas kesehatan terdekat bila kamu atau yang berada dalam pengawasan mu mengalami ciri-ciri difteri. Di samping itu, konsultasi kepada dokter tentang jadwal dan kemungkinan efek samping imunisasi DPT serta tindakan untuk mengatasi efek samping.
Artikel Lainnya: Yuk, Ketahui Jarak dan Jadwal Imunisasi Anak
Komplikasi Difteri
Bila tidak memperoleh pengobatan yang tepat, bakteri penyebab difteri dapat menghasilkan racun (toksigenik) yang menyerang berbagai organ tubuh dan memicu sejumlah bahaya komplikasi, seperti kerusakan maupun peradangan.
Berikut komplikasi difteri yang dapat terjadi:
- Pneumonia (infeksi paru)
- Kerusakan jantung
- Miokarditis (peradangan otot jantung)
- Gagal jantung
- Aritmia (gangguan irama jantung)
- Neuritis (peradangan sistem saraf tepi)
- Kelumpuhan anggota gerak tubuh
- Regurgitasi makanan dan cairan
- Ensefalitis (peradangan otak)
- Obstruksi jalan napas
- Gagal ginjal
Kapan Harus ke Dokter ?
Segera ke dokter, bila kamu mengalami gejala dan tanda difteri seperti di atas. Jika kamu ingin tahu lebih banyak tentang cara mengatasi difteri, yuk #JagaSehatmu dengan download aplikasi KlikDokter. Manfaatkan juga layanan konsultasi kesehatan 24 jam langsung dengan dokter melalui fitur Tanya Dokteronline.
(APR)
- Acosta AM, Moro PL, Hariri S, Tiwari TSP. Diphtheria. Centers for Disease Control and Prevention. 2022. https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/dip.html Diakses 6 Oktober 2023.
- Public health control and management of diphtheria in England. 2023 guidelines. https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1178911/diphtheria-guidelines-2023-version-18.3.1.pdf Diakses 6 Oktober 2023.
- Lamichhane A, Radhakrishnan S. Diphtheria. StatPearls [Internet]. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560911/ Diakses 6 Oktober 2023.
- Keegan LT, Moss WJ, Chaisson LH, Macher E, Azman AS, Lessler J. Clinical and Epidemiological Aspects of Diphtheria: A Systematic Review and Pooled Analysis. 2020.
- Sharma NC, Efstratiou A, Mokrousov I, Mutreja A, Das B, Ramamurthy T. Diphtheria (primer). Nature Reviews: Disease Primers. 2019.
- Blumberg LH, Prieto MA, Diaz JV, Blanco MJ, Valle B, Pla C, Durrheim DN. The preventable tragedy of diphtheria in the 21st century. International Journal of Infectious Diseases. 2018.
- Arguni E, Karyanti MR, Satari HI, Hadinegoro SR. Diphtheria outbreak in Jakarta and Tangerang, Indonesia: Epidemiological and clinical predictor factors for death. PLoS One. 2021.
- World Health Organization. Disease Outbreak News: Diphtheria Nigeria. https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-DON485
- Muhamad Ramdan I, Susanti R, Ifroh RH, Noviasty R. Risk factors for diphtheria outbreak in children aged 1-10 years in East Kalimantan Province, Indonesia. F1000Research. 2018. Diakses 6 Oktober 2023.
- Prendergast AJ. Malnutrition and vaccination in developing countries. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences. 2015.
- Ikejezie J, Adebusoye B, Ekezie W, Langley T, Lewis S, Phalkey R. Modifiable risk factors for diphtheria: a systematic review and meta-analysis. Global Epidemiology. 2023.
- Singh S, Gupta N, Saple P. Diphtheritic myocarditis: A case series and review of literature. Journal of Family Medicine and Primary Care. 2020.
- Varghese MJ, Ramakrishnan S, Kothari SS, Parashar A, Juneja R, Saxena A. Complete heart block due to diphtheritic myocarditis in the present era. Annals of pediatric cardiology. 2013.
- Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri. 2013. https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/pendapat-ikatan-dokter-anak-indonesia-kejadian-luar-biasa-difteri Diakses 6 Oktober 2023.
- Jadwal Imunisasi Anak IDAI 2023. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai Diakses 6 Oktober 2023.
- Jadwal Imunisasi Dewasa Rekomendasi Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI tahun 2021.https://www.papdi.or.id/pdfs/1186/(udpate)%20Jadwal%20Imunisasi%20Dewasa.pdf Diakses 6 Oktober 2023.
- Cleveland Clinic. Diakses 2023. Diphtheria https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17870-diphtheria