Pengertian Myasthenia Gravis
Myasthenia gravis merupakan jenis penyakit autoimun yang menyerang persambungan antara saraf dengan otot, dan menyebabkan gejala kelemahan otot. Penyakit ini cukup jarang terjadi.
Studi mencatat bahwa 7–20 orang dari 100.000 orang dewasa mengalaminya. Penyakit ini diketahui lebih banyak dialami oleh wanita berusia sekitar 30 tahun atau pria berusia sekitar 40–50 tahun. Dahulu, angka kematian akibat penyakit myasthenia gravis mencapai 50–80 persen. Namun kini dengan kemajuan pengobatan, angka kematian berhasil ditekan hingga 2 persen.
Artikel Lainnya: Penyakit Autoimun yang Sering Mengintai Anak
Penyebab Myasthenia Gravis
Pada kondisi normal, agar otot bisa bergerak, tubuh memerlukan adanya kerja sama antara saraf dan otot. Di antara saraf dan otot ini, terdapat persambungan yang disebut neuromuscular junction. Agar perintah dari saraf bisa dikerjakan oleh otot, perlu adanya zat bernama asetilkolin yang dikeluarkan di neuromuscular junction yang akan ditangkap oleh reseptor untuk diteruskan ke otot.
Pada penyakit myasthenia gravis, terdapat antibodi tidak normal yang menyebabkan asetilkolin tidak bisa ditangkap oleh reseptor. Akibatnya, perintah dari saraf tidak bisa diteruskan ke otot. Sehingga, meski tubuh ingin menggerakkan otot, otot tetap lemas dan tidak berkontraksi.
Hingga saat ini, penyebab munculnya antibodi abnormal ini belum diketahui. Namun pada 75 persen kasus myasthenia gravis, ditemukan adanya gangguan pada kelenjar timus berupa pembesaran kelenjar timus atau tumor pada kelenjar timus (timoma).
Artikel Lainnya: Mengenal Gejala Lupus, Penyakit Seribu Wajah yang Harus Diwaspadai
Diagnosis Myasthenia Gravis
Diagnosis myasthenia gravis dipastikan oleh dokter spesialis saraf. Pada tahap awal, dokter akan melakukan wawancara terarah dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan untuk menilai kekuatan otot. Selanjutnya dokter akan menyarankan pemeriksaan antibodi terhadap reseptor asetilkolin.
Umumnya penderita myasthenia gravis memiliki hasil pemeriksaan antibodi yang positif. Selain itu, pemeriksaan antri-striated muscle (anti-SM) juga dapat menunjukkan hasil positif. Semua pemeriksaan antibodi tersebut diambil dari sampel darah.
Selain pemeriksaan darah, umumnya dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar timus. Jika didapati adanya kelenjar timus yang membesar, maka pemeriksaan CT-scan perlu dilakukan. Selanjutnya, untuk menilai hubungan antara saraf dan otot, serta menilai kelemahan otot yang terjadi, pemeriksaan elektromiografi (EMG) yang dilakukan oleh dokter spesialis saraf juga perlu dilakukan.
Gejala Myasthenia Gravis
Gejala utama myasthenia gravis adalah kelemahan otot. Otot yang paling sering mengalami kelemahan adalah otot di sekitar mata, serta otot lengan dan tungkai atas. Karena kelemahan otot mata, gejala khas yang dialami penderita myasthenia gravis adalah kelopak matanya turun (biasanya satu sisi) dan mengalami penglihatan ganda.
Selain itu, lengan dan tungkai penderita umumnya terasa berat dan sulit digerakkan. Keluhan-keluhan ini biasanya terjadi bila penderitanya mengalami kelelahan. Dan setelah beristirahat cukup, keluhannya akan membaik.
Selain itu, gejala yang lebih berat juga dapat terjadi. Bisa berupa sulit menelan, bicara tidak jelas atau pelo, susah mengunyah makanan, dan susah untuk tersenyum atau menunjukkan ekspresi lainnya.
Komplikasi berbahaya yang dapat terjadi pada penderita myasthenia gravis adalah krisis myasthenia. Sebagian besar penderita myasthenia gravis pernah mengalami komplikasi ini dalam dua tahun pertama setelah mulai sakit. Gejalanya bisa berupa:
- Napas berat/ tidak lega
- Tidak bisa menarik napas dalam-dalam
- Sesak napas
- Kesulitan berbicara
- Kesulitan untuk batuk
- Kesulitan untuk mengeluarkan dahak atau lendir di tenggorokan
- Sulit mengunyah dan menelan makanan
Artikel Lainnya: Jenis Penyakit Autoimun yang Paling Umum Sering Menyerang
Pengobatan Myasthenia Gravis
Pengobatan untuk myasthenia gravis sangat bervariasi, tergantung pada jenis dan berat gejala yang dialami penderita. Pasien yang mengalami gejala ringan saja, umumnya akan mendapatkan obat golongan inhibitor kolinesterase yang dikonsumsi tiap hari untuk mencegah gejalanya menjadi bertambah berat.
Namun pada gejala yang berat hingga krisis myasthenia, selain inhibitor kolinesterasi, akan diberikan pula obat imunosupresif seperti kortikosteroid, azathiopirine, metotreksat, siklosporin, dan sebagainya. Tak jarang, tindakan plasmaferesis dan pemberian immunoglobulin ke dalam pembuluh darah vena (intravenous immunoglobulin/ IVIG) juga perlu diberikan.
Jika didapatkan ada tumor pada kelenjar timus (timoma), operasi pengangkatan tumor tersebut oleh dokter ahli bedah toraks dan kardiovaskuler umumnya juga diperlukan untuk meredakan masalah.
Pada prinsipnya, myasthenia gravis merupakan penyakit kronis yang gejalanya hilang timbul. Oleh karena itu, selain pengobatan, sangat penting bagi penderita myasthenia gravis untuk mengetahui hal berikut ini:
- Gejala dini krisis myasthenia berupa sesak atau rasa tidak nyaman saat bernapas. Jika gejala ini terjadi, segera kunjungi rumah sakit terdekat.
- Wanita yang mengalami myasthenia gravis harus berkonsultasi pada dokter jika ingin merencanakan kehamilan dan persalinan. Ini karena anak yang lahir dari penderita myasthenia gravis bisa mengalami gangguan serupa.
- Ada beberapa jenis obat yang dapat mencetuskan gejala myasthenia gravis seperti obat golongan aminoglikosida, siprofloksasin, klorokuin, prokain, litium, fenitoin, beta bloker, prokainamid, dan kuinidin.
Pencegahan Myasthenia Gravis
Hingga saat ini, belum ada hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya myasthenia gravis.