Masalah Pernapasan

Sesak Napas

Sesak napas adalah perasaan terhambatnya aliran udara saat bernapas sehingga butuh usaha keras untuk bernapas. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gangguan saluran pernapasan.

Sesak Napas

Sesak Napas

Dokter spesialis

Spesialis Paru (Sp.P)

Gejala

Napas pendek atau cepat, dada terasa berat atau seperti tertekan, sulit mengambil napas, detak jantung yang cepat, kulit disekitar bibir atau jari menjadi kebiruan (sianosis), tubuh terasa sangat lemah, bunyi seperti mengi (wheezing) atau ronkhi (rhonchi) saat bernapas, rasa cemas dan tidak tenang. 

Faktor resiko

Penyakit paru kronis, penyakit jantung, infeksi paru, anemia, kondisi psikologis, obesitas, paparan polutan, merokok.

Metode diagnosis

Pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang terdiri dari tes darah, Foto Thoraks (Rontgen dada), CT Scan, Spirometri.

Pengobatan

Pertolongan pertama, mengatasi penyebab, terapi paliatif, pendekatan psikologis.

Obat

Salbutamol, budesonide, fluticasone, amoxicillin, azithromycin, oseltamivir, furosemide,enalapril, bisoprolol.

Komplikasi

Hipoksemia, hipoksia, hiperkapnia, infeksi paru, asma, pneumothorax, gagal jantung. 

Kapan harus ke dokter?

Bila sesak napas semakin parah disertai dengan gejala nyeri dada, tubuh terasa sangat lemas hingga pingsan atau tanda lain yang mengindikasikan terjadinya gangguan lain seperti reaksi alergi berat (anafilaksis) hingga serangan jantung.

Pengertian Sesak Napas

Sesak napas (dispnea) adalah gangguan pada fungsi pernapasan yang ditandai dengan rasa tercekik atau napas yang terasa tidak cukup panjang. Gangguan ini dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis atau menjadi penanda adanya gangguan medis tertentu, seperti asma.

Penyakit asma tidak terkontrol akan menyebabkan sering sesak napas, terutama di malam dan napas terasa berat. Sesak napas juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan jantung, seperti gagal jantung kongestif dan edema paru-paru (penumpukan cairan di paru-paru).

Dispnea dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan tambahan seperti rontgen dada dan CT Scan perlu dilakukan untuk menentukan penyebab yang mendasarinya.

Kejadian sesak napas harus ditangani dengan tepat dan sesuai dengan penyebabnya. Pertolongan pertama pada kasus sesak napas, yakni mengatur posisi duduk, mengubah teknik pernapasan hingga memberikan ruangan dengan ventilasi yang baik.

Tidak hanya itu, meringankan gejala sesak napas dapat diberikan terapi paliatif seperti oksigenasi dan obat-obatan (opiat dan benzodiazepin). Sesak napas akan menimbulkan penurunan saturasi oksigen yang menyebabkan hipoksemia (penurunan oksigen darah) hingga kerusakan organ.

Dalam mengurangi kejadian sesak napas, pastikan menghindari pemicu alergi seperti debu, serbuk sari, bulu hewan, dan asap rokok bila menderita asma dan menjaga kebersihan rumah.

Tidur dengan posisi yang tepat misalnya kepala diletakkan lebih tinggi dari dada dengan penggunaan bantal, ini juga efektif mencegah sesak napas pada malam hari.

Artikel lainnya: Berbagai Cara Alami untuk Mengatasi Sesak Napas Karena Asma

Penyebab Sesak Napas

Penyebab utama sesak napas akibat gangguan pada sistem pernapasan dan sistem jantung. Namun penyakit sistemik lainnya juga dapat mempengaruhi kondisi ini. Berikut pencetus sesak napas secara umum:

Gangguan Pernapasan

Gangguan Kardiovaskular

  • Gagal jantung kongestif
  • Sindrom koroner akut
  • Tamponade perikardial (penumpukan cairan di ruang perikardial)
  • Edema paru (pembengkakan paru-paru)
  • Kelainan katup jantung
  • Hipertensi paru (peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru)
  • Gangguan irama jantung

Gangguan Sistemik lainnya 

  • Hipertiroid (kelebihan hormon tiroid dalam darah)
  • Asidosis metabolik
  • Gagal ginjal akut
  • Anemia (kekurangan sel darah merah)
  • Sirosis hati
  • Anafilaksis (reaksi alergi berat)
  • Sepsis (infeksi serius yang menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah), 
  • Angioedema (reaksi alergi yang menyebabkan pembengkakan pada lapisan dalam kulit)
  • Epiglotitis (radang pada epiglotis)

Artikel lainnya: Cara Efektif untuk Mengatasi Sesak Napas karena Batuk

Faktor Risiko Sesak Napas 

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan mengalami sesak napas termasuk:

  • Penyakit paru-paru kronis: Penyakit paru kronis seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan asma dapat menyebabkan penyempitan saluran udara dan pengurangan kapasitas paru-paru yang meningkatkan risiko sesak napas.
  • Penyakit jantung: Penyakit jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, seperti gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner, dapat menyebabkan kesulitan bernapas.
  • Infeksi saluran pernapasan: Peradangan dan penumpukan lendir di paru-paru akibat infeksi saluran pernapasan pada pneumonia dan bronkitis dapat memperburuk gejala sesak napas.
  • Anemia: anemia mengurangi kemampuan tubuh untuk mengangkut oksigen ke jaringan yang memerlukan, memaksa sistem pernapasan untuk bekerja lebih keras dan meningkatkan risiko terjadinya sesak napas.
  • Kondisi psikologis: Kecemasan dan serangan panik akan membuat pernapasan lebih cepat yang akan memperburuk kondisi sesak napas.
  • Obesitas: Lemak yang menumpuk pada pasien dengan berat badan berlebih dapat menekan organ pernapasan dan membuat paru-paru sulit untuk mengembang sepenuhnya. Hal ini memicu obesitas mengalami sesak napas.
  • Paparan polutan: Terpapar polutan udara, seperti asap rokok dan polusi industri, secara terus menerus akan berpotensi merusak paru-paru dan meningkatkan risiko sesak napas.
  • Merokok: Kebiasaan merokok dapat merusak fungsi paru-paru dan jantung, yang dapat menyebabkan sesak napas.

Gejala Sesak Napas

Berikut gejala yang ikut menyertai sesak napas, antara lain: 

  • Napas pendek atau cepat
  • Dada terasa berat atau seperti tertekan
  • Sulit mengambil napas 
  • Detak jantung yang cepat
  • Kulit disekitar bibir atau jari menjadi kebiruan (sianosis)
  • Tubuh terasa sangat lemah
  • Bunyi seperti mengi (wheezing) atau ronkhi (rhonchi) saat bernapas
  • Rasa cemas dan tidak tenang
  • Nyeri dada
  • Keringat dingin
  • Batuk-batuk
  • Pusing

Artikel lainnya:Tips Perawatan di Rumah untuk Mengatasi Mengi

Diagnosis Sesak Napas 

Diagnosis sesak napas akan ditentukan oleh dokter melalui wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Beberapa informasi diperlukan dalam mendiagnosa pasien, seperti riwayat kesehatan pasien, durasi, frekuensi, dan karakteristik sesak napas, serta gejala tambahan lain yang dirasakan.

Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, meliputi auskultasi paru, pemeriksaan tanda vital (seperti saturasi oksigen, tekanan darah, dan detak jantung), dan pemeriksaan lainnya yang relevan.

Sesak napas dapat dipastikan dengan menggunakan pemeriksaan fisik. Namun, pemeriksaan penunjang diperlukan untuk memastikan diagnosa dan mengetahui penyebab dari gangguan ini. Beberapa pemeriksaan berikut umum dilakukan, antara lain:

1. Tes darah

Tes ini bertujuan menganalisis komponen darah untuk mendapatkan gambaran kondisi kesehatan pasien. Parameter yang sering dianalisis meliputi:

  • Hemoglobin (untuk melihat kapasitas darah dalam mengangkut oksigen)
  • Leukosit (untuk mendeteksi adanya infeksi atau peradangan)
  • Gas darah arteri (untuk menilai kadar oksigen, karbon dioksida, dan keseimbangan asam-basa dalam darah)

2. Foto thoraks (Rontgen Dada)

Pemeriksaan menggunakan sinar-X untuk menghasilkan gambar hitam-putih dari paru-paru dan dada sehingga dapat mengetahui gangguan yang terjadi pada organ tersebut.

3. CT scan

Pemeriksaan CT Scan dengan menggunakan sinar-X berputar untuk mengambil gambar potongan melintang dari tubuh, sehingga didapatkan gambar paru-paru yang jelas.

4. Pemeriksaan fungsi paru (Spirometri)

Pengujian spirometri digunakan untuk menilai kapasitas dan fungsi paru-paru sekaligus membantu menentukan diagnosa asma, PPOK, dan penyakit paru. Spirometer bekerja dengan cara mengukur jumlah udara yang dihembuskan dan seberapa cepat udara itu dikeluarkan oleh pasien pada alat.

Pengobatan Sesak Napas

Berikut beberapa langkah yang dilakukan untuk mengatasi sesak napas, antara lain:

1. Pertolongan pertama

Pertolongan pertama dapat dilakukan pada saat kejadian sesak napas untuk meredakan gejala sebelum mendapatkan penanganan medis. Beberapa langkah berikut umum dilakukan, seperti:

  • Kendalikan kepanikan dan stres pada pasien dengan cara membuat pasien merasa lebih nyaman dan tenang.
  • Atur posisi duduk tegak dengan punggung bersandar atau sedikit membungkuk ke depan. Hindari berbaring jika tidak nyaman.
  • Arahkan pasien untuk menggunakan pernapasan diafragma (dari perut) dan cobalah bernapas dengan bibir yang mengerucut untuk membantu memperpanjang waktu untuk mengeluarkan napas, sehingga pernapasan menjadi lebih efektif.
  • Tempatkan pasien pada ruangan dengan ventilasi yang baik. Bila saat kejadian berada di luar ruangan pastikan udara segar dapat masuk ke sekitar pasien.
  • Segera berikan oksigen pada pasien dengan saturasi rendah apabila alat tersedia, pasangkan masker atau kanula nasal.
  • Bantu pasien menggunakan inhaler atau obat resep lainnya jika sesak napas diakibatkan oleh asma kambuh.
  • Untuk menghindari risiko tersedak hindari memberikan makanan dan minuman kepada pasien selama episode sesak napas.
  • Hubungi layanan darurat dan segera bawa pasien ke fasilitas kesehatan terdekat bila kondisi pasien mengalami perburukan.
  • Berikan catatan riwayat penyakit sebelumnya dan gejala yang dirasakan pasien saat episode sesak napas kepada tenaga medis yang melakukan tindakan.

2. Mengatasi penyebab yang mendasarinya

Pengobatan sesak napas tergantung pada penyebab yang mendasarinya, sebelum tindakan medis diperlukan menggali riwayat penyakit, hingga obat yang dikonsumsi pasien.

Misalnya, pasien yang mengalami sesak napas karena asma dapat diberikan bronkodilator (salbutamol) dan kortikosteroid inhalasi (inhaler), seperti budesonide dan fluticasone untuk mengurangi peradangan kronis pada saluran pernapasan serta pemberian inhaler.

Pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) juga disarankan pemberian salbutamol atau tiotropium sebagai bronkodilator dan kortikoid inhalasi. Oksigenasi dapat diberikan pada pasien PPOK berat yang memiliki kadar saturasi oksigen rendah.

Kasus infeksi paru ditangani dengan antibiotik, seperti amoxicillin dengan 500 mg setiap 8 jam selama 7-10 hari atau azithromycin dosis awal 500 mg untuk infeksi bakteri tertentu seperti pneumonia.

Antivirus seperti oseltamivir diberikan pada infeksi influenza. Pasien gagal jantung diberikan diuretik seperti furosemid untuk mengurangi cairan berlebih dalam tubuh.

Kemudian diberikan juga obat antihipertensi seperti enalapril dan bisoprolol untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mencegah kelebihan beban pada jantung.

3. Terapi paliatif

Terapi paliatif bertujuan meringankan gejala sesak napas pada pasien sekaligus meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa pendekatan terapi paliatif yang umum dilakukan,seperti:

  • Pemberian oksigen: Dapat diberikan jika saturasi oksigen (SpO₂) turun di bawah 90%, pada ambang ini oksigen dianggap tidak mencukupi dan diperlukan tambahan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah. Diberikan 1-2 liter per menit dalam laju aliran normal.
  • Obat-obatan: Opiat (seperti morfin) untuk mengurangi sensasi sesak napas dan benzodiazepin untuk mengurangi kecemasan dan mengatasi serangan panik yang berhubungan dengan episode sesak napas.
  • Intervensi Non-Obat: Teknik pernapasan seperti pernapasan diafragma atau pernapasan dengan bibir mengerucut untuk membantu mengontrol sesak napas. Pengaturan postur tubuh yang membantu pernapasan, seperti duduk tegak atau sedikit condong ke depan. Lalu, memastikan ventilasi udara yang baik seperti membuka jendela untuk memberikan aliran udara segar.

4. Pendekatan psikologis

Pasien dengan sesak napas sering kali mengalami kecemasan yang berlebihan, terutama ketakutan akan mati lemas atau tersedak. Ketakutan ini dapat memperburuk gejala fisik sesak napas.

Terapi psikologis berfokus pada menggali keyakinan pasien tentang sesak napas, termasuk kekhawatiran tentang kematian atau ketidakmampuan untuk bernapas.

Pemahaman ini memungkinkan terapis untuk membantu pasien mengatasi ketakutan mereka dan mengurangi kecemasan.

Beberapa metode dapat dilakukan untuk terapi psikologis, seperti: 

  • Terapi kognitif-perilaku (CBT) bertujuan mengidentifikasi dan mengubah pola pikir yang tidak sehat yang dapat memperburuk kecemasan dan sesak napas.
  • Relaksasi dengan melakukan latihan pernapasan dalam hingga meditasi.
  • Konsultasi dengan ahli.

Artikel lainnya: Alergi Bisa Bikin Sesak Napas, ini Sebabnya

Pencegahan Sesak Napas

Berikut berbagai tindakan yang bisa Kamu lakukan untuk mencegah terbentuknya sesak napas:

  • Kenali sekaligus hindari pemicu alergi seperti debu, serbuk sari, bulu hewan, dan asap rokok.
  • Jaga kebersihan rumah dan pastikan udara didalam rumah bersih, gunakan filter udara bila diperlukan.
  • Pertahankan berat badan ideal agar mempermudah proses pernapasan, berat badan berlebih akan menambah tekanan pada paru-paru dan diafragma.
  • Olahraga secara teratur agar meningkatkan kapasitas paru-paru. Beberapa olahraga ringan dianjurkan untuk mempermudah pernapasan dan mengurangi risiko sesak napas seperti berjalan, berenang, dan bersepeda.
  • Jangan keluar rumah saat polusi udara tinggi, misalnya saat kabut asap dan bila Kamu di dalam rumah, pastikan udara dapat mengalir dengan baik dan hindari penggunaan produk yang bisa mencemari udara.
  • Ikuti petunjuk dokter saat menggunakan obat, termasuk inhaler atau obat lain yang diberikan jika Kamu memiliki asma untuk mencegah sesak napas yang parah. Jangan lupa untuk rutin periksa ke dokter agar kondisi pernapasan bisa dipantau dan pengobatan dapat disesuaikan bila perlu.
  • Hindari paparan bahan kimia secara terus-menerus yang berpotensi mengiritasi paru-paru seperti cat dan knalpot mobil.
  • Sebaiknya tidak melakukan aktivitas saat cuaca saat panas, dingin dan kelembapan tinggi bila menderita penyakit paru-paru.
  • Mengelola stress dan menjaga mood agar tetap stabil.
  • Berhenti merokok.

Komplikasi Sesak Napas 

Penurunan saturasi oksigen pada pasien yang mengalami sesak napas akan berpotensi menimbulkan gangguan lainnya dan bila kondisi ini tidak tangani dengan tepat akan menyebabkan berbagai komplikasi, seperti:

  • Hipoksemia atau penurunan kadar oksigen dalam darah
  • Kerusakan organ
  • Hiperkapnia adalah peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah
  • Infeksi paru
  • Asma
  • Pneumothorax (udara memasuki rongga pleura pada paru-paru)
  • Gagal jantung

Obat Terkait Sesak Napas

Kapan Harus ke Dokter?

Periksakan diri ke dokter, bila sesak terasa semakin berat disertai dengan gejala seperti nyeri dada, tubuh lemas dan pingsan. Jika Kamu ingin tahu lebih banyak seputar sesak napas, yuk #JagaSehatmu dengan download aplikasi KlikDokter di Google Play dan App Store.

(APR)

  • AAPC.(2024).ICD-10-CM Code for Dyspnea, unspecified R06.00. https://www.aapc.com/codes/icd-10-codes/R06.00#:~:text=ICD%2D10%20code%20R06.,laboratory%20findings%2C%20not%20elsewhere%20classified%20.
  • Sharma S, Hashmi MF, Badireddy M. Dyspnea on Exertion. [Updated 2023 Jun 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499847/
  • Wahls SA. Causes and evaluation of chronic dyspnea. Am Fam Physician. 2012 Jul 15;86(2):173-82. PMID: 22962929.
  • Salerno, F.R., Parraga, G. and McIntyre, C.W. (2017), Why Is Your Patient Still Short of Breath? Understanding the Complex Pathophysiology of Dyspnea in Chronic Kidney Disease. Semin Dial, 30: 50-57. https://doi.org/10.1111/sdi.12548
  • Sin DD, Jones RL, Man SFP. Obesity Is a Risk Factor for Dyspnea but Not for Airflow Obstruction. Arch Intern Med. 2002;162(13):1477–1481. doi:10.1001/archinte.162.13.1477
  • Li Shi, Ying Wang, Yadong Wang, Guangcai Duan, Haiyan Yang, Dyspnea rather than fever is a risk factor for predicting mortality in patients with COVID-19, Journal of Infection, Volume 81, Issue 4, 2020, Pages 647-679, ISSN 0163-4453, https://doi.org/10.1016/j.jinf.2020.05.013. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0163445320302887)
  • American Heart Association (AHA). (2020). Part 3: High-performance teams. In Advanced cardiovascular life support provider manual (pp. 91-163). Dallas: AHA. (Level VII)
  • Hagler, D. and others. (2023). Oxygen therapy. In M. Harding and others. Clinical companion to Lewis’s medical-surgical nursing: Assessment and management of clinical problems (12th ed., pp. 707-717). St. Louis: Elsevier.
  • Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). (2023). Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of COPD.
  • American Heart Association. (2021). Heart Failure Symptoms and Diagnosis.
  • Garcia-Aymerich J, Varraso R, Antó JM, Camargo CA. (2010). Prospective study of physical activity and risk of asthma exacerbations in adults. Thorax.
  • Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. (2007). Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical Infectious Diseases.
  • National Heart, Lung, and Blood Institute. (2020). Anemia: Symptoms, Causes, and Treatment.
  • American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (5th ed.).
  • World Health Organization. (2021). Air pollution and its effects on health.
  • U.S. Department of Health and Human Services. (2014). The Health Consequences of Smoking—50 Years of Progress.
  • Institute for Safe Medication Practices (ISMP). (2022). 2022-2023 Targeted medication safety best practices for hospitals. Retrieved June 6, 2023, https://www.ismp.org/guidelines/best-practices-hospitals (Level VII).
  • Joint Commission, The. (2023). National Patient Safety Goals for the ambulatory health care program. Retrieved June 6, 2023, from https://www.jointcommission.org/-/media/tjc/documents/standards/national-patient-safety-goals/2023/npsg_chapter_ahc_jan2023.pdf (Level VII).
  • Stacy, K.M. (2022). Chapter 18: Pulmonary diagnostic procedures. In L.D. Urden, K.M. Stacy, M.E. Lough (Eds.) Critical care nursing: Diagnosis and management (9th ed., pp. 455-465). St. Louis: Elsevier.
  • Storzer, D.N. (2023). Chapter 3: Pulmonary system. In T.M. Hartjes (Ed.), AACN core curriculum for progressive and critical care nursing (8th ed., pp. 63-175). St. Louis: Elsevier.
  • Houghton, T. (2020). Clinical Oxygen Therapy. Journal of Clinical Medicine. 
  • Reddy, S., & Thomas, P. (2018). Hypercapnia and its Management. Respiratory Medicine Review.
  • Smith, J. D., & Patel, P. (2019). Pneumothorax: Diagnosis and Management. Chest Journal.
  • Anderson, H. R., & Walker, M. (2017). Heart Failure and Pulmonary Congestion. Cardiology Review.
  • Brown, A., & Lewis, J. (2021). Status Asthmaticus: Management and Outcomes. Asthma Research Journal.
  • Johnson, M. T., & Lee, K. (2022). Pulmonary Infections and Their Impact on Respiratory Function. Infection Control Journal.
  • Cleveland Clinic. (2024).Dyspnea. https://my.clevelandclinic.org/health/symptoms/16942-dyspnea
  • Centers of Excellence The Lung Center.(2024). What is Dyspnea /Shortness of Breath? https://www.brighamandwomens.org/lung-center/diseases-and-conditions/dyspnea-shortness-of-breath
  • West Midlands.(2024).Management of Breathlessness.https://www-westmidspallcare-co-uk.translate.goog/wmpcp/guide/breathlessness/management-of-breathlessness/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc