Menyelam menjadi topik yang sedang ramai diperbincangkan beberapa waktu belakangan ini, tepatnya setelah jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 pada Senin (29/10) lalu. Hal itu karena puluhan penyelam turut dilibatkan dalam proses pencarian korban dan bangkai pesawat, selain menggunakan peralatan canggih seperti Multibeam Echosounder.
Hingga saat ini tim gabungan yang melibatkan SAR, TNI, dan Polri masih terus mencari korban dan puing-puing pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di Perairan Karawang. Namun di tengah evakuasi jenazah dan puing pesawat, salah satu relawan penyelam, Syachrul Anto, dikabarkan meninggal dunia. Pria yang tergabung dalam Indonesia Recue Diver Team tersebut diduga mengalami dekompresi. Almarhum mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Umum Koja.
Menyelam dan kesehatan
Mereka yang sering menyelam disebut-sebut rentan mengalami gangguan kesehatan yang bisa berakibat fatal. Salah satu yang cukup mengkhawatirkan adalah kondisi kesehatan otak penyelam. Oksigen yang dibutuhkan para penyelam sering kali kurang saat di dalam air, sehingga pasokan oksigen ke otak menjadi tidak memadai.
"Tekanan di dalam air rendah, jadi mengakibatkan kompresi di paru-parunya. Itu membuat para penyelam susah bernapas, sehingga suplai oksigen ke otak menjadi berkurang. Itu yang membuat bahaya," ujar dr. Atika dari KlikDokter.
Terkait itu, sebuah penelitian di Swiss mempunyai kekhawatiran sendiri terhadap kesehatan jangka panjang para penyelam. Hal ini karena penyelam berisiko tinggi untuk mengalami penyakit dekompresi, yang diduga menjadi penyebab meninggalnya Syachrul Anto.
Penyakit dekompresi itu sendiri terjadi ketika gelembung-gelembung gas kecil terbentuk di dalam darah saat penyelam naik ke permukaan. Terbentuknya gelembung tersebut dapat menghambat airan darah ke otak, sehingga bisa menimbulkan efek berupa nyeri sendi, perubahan pada kulit, hingga kebingungan dan gangguan otak lainnya.
Senada dengan temuan di atas, penelitian yang dilakukan oleh Dr. Christian Seiler dengan menggunakan scan otak dari 52 penyelam yang telah menyelesaikan 200 penyelaman scuba (scuba diving) juga mendapatkan hasil serupa. Seiler mendapatkan hasil bahwa 19 penyelam mengalami 41 lesi di otaknya.
"Menyelam lima kali lipat meningkatkan risiko terbentuknya satu atau lebih lesi di otak,” ungkap Seiler.
Lebih jauh, studi tersebut juga mendapati bahwa lesi otak yang terjadi pada penyelam bisa terbentuk meski mereka tidak mengalami gejala penyakit dekompresi. Terjadinya lesi di otak penyelam berhubungan dengan kelainan jantung yang disebut foramen ovale paten.
Foramen ovale paten adalah lubang abnormal di dinding antara bilik jantung, dimana efisiensi pompa darah dari jantung menjadi tidak optimal. Keadaan ini memungkinkan terbentuknya lebih banyak gelembung, yang nantinya bisa masuk ke dalam sirkulasi otak dan mengganggu fungsinya.
Penelitian ini memang butuh penyempurnaan lebih lanjut agar hasilnya semakin jelas. Akan tetapi, penelitian awal kiranya bisa menjadi peringatan bagi para penyelam untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatannya. Menyelam memang sebuah aktivitas berisiko yang salah satunya bisa memengaruhi kesehatan otak. Melakukan persiapan yang matang, baik dari segi fisik maupun peralatan sebelum menyelam, menjadi syarat yang tidak bisa ditawar-tawar.
[NB/ RVS]