Sebuah jurnal ilmiah mengenai obesitas telah menerbitkan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa prinsip body positivity dapat memicu terjadinya obesitas. Hal itu rupanya langsung menjadi “sasaran empuk” bagi awak media yang kurang bertanggung jawab untuk menjadikannya headline dan secara gamblang melebih-lebihkannya.
Padahal, dilansir dari Psychology Today, tindakan jurnalisme yang menarik kesimpulan penelitian secara terburu-buru seperti itu dianggap sebagai hal ceroboh yang menyesatkan masyarakat. Pasalnya, dalam penelitian versi aslinya tidak disebutkan bahwa body positivity merupakan pemicu obesitas.
Perlu Anda tahu, penelitian yang dilakukan oleh Profesor Muttarak dari University of East Anglia di Inggris itu hanya menyebutkan bahwa orang-orang yang menjadi sampel penelitian dari tahun 1997 hingga 2015 merasa jika berat badannya yang sekarang tidak harus diturunkan. Bahkan, di dalam penelitian tersebut sama sekali tidak disebutkan kaitan antara berat badan berlebih (obesitas) dengan prinsip body positivity.
Jadi, menurut Psychology Today, berita yang berkesimpulan bahwa prinsip body positivity dapat memicu tingginya angka obesitas adalah sesuatu yang tidak berdasar, alias belum dapat dijadikan sebagai acuan.
Prinsip untuk memerangi diskriminasi bentuk tubuh
Meski demikian, itu semua bukanlah murni kesalahan dari media saja. Sebab, setelah diperhatikan lagi, penelitian yang dilakukan oleh Mutarrak sempat menyisipkan pernyataan yang bias. Sebab, ia menyebutkan bahwa ketersediaan pakaian ukuran ekstra besar di pusat-pusat perbelanjaan berkontribusi pada tingginya angka obesitas. Jadi, jelas saja media bisa salah menafsirkan pernyataan tersebut.
Maka, pengaruh antara body positivity dengan kenaikan angka obesitas masih belum bisa disimpulkan secara jelas hingga kini. Masih diperlukan penelitian yang lebih detail dan spesifik untuk membuktikan kaitan antara keduanya.
Terlepas dari hal tersebut, dikutip dari NY Times, body positivity itu sendiri digadang-gadang sejak tahun ‘60-an oleh sekelompok wanita kulit hitam untuk memerangi diskriminasi bentuk tubuh mereka di ruang publik.
Pada dasarnya, dilansir dari Independent UK, body positivity bukanlah gerakan mendorong seseorang menjadi tidak sehat. Sebaliknya, tindakan tersebut sebenarnya hanya bertujuan memberikan kesempatan bagi orang gemuk untuk merasa percaya diri dengan kondisinya, terlepas nantinya ia akan menurunkan berat badan atau tidak.
Mengenal bahaya obesitas
Bicara soal obesitas, keadaan yang satu ini memang tergolong sebagai salah satu gangguan kesehatan yang rentan menyerang generasi milenial.
“Masih terdapat proporsi terjadinya obesitas pada sebagian populasi, terutama generasi milenial” kata dr. Nitish Basant Adnani dari KlikDokter.
Obesitas pun berhubungan erat dengan timbulnya beragam penyakit kronis yang berbahaya, seperti:
- Masalah pernapasan, seperti mengorok, obstructive sleep apnea, serta asma
- Kanker, misalnya kanker endometrium, prostat, usus besar, payudara, kandung empedu, usus, ginjal, paru, dan tenggorok
- Gangguan mental karena hilangnya kepercayaan diri
- Penyakit jantung dan pembuluh darah
- StrokePeradangan kantung dan saluran empedu, perlemakan hati, dan penyakit refluks lambung
- Pengapuran sendi, pergeseran sendi, dan bengkoknya tulang kaki
- Diabetes melitus
- Kolesterol
- Gangguan ovulasi, tidak lancarnya siklus haid, dan gangguan kesuburan
- Masalah kulit, seperti acanthosis nigricans (bercak kehitaman pada kulit) dan infeksi pada lipatan tubuh.
Kesimpulannya, hubungan antara obesitas dan body positivity masih belum diketahui dengan pasti hingga saat ini. Walau demikian, obesitas itu sendiri merupakan keadaan yang sebaiknya segera ditindaklanjuti. Karena seperti yang telah dijelaskan, obesitas atau kelebihan berat badan merupakan salah satu keadaan yang rentan mengundang beragam penyakit.
[NB/ RVS]