Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah gaya hidup masa kini. Saat ini, masyarakat telah terbiasa dengan arus informasi yang cepat bergulir dari media sosial dan platform online lainnya. Tren perkembangan teknologi digital pun ‘wajib’ diikuti agar tak ketinggalan.
Bagaimana dalam hal kesehatan? Kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan kesehatan yang cepat dan akurat diperkirakan akan menggeser paradigma yang berpusat pada fasilitas pelayanan kesehatan (health facility-centered) menjadi berpusat pada pasien (patient-centered). Dengan kata lain, penyedia layanan kesehatanlah yang mendekati masyarakat dan bukan sebaliknya.
Artikel Lainnya : Pengidap Diabetes Berisiko Mengalami Kanker Mulut?
Pasien yang tadinya harus mendatangi klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan informasi kesehatan, kini hanya tinggal memainkan jarinya di atas layar gawai. Cukup dengan menulis kata kunci tentang hal yang ingin diketahui pada browser, berbagai informasi yang terkait akan muncul.
Informasi kini mudah didapat secara real-time. Hal ini tentu saja membantu masyarakat untuk mengambil keputusan yang efektif dan akurat dalam waktu singkat. Namun, ada 3 syarat yang harus dipenuhi agar informasi kesehatan digital dianggap valid dan dapat dipercaya.
Pada tanggal 17 Januari 2017 lalu, Forum Ikatan Alumni Kedokteran Se-Indonesia (FIAKSI) mengadakan Seminar “Mencari Layanan Kesehatan Digital yang Etis dan Pro-Publik”. Dalam seminar tersebut, Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Ruddy Gobel menyatakan bahwa terdapat 3 aspek penting dalam informasi kesehatan digital. Ketiganya adalah konten, kanal, dan audiens.
“Konten dalam informasi kesehatan digital harus akurat dan mudah dipahami. Bahasa yang dipakai harus disesuaikan dengan target audiens yang berbeda-beda tingkat pendidikan, minat, dan atensinya. Sedangkan kanal atau media untuk mengakses konten harus mudah diakses, murah dan mudah dibagikan kepada orang lain,” kata Ruddy.
Saat ini, informasi kesehatan masih banyak yang berbasis blog, di mana pengelolanya kebanyakan adalah individu atau komunitas dengan latar belakang profesi yang belum tentu selaras dengan konten informasi yang dibuat. Tidak jarang juga ditemukan situs yang berisi hoax dalam dunia kesehatan. Dalam hal ini, informasi kesehatan menjadi tidak valid dan dapat membahayakan audiens.
Ruddy menambahkan, agar isi konten bersifat akurat, maka harus dibuat oleh orang yang profesional dalam bidang kesehatan. Dalam hal ini, kata dia, dokter atau tenaga kesehatan lain sesuai kompetensinya. Proses editorial kemudian dilakukan agar konten dikemas sedemikian rupa menjadi produk yang menarik untuk audiens yaitu pasien atau masyarakat umum.
Bila Anda sering mengakses situs kesehatan online, pandai-pandailah memilah berita faktual dengan hoax. Pastikan Anda membuka situs kesehatan yang diasuh oleh para profesional kesehatan dan mengandung konten yang dapat dipertanggungjawabkan.
(DA/ RH)