Infeksi virus corona sampai saat ini belum bisa diatasi dengan baik oleh hampir setiap negara. Kondisi ini “wajar”, mengingat COVID-19 diakibatkan oleh tipe virus corona strain baru, SARS-CoV-2. Bahkan, menurut WHO, virus ini lebih berbahaya dibanding flu babi.
Kurang lebih sudah lima bulan lamanya virus corona "menginvasi" dunia sejak pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok. Sampai saat ini, vaksin untuk virus mematikan ini masih belum ada.
Banyak orang kemudian menyamakan virus corona dengan wabah lain, misalnya flu babi, SARS, MERS, dan virus Ebola. Namun, WHO menegaskan, virus corona masih lebih mematikan dari wabah akibat infeksi virus yang pernah terjadi sebelumnya, termasuk flu babi.
Virus Corona 10 Kali Lebih Mematikan dari Flu Babi, Mengapa?
Wajar kalau WHO sampai menyebut virus corona lebih berbahaya dari flu babi. Bayangkan, sampai hari ini, Rabu (15/4) pagi WIB, tercatat hampir 2 juta orang di seluruh dunia terpapar virus corona, dengan angka kematian 126.706 jiwa.
Mari bandingkan dengan flu babi yang terjadi mulai Januari 2009 sampai Agustus 2010. Penyakit ini menyebabkan 1,6 juta kasus dan 18.449 kematian. Jumlah ini sudah berbeda jauh dengan infeksi virus corona yang masih berlangsung dan belum tahu kapan usai.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan, pandemi coronavirus saat ini sudah melampaui kematian yang disebabkan oleh flu babi atau (H1N1) beberapa tahun lalu.
"Kami hanya bisa mengatakan apa yang kami ketahui, dan kami hanya bisa bertindak berdasarkan apa yang kami ketahui. Bukti dari beberapa negara lain memberikan kita gambaran yang lebih jelas tentang virus ini, bagaimana perilakunya, bagaimana menghentikannya, dan bagaimana mengobatinya," ujar Tedros seperti dikutip di The Independent.
“Kami tahu bahwa COVID-19 menyebar dengan cepat dan mematikan, bahkan 10 kali lipat lebih mematikan daripada pandemi flu babi pada 2009. Virus dapat menyebar lebih mudah di lingkungan yang ramai seperti panti jompo. Kita juga tahu, ada penemuan, pengujian, isolasi, perawatan kasus awal untuk setiap kasus, dan melacak setiap kontak penting untuk menghentikan transmisi," sambung Tedros.
Tidak hanya itu, Tedros menekankan bahwa semua kasus COVID-19 angkanya terus meningkat. Sementara itu, untuk negara-negara yang mengklaim kasusnya sudah turun, tingkat kenaikan kasusnya bisa dianggap menjadi lebih lambat.
Artinya, langkah pencegahan dan pengendalian COVID-19 masih harus dilakukan, salah satunya seperti physical distancing.
Artikel Lainnya: Perhatikan, Ini 5 Gejala Virus Corona yang Tidak Biasa
Apa yang Terjadi Saat Pandemi Flu Babi?
Pada tahun 2009, ketika penyakit flu baru dengan jenis H1N1 mulai muncul, masyarakat dunia panik karena saat itu belum ada vaksinnya. Sedangkan di sisi lain, virus penyakit bisa menyebar dengan cepat.
Di awal, tidak ada orang yang kebal terhadap virus flu babi, sama seperti kasus COVID-19 sekarang ini. Namun setelahnya, vaksin atau antivirus dapat ditemukan untuk membantu memulihkan pandemi flu babi.
Di akhir 2009, ditemukan lagi vaksin yang sudah dikombinasikan dengan tingkat kekebalan tubuh yang lebih tinggi. Hasilnya, vaksin tersebut bisa memberi perlindungan dari penyakit flu babi di masa mendatang.
Menurut dr. Devia Irine Putri, flu babi (H1N1) gejalanya mirip dengan flu biasa. Antara lain demam, pegal-pegal, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak napas, nyeri otot, menggigil, mata merah.
"Masa inkubasinya sekitar 1-4 hari," katanya saat dihubungi oleh KlikDokter.
Selain itu, berikut data yang harus diketahui tentang kasus flu babi di benua Amerika pada tahun 2009 lalu:
- Gejala utama flu babi adalah demam, menggigil, batuk, badan sakit.
- Pertama kali terdeteksi pada Januari 2009 di Meksiko dan April 2009 di Amerika Serikat.
- Persentase kasus sekitar 24 persen dari populasi global, sedangkan di AS ada 60,8 juta kasus.
- Kematian global mencapai lebih dari 284.000 kasus. Di Amerika Serikat ada 12.469 korban jiwa, dan tingkat kematiannya adalah 0,02 persen.
- Kelompok usia yang rentan terkena adalah anak-anak. Sebanyak 47 persen anak-anak yang berusia 5-19 tahun mengalami gejala lebih signifikan dibandingkan dengan 11 persen pasien yang berusia 65 tahun ke atas.
- Pengobatan yang tersedia adalah antivirus (oseltamivir dan zanamivir), kebanyakan dapat sembuh tanpa komplikasi.
- Penelitian vaksin H1N1 dimulai sejak April 2009 dan vaksin tersedia pada Desember 2009.
- Pandemi flu babi berakhir pada Agustus 2010.
Artikel Lainnya: Waspada! WHO Peringatkan Adanya Peredaran Obat Virus Corona Palsu!
Angka Infeksi Virus Corona Sulit Turun
Para ahli mengakui, jumlah kasus infeksi virus corona memang sulit untuk turun. Imbauan physical distancing yang tidak diindahkan oleh banyak orang memang menjadi faktor penyebab yang cukup besar.
Selain itu, beberapa orang masih banyak yang menyepelekan penyakit ini. Pada akhirnya, transmisi atau penularan virus pun semakin gampang terjadi.
Tedros mengatakan, angka infeksi virus corona bisa meningkat dua kali lipat setiap tiga sampai empat hari sekali. Ini juga menjadi bukti bahwa kenaikan jumlah kasus virus corona masih sangat tinggi.
Maka dari itu, setiap kepala negara diminta untuk melakukan beberapa kebijakan, dengan cara apa pun, guna menekan jumlah kasus infeksi virus corona
Apa yang Harus Dilakukan untuk Menekan Jumlah Pasien Virus Corona?
Soal ini, dr. Devia menegaskan bahwa semua masyarakat harus sadar akan kesehatan dan kebersihan diri. Karantina diri menjadi salah satu jalan yang sangat penting untuk menekan angka penyebaran virus corona.
Anda sangat disarankan untuk berdiam diri di rumah saja sampai masa pandemi ini selesai. Sebisa mungkin bekerja, beribadah, dan belajar di rumah. Kalau tidak penting, jangan keluar rumah.
"Kalau untuk menekan, menurutku pasti harus sadar akan kesehatan diri sendiri (menerapkan pola hidup sehat), karantina diri sendiri dan monitoring gejala yang muncul," ungkap dr. Devia.
Namun, ini memang bukan perkara yang mudah. Dokter Devia menegaskan, masalahnya masih ada beberapa orang yang belum sadar akan pentingnya untuk menjaga kebersihan, pakai masker, atau stay at home.
"Masih banyak yang nongkrong. Kalau masih seperti ini sepertinya, ya, bisa akan terus bertambah (kasus positif virus corona)," kata dr. Devia.
Sudah jelas bahwa virus corona sangat mematikan dibanding flu babi yang pernah terjadi satu dekade silam. Bahkan, WHO menyebut angka kematiannya sampai 10 kali lipat. Oleh karena itu, mari bantu pemerintah untuk menekan angka kasus positif dengan di rumah saja.
KlikDokter bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI dan BNPB berupaya menekan angka persebaran virus corona dengan meluncurkan fasilitas cek risiko virus corona yang bisa diakses di sini.
Bila ingin konsultasi dengan dokter seputar virus corona atau penyakit lainnya, pakai fitur Live Chat yang aktif 24 jam. Yuk, bantu pemerintah, tenaga medis, dan sesama yang tengah berjuang melawan COVID-19 dengan tetap di rumah demi memutus rantai penularan. Stay home, save lives!
(OVI/RN)