Demam berdarah dengue atau DBD merupakan salah satu penyakit langganan yang kerap menimpa masyarakat Indonesia, terutama DKI Jakarta. Pada 2018 saja, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat 2.947 kasus, dengan dua di antaranya menyebabkan kematian. Bila ditanya daerah mana yang paling banyak menjadi korban dari nyamuk aedes aegypti itu, Kepulauan Seribu adalah jawabannya.
Wilayah Jakarta waspada DBD
Dilansir dari berbagai sumber, kini wilayah Jakarta memasuki fase waspada demam berdarah pada Januari hingga Maret 2019. Januari memang puncaknya musim hujan. Jadi, tak mengherankan bila di musim hujan -yang kerap 'diwarnai' dengan genangan air di banyak tempat serta udara lembap - seperti sekarang ini pertumbuhan nyamuk mematikan tersebut berkembang pesat.
Di bulan ini saja, tiga wilayah Jakarta yang masuk dalam kategori waspada, ialah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Adapun untuk Februari dan Maret, seluruh wilayah Jakarta akan masuk ke dalam kategori waspada.
Sementara itu, menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, ini didapat dari prediksi angka insidensi kasus DBD di DKI Jakarta. Ini sekaligus bertujuan untuk menumbuhkan kesiapsiagaan masyarakat sedini mungkin atau early warning system dalam melakukan langkah-langkah intervensi DBD. Sebab, dikutip dari berbagai sumber, meski tahun 2019 belum genap sebulan, tercatat sudah ada 111 kasus DBD di awal Januari ini. Menurut Widyastuti, angkanya akan semakin meningkat beberapa hari atau minggu setelah musim hujan pada awal 2019.
Dinkes DKI Jakarta juga telah mengeluarkan surat edaran untuk seluruh jajaran Dinas Kesehatan di wilayah Jakarta. Dalam surat edaran itu, dicantumkan sosialisasi untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk, pemberantasan jentik nyamuk atau larvasidasi, pelaksanaan fogging, dan lain sebagainya demi mengendalikan kasus DBD. Dinkes juga sudah berkoordinasi dengan walikota, camat, lurah, serta juru pemantau jentik atau jumantik untuk bersosialisasi kepada masyarakat.
Peka terhadap gejala DBD
Untuk masyarakat sendiri, diharapkan bisa lebih peka lagi terhadap gejala DBD untuk menekan angka kematian akibat penyakit tersebut.“Misalnya, bila mengalami demam tinggi selama 5 hingga 7 hari, sebaiknya warga sesegera mungkin memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan terdekat,” kata Widyastuti.
Adapun gejala DBD lain yang perlu Anda perhatikan, antara lain sakit kepala berat (terutama di bagian dahi), nyeri di sekujur tubuh, mual dan muntah, muka kemerahan dan muncul ruam merah di beberapa bagian tubuh, serta pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa leukosit dan trombosit terus menurun (kurang dari 100.000).
Meski salah satu cara untuk mengendalikan jumlah nyamuk pembawa DBD adalah fogging, menurut dr. Dyah Novita Anggraini dari KlikDokter, fogging tidak bisa 100 persen mencegah DBD. Itu karena, menurut dr. Vita, fogging tidak bisa dilakukan setiap hari dan hanya diberikan di daerah tertentu yang dilaporkan terjangkit penyakit tersebut.
Namun, tidak efektif 100 persen bukan berarti tidak berguna sama sekali, ya. “Itu karena fogging masih menjadi salah satu cara tercepat untuk membunuh nyamuk Aedes aegypti dewasa,” kata dr. Vita.
Selain fogging, Anda bisa mencegah pertumbuhan nyamuk DBD dan menghambat penularannya dengan cara menjaga kebersihan rumah, termasuk tidak banyak menumpuk pakaian di kamar agar tidak menjadi sarang nyamuk. Selain itu taburkan bubuk abate di tempat penampungan air terbuka (kamar mandi atau kolam ikan), mengoleskan atau menyemprotkan obat nyamuk ke kulit. Anda juga dapat memelihara ikan yang dapat memakan jentik nyamuk (cupang, mas, dan swordtail), menanam tanaman pengusir nyamuk, seperti lavender, kecombrang, dan rosemary, hingga menguras tempat penampungan air dan menutupnya agar nyamuk tidak berkembang biak di situ. Dengancara-cara pencegahan ini, diharapkan kasus demam berdarah di DKI Jakarta dan wilayah Indonesia lainnya bisa menurun.
Jika masih ada pertanyaan mengenai DBD bisa langsung klik tanya dokter. Dokter kami segera menjawab pertanyaan Anda.
[HNS/ RVS]