Istilah social bubble mungkin belum terlalu populer di Indonesia. Kata ini sebenarnya menggambarkan interaksi sosial yang dilakukan berkelompok selama pandemi COVID-19.
Dijelaskan oleh Ikhsan Bella Persada, M.Psi, Psikolog social bubble adalah kelompok kecil yang terdiri dari keluarga, teman main, atau juga lingkungan kerja. Kelompok ini dibuat untuk menjalin interaksi sosial yang aman selama pandemi COVID-19.
Selama pandemi, masyarakat disarankan berada di rumah dan mengurangi mobilitas. Hal ini menyebabkan interaksi sosial secara langsung jadi berkurang.
Membatasi interaksi sosial dapat menyebabkan seseorang mengalami stres dan juga depresi. Oleh karena itu, masyarakat membuat social bubble guna mengatasi stres dan kesepian saat pandemi.
Artikel lainnya: Pentingnya Pilih Dua Circle Sosial Saja saat Pandemi COVID-19
Manfaat Social Bubble untuk Kesehatan Mental
Psikolog Ikhsan menjelaskan, “Orang yang tergabung dalam social bubble ini sudah bergantung pada kesepakatan bersama. Misalnya, yang boleh main harus sudah vaksin, bersedia selalu pakai masker, atau perilaku-perilaku yang disepakati bersama dalam kelompok.”
Tidak ada aturan jumlah anggota dalam social bubble. Kelompok ini bisa terdiri dari 2-10 orang. Menurut Ikhsan, interaksi sosial secara langsung sangat penting karena menawarkan banyak manfaat kesehatan mental.
Penting bagi tiap orang untuk menemukan cara berinteraksi secara langsung dengan aman selama pandemi dan tidak membahayakan kesehatan siapa pun.
Selama kelompok social bubble menerapkan protokol kesehatan yang disepakati bersama, mereka tetap bisa menjalin kedekatan satu sama lain tanpa harus membahayakan kesehatan orang lain.
Berikut beberapa manfaat berada dalam social bubble untuk kesehatan mental:
1. Mengurangi Perasaan Kesepian Saat Pandemi
Pembatasan sosial selama pandemi COVID-19 membuat orang merasa kesepian. Salah satu cara mengurangi perasaan kesepian adalah berinteraksi dengan orang lain.
“Berada di dalam social bubble bisa membantu orang mengatasi perasaan kesepian karena dalam kelompok ini terjalin kebersamaan dan bonding antarkelompok dengan baik,” ucap psikolog Ikhsan.
Perubahan aktivitas yang terjadi selama pandemi dapat membuat seseorang merasa cemas dan stres. Terlebih, terbatasnya interaksi sosial langsung dengan orang lain juga rentan memicu stres.
Dengan social bubble, sejumlah orang membuat kesepakatan bahwa kelompok tersebut akan menjalankan protokol kesehatan dengan benar, dalam keadaan sehat, dan juga telah menjalani vaksinasi saat mereka berkumpul
Artikel lainnya: Pengaruh Buruk Kesepian Saat Pandemi COVID-19 bagi Fisik dan Mental
2. Memenuhi Kebutuhan Sentuhan Fisik
Menurut Sam Von Reiche, PsyD, PA, psikolog klinis di Amerika Serikat, sentuhan fisik sangat penting untuk kesehatan mental secara keseluruhan.
Melansir dari Very Well, sentuhan fisik dengan orang terdekat dapat membantu Anda meringankan stres, kecemasan, depresi, dan perasaan buruk.
Meskipun bisa berhubungan dengan orang lain melalui pesan, telepon, atau panggilan video, tetapi Anda tidak akan mendapatkan manfaat yang sama dari interaksi secara langsung. Terutama dalam manfaat sentuhan fisik.
Untuk anak-anak, sentuhan fisik sangat penting untuk tumbuh kembang mereka. Belajar online di rumah membuat anak-anak kehilangan kedekatan dengan teman-temannya.
Untuk mengatasi hal ini, orangtua bisa membuat social bubble yang terdiri teman-teman anak. Pastikan pilih orangtua teman anak yang kooperatif dan mau mengikuti peraturan yang telah disepakati bersama.
Itu dia manfaat dari social bubble untuk kesehatan mental. Jika masih ragu untuk memulai interaksi sosial secara langsung, berkonsultasi dengan psikolog mungkin dapat membantu meringankan rasa cemas Anda.
Untuk berkonsultasi dengan psikolog atau dokter selama pandemi, Anda dapat menggunakan layanan LiveChat di aplikasi KlikDokter.
(OVI/JKT)
Referensi:
Very Well. Diakses 2022. The Mental Health Benefits of a Social Bubble During COVID-19
Healthline. Diakses 2022. How to Create Your ‘Social Bubble’ and Interact Safely This Summer
Everyday Health. Diakses 2022. How to Create a COVID-19 Social Bubble
Ditinjau oleh Ikhsan Bella Persada, M.Psi, Psikolog