Memasang suatu alat tertentu di tubuh biasanya memiliki pantangan tersendiri. Contoh, pengguna lensa kontak tidak boleh berenang ketika memakainya. Begitu pula dengan pengguna behel, ada sejumlah pantangan yang mesti dipatuhi dan salah satunya soal permen karet.
Mengapa Permen Karet Jadi Pantangan?
Permen karet – dalam hal ini yang mengandung gula tinggi – akan menghasilkan zat asam yang dapat membuat gigi menjadi busuk. Jika terus-menerus terpapar permen karet tinggi gula, maka gigi akan mudah patah dan bolong.
Ini akibat gula yang menyelimuti dan merusak enamel gigi. Apalagi kalau sedari awal Anda kurang menjaga kebersihan gigi! Nah, kalau sudah patah, maka fungsi behel atau kawat gigi akan terganggu.
Sebenarnya, tak perlu menunggu gigi patah dan bolong dulu untuk menurunkan peran atau fungsi dari sebuah behel. Memberikan gerakan berlebih pada behel saat mengunyah permen karet pun bisa menyebabkan hal itu.
Mengunyah permen karet terlalu sering dapat membuat bracket dan band pada behel menjadi longgar. Selain itu, ketika pemasangan behel baru terjadi, gigi masih dalam kondisi yang sangat sensitif.
Jika permen karet sampai tersangkut di gigi yang sedang dibehel, maka kerusakan gigi akan terjadi. Akhirnya behel tidak bisa berfungsi dengan maksimal.
Meski permen karet dianggap sebagai salah satu pantangan bagi pemakai kawat gigi, bukan berarti Anda bisa makan jenis permen lainnya, ya. Lebih baik, hindari sama sekali makanan tersebut.
Ini karena semua permen umumnya memiliki kandungan gula yang tinggi plus sangat lengket! Hal tersebut dapat memberi dampak buruk pada gigi yang sedang dibehel.
Artikel Lainnya: Kawat Gigi Keramik vs Stainless Steel, Mana yang Lebih Baik?
Bahaya Lain dari Kebiasaan Mengunyah Permen Karet
Sementara itu, tak cuma bikin gigi dan behel rusak, ada lagi bahaya mengunyah permen karet terlalu sering yang patut diwaspadai menurut dr. Sara Elise Wijono, MRes dari KlikDokter, yaitu seperti berikut ini.
-
Perkembangan Tidak Normal pada Otot Wajah
Gerakan mengunyah berlebih menstimulasi tulang rahang dan otot. Jika kebiasaan ini muncul sejak kecil, maka berpotensi menimbulkan perkembangan tidak normal pada otot wajah.
Contohnya, wajah yang tampak besar atau bahkan besar sebelah bila terbiasa mengunyah pada satu sisi saja.
-
Nyeri Rahang
Jika memiliki kebiasaan mengunyah permen karet terus-menerus, maka bukan tak mungkin hal tersebut dapat menimbulkan nyeri pada rahang.
Kondisi ini dikenal dengan temporomandibular joint disorder (TMD), yaitu nyeri pada rahang yang berhubungan dengan otot yang digunakan untuk mengunyah.
Biasanya, rasa nyeri pada rahang tidak datang sendirian. TMD juga memicu keluhan lain, seperti nyeri telinga, nyeri gigi, bahkan sakit kepala akibat kontraksi otot rahang, kepala, dan leher.
-
Tidak Suka Makan Sayur dan Buah
Mungkin Anda berpikir, memang ada, ya, hubungannya permen karet dengan tidak suka makan sayur dan buah? Ternyata ada!
“Kebiasaan mengunyah permen karet, terutama yang rasa mint, memang memberikan rasa segar pada mulut. Sayangnya, kebiasaan ini dapat memengaruhi pola makan tanpa disadari. Rasa mint membuat buah dan sayur terasa pahit,” jelasnya.
“Kebiasaan mengunyah permen karet mint bisa menyebabkan Anda tidak berminat dengan makanan sehat seperti buah dan sayur, serta meningkatkan kemungkinan mengonsumsi junk food (terasa lebih gurih),” dr. Sara menambahkan.
-
Bikin Perut Kembung
Terlalu sering mengunyah permen karet menyebabkan banyak udara tertelan. Mengunyah permen karet pun mampu menipu sistem pencernaan, sehingga sistem pencernaan menduga bahwa Anda benar-benar sedang makan sesuatu.
Alhasil, lambung pun akan terpengaruh. Lambung akan memproduksi enzim yang asam untuk mengurai makanan, meski sebenarnya tidak ada makanan yang masuk.
Ketika sudah tak mengunyah permen karet lagi dan Anda benar-benar menelan makanan, lambung justru tak memproduksi enzim lagi. Sehingga, makanan yang masuk jadi tak bisa dicerna dan terurai dengan baik.
Artikel Lainnya: Cara Tepat Atasi Kawat Gigi Longgar
Tips Merawat Gigi Berbehel
Selain mengetahui makanan yang tidak boleh dimakan pengguna behel, (permen karet, makanan bertekstur keras, atau makanan lengket), drg. Wiena Manggala Putri dari KlikDokter punya sejumlah cara supaya Anda bisa merawat gigi yang sedang dibehel. Berikut tipsnya:
-
Kontrol ke Dokter Gigi Secara Rutin
Biasanya, dokter gigi akan menyarankan waktu kontrol sekitar tiga minggu sekali. Mungkin bisa lebih sering tergantung kondisi giginya.
Saat kontrol, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan gigi. Hal ini meliputi pembersihan gigi, penggantian karet, mengoleskan kembali lem bracket yang sudah lepas, dan melakukan pemasangan alat tambahan bila dibutuhkan.
-
Rajin Menyikat Gigi
Penyikatan gigi harus dilakukan hati-hati dan perlahan. Beri perhatian khusus di daerah antara kawat gigi dan gusi. Biasanya, di situlah akumulasi plak banyak terbentuk, sehingga berpotensi menjadi karang gigi.
Gunakan sikat gigi khusus. Sikat gigi khusus pengguna kawat gigi mampu membersihkan sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi dan kawat yang tidak dapat dijangkau oleh sikat gigi biasa.
“Sikat gigi ini dianggap lebih efektif karena memiliki potongan huruf "V", di mana pada bagian tengah bulu lebih rendah dibanding bulu luar di sampingnya. Bentuk ini dirancang agar bulu-bulu sikat dapat menjangkau permukaan gigi dan tepi-tepi kawat, sehingga sisa makanan bisa dibersihkan dengan lebih efektif,” jelas drg. Wiena.
-
Gunakan Benang Gigi dan Interproksimal
American Association of Orthodontists (AAO) juga menyarankan para pengguna behel untuk menggunakan benang gigi agar mudah membersihkan kotoran dan plak di antara gigi, gusi, dan di bawah alat ortodontik.
Anda juga dapat memakai kuas interproksimal atau yang sering disebut kuas interdental. Alat tersebut berbentuk bulat dan memiliki bulu di sekitarnya yang dapat mencapai bagian bawah bracket untuk menghilangkan sisa makanan yang terjebak.
Itu dia penjelasan soal efek mengunyah permen karet bagi pengguna behel. Bila Anda memiliki pertanyaan seputar kesehatan gigi dan penggunaan behel, silakan konsultasi dengan dokter gigi melalui fitur Live Chat di aplikasi KlikDokter.
(FR/AYU)