Musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT610 pada Senin (29/10) lalu masih menyisakan duka yang dalam. Beberapa hari setelah pesawat jatuh, proses pencarian masih terus dilakukan termasuk mengenali korban lewat pemeriksaan DNA. Cara lain yang biasa dilakukan untuk mengenali korban dalam sebuah kecelakaan pesawat adalah dengan prosedur pemeriksaan gigi.
Setiap orang memiliki bentuk gigi yang khas, sehingga dapat dipakai dalam proses identifikasi jenazah yang sulit dikenali, bahkan jenazah yang sudah membusuk. Misalnya pada korban kecelakaan pesawat, tak semua jenazah bisa langsung dikenali. Hal ini dikarenakan jumlah korban kecelakaan pesawat biasanya tidak sedikit dan tidak dikenal sehingga harus dilakukan identifikasi.
Selaini itu, identifikasi korban bencana alam (Disaster Victim Identification) juga sangat diperlukan untuk mengetahui identitas seseorang. Dalam mengidentifikasi jenazah, ada beberapa hal yang dapat dipergunakan, yaitu:
- Penampilan wajah dan tubuh jenazah, apabila keadaannya tidak rusak berat atau belum membusuk
- Dokumen seperti KTP, SIM, paspor, dan kartu identitas lainnya
- Sidik jari
- Pemeriksaan DNA yang didapat dari darah, rambut, gigi, dan jaringan lainnya, sehingga dapat dibandingkan dengan DNA keluarga
- Sisa tulang dapat menentukan usia, tinggi badan, jenis kelamin bahkan ras seseorang
- Pakaian, perhiasan, tato, dan bentuk fisik seseorang apabila jenazah tidak dalam keadaan busuk dan hancur
Prosedur pemeriksaan gigi untuk mengidentifikasi jenazah
Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang dapat diperiksa untuk menentukan data diri seseorang. Bahkan jika jenazah sudah rusak, terbakar atau membusuk, gigi tetap berguna dan dapat dipakai dalam proses identifikasi.
Dengan pemeriksaan gigi geligi, dokter dapat mengetahui identitas seseorang seperti jenis kelamin, umur, ras, golongan darah, bentuk wajah, atau ciri khas lainnya.
Faktor-faktor seperti gigi yang hilang, jenis gigi, posisi gigi, bentuk mahkota gigi, bentuk akar gigi, ruang pulpa dan bentuk saluran akar, bentuk rahang atas dan rahang bawah, serta tulang rahang dapat digunakan sebagai bukti untuk perbandingan data antemortem dan postmortem.
Secara umum dibutuhkan dua data untuk mengidentifikasi korban, yakni antemortem dan postmortem. Antemortem adalah data diri korban sebelum meninggal dunia. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga korban. Sedangkan postmortem adalah data-data yang diperoleh melalui identifikasi personal – pemeriksaan dokumen dan atribut – setelah korban meninggal.
Namun, sebagian besar identifikasi gigi bisa diperjelas dengan adanya gigi yang rusak, gigi yang sudah ditambal atau dilakukan perawatan saluran akar, pemakaian crown atau implant, dan lain-lain.
Hal ini dikarenakan, umumnya setiap manusia dewasa memiliki jumlah gigi sebanyak 32 buah dan variasinya pun berbeda di setiap gigi. Sehingga kemungkinan terjadinya data gigi dan mulut yang sama atau identik sangat jarang ditemukan. Untuk itu, data antemortem diperlukan untuk mencocokkan hasil dari pemeriksaan tersebut.
Data berupa foto gigi semasa hidup atau riwayat perawatan gigi dapat dipakai sebagai data pembanding sebagai hasil pemeriksaan jenazah. Hal ini dikarenakan gigi merupakan bagian terkeras pada tubuh yang tidak mudah hancur jika terkena benturan. Selain itu, gigi memiliki ketahanan terhadap temperatur yang tinggi, terletak di dalam rongga mulut, dan terlindungi oleh air liur.
Pada kasus bencana massal yang memakan banyak korban jiwa seperti kecelakaan pesawat, prosedur pemeriksaan gigi menjadi sama pentingnya dengan pemeriksaan DNA. Gigi merupakan bagian tubuh yang dapat mengidentifikasi seseorang. Bahkan jika jenazah sudah membusuk, gigi tetap dapat dipakai dalam proses identifikasi. Tentunya catatan antemortem dan postmortem seseorang juga sangat diperlukan sebagai pembanding dari hasil pemeriksaan jenazah.
[RS/ RVS]