Tak sedikit orang yang menghubung-hubungkan antara gegar otak dan kanker otak. Meski baik kanker otak maupun gegar otak adalah dua kondisi yang ditakuti, tapi sebetulnya keduanya adalah penyakit yang berbeda, dengan penyebab serta gejala yang berbeda juga.
Kanker otak, apa gejalanya?
Kanker otak otak timbul karena pertumbuhan tak terkendali dari sel tertentu di otak, seperti yang dialami oleh mendiang senator Amerika Serikat John McCain yang tutup usia akibat kanker otak jenis glioblastoma beberapa waktu lalu. Salah satu yang tersering adalah sel glial (sel penopang sel saraf). Sel glial yang berkembang biak tak terkendali, menguasai rongga tengkorak dan menghambat perkembangan sel lain di otak, akhirnya menyebabkan kanker otak jenis glioblastoma.
Pada tahap awal, ketika masih berukuran kecil, kanker otak umumnya tak menunjukkan gejala apa pun. Jika memang ada gejala, umumnya yang timbul adalah sakit kepala berulang yang sering kali disepelekan oleh penderitanya.
Setelah ukuran kanker makin besar dan mendesak jaringan otak di sekitarnya, barulah muncul gejala gangguan saraf lainnya. Beberapa kondisi yang bisa muncul seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kelemahan lengan dan tungkai, bicara pelo, gangguan memori, dan masih banyak lagi.
Pengobatan kanker otak terdiri dari kemoterapi, radiasi, dan operasi. Namun, karena biasanya kanker otak baru diketahui saat ukuran tumornya sudah besar, maka jarang sekali kasus kanker otak bisa disembuhkan. Pengobatan yang ada saat ini lebih bertujuan untuk mengurangi keluhan dan memperpanjang usia hidup penderitanya.
Cedera timbulkan gegar otak
Berbeda dengan kanker otak, gegar otak timbul karena ada cedera kepala, misalnya jika kepala mengalami benturan. Gegar otak, atau secara medis disebut sebagai komosio, merupakan kondisi cedera ringan di otak, yaitu timbulnya 'memar' di otak yang akan pulih sempurna dalam waktu yang singkat. Kondisi ini jarang menimbulkan bahaya.
Umumnya, penderita gegar otak mengeluh pusing atau bisa juga pingsan selama beberapa detik. Selain itu, gejala seperti sakit kepala, mual dan muntah, penglihatan kabur, telinga berdenging, atau kesulitan dalam bicara juga bisa terjadi. Namun, keluhan-keluhan ini akan berkurang dan hilang dengan sendirinya dalam waktu kurang dari 24 jam.
Penderita gegar otak tak membutuhkan pengobatan khusus. Hanya saja perlu dilakukan pemantauan ketat selama 24 jam setelah kejadian cedera. Ini penting untuk memastikan bahwa gangguan otak yang dialami hanya merupakan gangguan ringan yang tak berlanjut menjadi cedera yang berat.
Hubungan antara gegar otak dan kanker otak
Berbagai studi ilmiah telah dilakukan untuk mengetahui apakah orang yang pernah mengalami gegar otak lebih rentan untuk mengalami kanker otak. Salah satu studi dilakukan di Taiwan pada tahun 2012 lalu.
Hasil studi tersebut menyatakan bahwa kasus cedera otak dapat menyebabkan seseorang lebih rentan mengalami kanker otak beberapa tahun kemudian. Meski begitu, peneliti menemukan bahwa cedera otak yang dapat berisiko menjadi kanker otak adalah jenis cedera otak yang berat.
Cedera tersebut biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran dalam waktu yang lama atau adanya gangguan saraf secara permanen. Sementara itu, gegar otak yang merupakan cedera otak ringan tidak memicu kanker otak di kemudian hari.
Tidak dipicu oleh gegar otak, kanker otak justru lebih rentan dialami oleh orang-orang yang memiliki riwayat kanker otak dalam keluarga, serta orang-orang yang pernah menjalani terapi radiasi di daerah kepala atau leher. Untuk memastikannya sebagai salah satu langkah pencegahan dini, Anda sebaiknya memeriksakan diri ke dokter. Semakin cepat terdeteksi, dokter akan bisa memberikan solusi yang tepat untuk kondisi yang Anda alami.
[RN/ RVS]