Usus buntu adalah suatu bagian kecil usus yang ‘buntu’, yang keluar dari suatu bagian usus besar di bagian bawah. Namun, usus buntu juga bisa berarti suatu istilah awam yang menyatakan peradangan pada apendiks. Nah, dikatakan bahwa infeksi usus buntu nantinya bisa kanker usus?
Usus buntu adalah penyakit yang sering menyerang banyak orang, termasuk penduduk Indonesia. Di Amerika Serikat sendiri, usus buntu adalah penyebab tersering dari nyeri perut yang berujung pada terapi di atas meja operasi untuk mengangkat peradangan pada usus buntu tersebut.
Usus Buntu Bisa Menjadi Sebuah Awal
Usus buntu dapat terjadi pada siapa saja. Namun, penyakit ini umumnya paling sering menyerang mereka yang berusia antara 10-30 tahun. Usus buntu juga tercatat lebih sering menyerang pria ketimbang wanita.
Gejala klasik usus buntu antara lain adalah nyeri perut—paling sering dialami di ulu hati yang kemudian menjalar ke kanan bawah—kehilangan nafsu makan, demam, mual, muntah, perut terasa begah, dan sulit buang gas.
Apabila peradangan terjadi hanya di bagian usus buntu, maka operasi yang dilakukan pun tergolong ringan dan minim komplikasi. Bahkan, bisa dilakukan operasi kecil dengan sayatan yang minimal. Namun, apabila peradangan tersebut terlambat ditangani dan menyebabkan pecahnya usus buntu, maka infeksi yang sudah menyebar tersebut akan lebih sulit ditangani. Jika ini terjadi, diperlukan operasi besar untuk mengatasinya.
Tak hanya bisa menyebabkan komplikasi infeksi seluruh perut (peritonitis) atau bajkan infeksi seluruh tubuh (sepsis), usus buntu juga disinyalir bisa menyebabkan terjadinya kanker usus, utamanya kanker usus besar. Benarkah demikian?
Kanker Nomor Tiga Terbanyak di Indonesia
Kanker usus besar (kolon) adalah adalah kanker nomor tiga terbanyak di Indonesia. Data di tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kejadian kanker usus besar adalah sebesar 12,8 kasus per 100.000 penduduk dewasa. Artinya, 1 dari 20 orang berisiko terkena kanker usus besar.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, kanker usus besar adalah penyebab kematian kedua terbesar bagi pria dan ketiga bagi wanita. Kanker usus besar adalah kanker kedua yang paling sering menyerang laki-laki setelah kanker paru, dan ketiga menyerang wanita setelah kanker payudara dan kanker serviks. Sebesar 30 persen dari kasus kanker usus besar dialami usia reproduktif, yaitu 40 tahun ke bawah.
Ada beberapa faktor risiko yang sejauh ini dinilai berperan penting dalam perkembangan kanker usus besar, yaitu:
- Usia
- Keturunan atau genetik
- Riwayat polip usus
Namun, satu lagi selain tiga faktor risiko di atas, hampir sebagian besar kasus kanker usus besar diakibatkan faktor gaya hidup yang sebenarnya bisa diperbaiki. Misalnya pola makan tinggi lemak, kurang makan sayur dan buah, terlalu sering mengonsumsi daging merah, konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, jarang olahraga, obesitas, dan kebiasaan merokok.
Benarkah Usus Buntu Bisa Sebabkan Kanker?
Nyatanya, ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa angka kejadian kanker usus besar lebih tinggi pada mereka yang pernah menjalani operasi pengangkatan usus buntu ketimbang mereka yang belum pernah mengalami usus buntu. Naiknya risiko ini mencapai 14 persen. Kanker usus besar juga lebih sering ditemukan pada lansia yang menjalani operasi usus buntu, ketimbang usia yang lebih muda.
Temuan ini menimbulkan tanda tanya baru di kalangan para ahli mengenai kemungkinan usus buntu yang bisa memicu terjadinya kanker usus di kemudian hari. Apakah trauma akibat operasi tersebut yang meningkatkan risiko kanker? Apakah peradangan yang terjadi pada usus buntu—terutama yang berlangsung lama—yang bertanggung jawab atas perkembangan kanker usus besar?
Para ahli menduga adanya peran penting usus buntu dalam hal sistem kekebalan tubuh, yang di dalam usus buntu terdapat kelenjar yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Mereka menduga bahwa kelenjar tersebut kemungkinan berperan dalam membantu mencegah terjadinya kanker di kemudian hari. Dalam hal ini, usus buntu juga merupakan ‘rumah’ bagi bakteri baik yang bermanfaat untuk membantu meningkatkan kekebalan tubuh.
Meskipun beberapa penelitian tersebut tampak meyakinkan dengan segala temuan dan data-datanya, masih banyak perdebatan seputar hubungan antara usus buntu dengan kanker usus besar yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Apabila Anda memiliki risiko kanker usus besar, sebaiknya berkonsultasi kepada dokter internis (penyakit dalam) untuk melakukan prosedur kolonoskopi (teropong usus besar) untuk skrining kanker usus besar sejak dini. Terlebih jika Anda memiliki gaya hidup tak sehat, ubahlah pola hidup tersebut dan jangan menunggu hingga lanjut usia untuk melakukan skrining.
(RN/ RH)