Tak hanya akibat penyakit itu sendiri, efek samping dari kemoterapi sebagai terapi kanker juga bisa menyakitkan. Menurut studi terbaru, kombinasi dari tiga obat disebut-sebut bisa menjadi alternatif kemoterapi.
Hingga saat ini, apa pun informasi dan inovasi seputar kanker masih menjadi topik menarik di dunia kesehatan, khususnya perkembangan mengenai pengobatannya. Peneliti pun seakan berlomba-lomba untuk melakukan studi mengenai terapi terbaik untuk kanker.
Dilansir dari Medical News Today, ada studi baru yang menemukan bahwa kombinasi dari tiga obat, yaitu encorafenib, cetuximab, dan binimetinib dapat menangani kanker usus agresif, lebih baik ketimbang kemoterapi. Dengan kata lain, kombinasi ketiga obat tersebut berpotensi menjadi alternatif kemoterapi.
Meski demikian, studi yang dipublikasikan di jurnal “Annals of Oncology” dan dipresentasikan dalam acara ESMO World Congress on Gastrointestinal Cancer 2019 di Spanyol ini masih harus diuji coba lebih lanjut.
Tiga obat, dua target utama
Kombinasi ketiga obat tersebut menargetkan dua hal, yaitu membunuh sel kanker dan menghambat gen BRAF yang membuat kanker usus menjadi ganas.
Menurut peneliti, ketimbang melakukan pengobatan kanker konvensional, kombinasi tiga obat tersebut dikatakan mampu memberikan angka harapan hidup yang lebih panjang. Misalnya, pengobatan konvensional hanya memberikan harapan hidup selama 5 bulan untuk penderita kanker usus ganas, sedangkan metode kombinasi tiga obat tersebut tercatatdapat memberikan harapan hidup rata-rata 9 bulan.
Sekilas, temuan studi tersebut memang merupakan kabar baik bagi pengobatan kanker di mana pun, khususnya kanker usus. Namun, butuh penelitian lebih lanjut sampai akhirnya kombinasi encorafenib, cetuximab, dan binimetinib benar-benar bisa menjadi alternatif kemoterapi.
Pengobatan kanker kanker konvensional yang sudah terbukti
Selagi menunggu (kemungkinan) ditemukannya pengobatan kanker yang lebih ampuh, Anda tetap perlu mengetahui jenis terapi kanker yang selama ini sudah digunakan dalam dunia medis, yaitu pembedahan, kemoterapi, serta radiasi. Menurut dr. Sepriani Timurtini Limbong dari KlikDokter, ketiga jenis terapi itu mesti disesuaikan dengan stadium kanker pasien. Begini penjelasan lengkapnya:
-
Pembedahan
Menurut dr. Sepriani, ketika kanker masih berada di stadium awal atau tingkat keparahannya belum tinggi, cara yang pertama kali dilakukan dokter untuk mengatasi kanker adalah dengan tindakan pembedahan. Metode ini dilakukan guna mengangkat sel kanker dan mencegahnya berkembang.
-
Kemoterapi
Setelah melakukan tindakan pembedahan dan apabila ingin lebih memastikan lagi bahwa sel kanker sudah tidak ada di dalam tubuh, maka dokter bisa menyarankan pasien untuk melakukan kemoterapi.
Kemoterapi itu sendiri bersifat sitotoksik, yakni membunuh sel-sel kanker di dalam tubuh. Sayangnya, sifatnya tidak tepat sasaran (targeted).
“Itulah mengapa pasien kanker yang menjalani kemoterapi biasanya akan mengalami efek samping berupa rambut rontok dan lain sebagainya, karena sel sehat di bagian tubuh lain juga ikut terdampak,” ungkap dr. Sepri.
-
Radiasi
Dijelaskan oleh dr. Sepri, meski sama-sama bisa menghentikan pertumbuhan sel kanker, radiasi lebih bersifat targeted ketimbang kemoterapi (stereotactic radiosurgery dan brakiterapi). Terapi ini kerap digunakan untuk mengobati kasus kanker serviks, payudara, nasofaring, otak, serta paru.
Hasil studi terbaru memang menemukan bahwa kombinasi tiga obat, yaitu encorafenib, cetuximab, dan binimetinib bisa menjadi alternatif kemoterapi bagi pasien kanker. Meski begitu, penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk mengonfirmasi kegunaannya..
(RN/ RVS)