Selain kanker payudara, kanker serviks atau kanker leher rahim juga menjadi salah satu momok bagi para wanita. Bagaimana tidak, jenis kanker ini telah merenggut nyawa banyak wanita di berbagai belahan dunia.
Berdasarkan data, kanker serviks tergolong salah satu kanker yang banyak diderita di dunia, serta merupakan penyebab kematian paling banyak di negara berkembang.
Rumor atau mitos kanker serviks pun banyak beredar. Salah satunya adalah penggunaan tampon dipercaya menjadi penyebab kanker serviks. Apakah anggapan tersebut didukung fakta medis?
Artikel Lainnya: Risiko Efek Samping Menstrual Cup yang Perlu Diwaspadai Wanita
Penelitian tentang Tampon dan Kanker Serviks
Tampon merupakan produk kebersihan wanita (female hygiene product) yang berfungsi menyerap darah menstruasi. Berbeda dengan pembalut, tampon digunakan dengan cara dimasukkan ke liang vagina.
Jika sudah dimasukkan dengan benar, tampon tidak akan bergeser. Tampon akan menyerap darah haid tanpa mengotori celana dalam.
Meski kurang populer di Indonesia, tetapi pemakainya menganggap tampon lebih nyaman dibandingkan pembalut biasa.
Penggunaan tampon membuat penggunanya tidak perlu repot atau tidak nyaman akibat gesekan pembalut dan permukaan area kewanitaan.
Artikel Lainnya: Jangan Keliru, Ini Cara Pakai Tampon yang Tepat
Tampon terbuat dari bahan katun maupun rayon. Selama digunakan, ukuran tampon akan membesar karena menyerap darah dan harus diganti beberapa kali sehari. Lantas, apa hubungan tampon dengan kanker serviks?
Kanker serviks dimulai dari infeksi human papillomavirus (HPV). Masuknya virus HPV ke tubuh memulai terjadinya perubahan pada pertumbuhan sel abnormal, sampai menjadi kanker.
Virus HPV ditularkan antara satu orang ke orang lainnya, lewat kontak pada kulit dengan bagian yang terinfeksi virus HPV. Penularannya meliputi hubungan intim lewat anus, vagina, maupun mulut.
Kaitan tampon dan kanker serviks memang masih diperdebatkan. Secara mekanisme, peneliti tidak memperoleh kaitan antara tampon dan infeksi kuman HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks.
Namun, hasil studi kohort Ludwig-McGill yang meneliti kanker serviks dalam skala besar mendapatkan keterkaitan antara penggunaan tampon dan peningkatan infeksi HPV.
Penelitian tersebut mendapatkan fakta bahwa angka penggunaan tampon pada penderita kanker serviks cukup tinggi. Para peneliti berspekulasi, penggunaan tampon dapat menyebabkan kekeringan dan iritasi vagina serta leher rahim.
Akibatnya, kerentanan infeksi HPV akan meningkat akibat abrasi dan kerusakan permukaan jaringan yang terjadi.
Artikel Lainnya: Berbagai Komplikasi Kanker Serviks yang Perlu Anda Tahu
Masih Butuh Penelitian Lebih Lanjut?
Berdasarkan studi di atas, data yang ditemui adalah prevalensi penggunaan tampon yang tinggi pada penderita kanker serviks. Meskipun begitu, hasil ini tidak dapat disimpulkan sebagai bahaya tampon yang menjadi penyebab kanker serviks.
Terlepas dari pilihan Anda menggunakan tampon maupun pembalut, tetaplah lakukan skrining rutin kanker serviks setiap tiga tahun sekali. Langkah ini penting terutama bila telah berusia di atas 21 tahun atau telah aktif secara seksual.
Skrining ini sangat penting untuk deteksi dini adanya perubahan pada serviks yang berkaitan dengan keganasan (kanker).
Jika berhasil ditemukan lebih cepat, maka kanker serviks dapat segera ditangani. Harapan hidup penderita kanker serviks stadium dini pun lebih baik.
Bagi pengguna tampon, tetap selalu gunakan dengan benar. Jangan lupa mencuci tangan saat memasang dan melepas tampon. Lalu, selalu ganti tampon secara rutin.
Bila ingin tanya lebih lanjut seputar kanker serviks, Anda bisa konsultasi dokter online lebih mudah lewat Konsultasi Seputar Kanker.
(FR/AYU)