Makin tua usia, makin besar risiko demensia. Banyak lansia yang menunjukkan gejala penurunan kognitif ringan, tetapi dokter sering kali tak menangkap tanda awal demensia dan penyakit Alzheimer. Untuk membantu diagnosis dokter, lansia perlu melakukan pemeriksaan otak setiap tahun.
Demensia bukanlah suatu penyakit, melainkan kumpulan gejala terkait dengan penurunan daya ingat, kemampuan berpikir serta interaksi sosial, yang sangat mengganggu kualitas hidup dan fungsi sehari-hari.
Gangguan ini muncul akibat interaksi kompleks dari berbagai faktor seperti usia, genetik, lingkungan, kebiasaan atau gaya hidup, dan riwayat penyakit. Demikian dikatakan oleh dr. Fiona Amalia, MPH, dari KlikDokter.
Apabila tidak ditangani, demensia bisa menimbulkan sejumlah komplikasi seperti:
- Nutrisi tidak tercukupi
- Penurunan higienitas
- Kemunduran kesehatan emosional
- Kesulitan dalam berkomunikasi
- Delusi dan halusinasi
- Sulit tidur
- Masalah keamanan diri
Untuk mencegah komplikasi yang tak hanya berdampak pada penderita, tetapi juga orang-orang di sekitarnya, demensia bisa dicegah atau diturunkan risikonya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pemeriksaan otak berkala setiap tahun.
Cegah Demensia dengan Pemeriksaan Otak Setiap Tahun
Menurut sebuah studi, untuk membantu dokter mengetahui keadaan mental pasien, American Academy of Neurology (AAN) mengimbau dokter untuk mengevaluasi kondisi pasien yang berusia di atas 65 tahun paling tidak setahun sekali. Metode yang direkomendasikan berupa pengukuran secara matematika yang dapat membantu mengukur daya ingat dan daya pikir pasien.
“Mengingat kemampuan berpikir adalah indikator fungsi otak yang paling sensitif dan bisa dilakukan dengan mudah, ini dapat menciptakan peluang untuk meningkatkan perawatan neurologis,” kata salah satu penulis studi, Dr. Norman Foster dari Universitas Utah, Amerika Serikat, seperti dikutip di WebMD.
Hasil studi tertuang dalam jurnal “Neurology” yang terbit pada bulan September lalu.
Menurut AAN, di seluruh dunia, hampir 7 persen orang-orang berusia 60-an ke atas menderita gangguan kognitif ringan, dan 38 persen di antaranya berusia 85 tahun atau lebih tua.
Pemeriksaan otak dengan metode pengukuran tersebut dapat membuat dokter waspada, sehingga perawatan yang optimal bisa diberikan. Meskipun tidak ada obat untuk menyembuhkan gangguan kognitif ringan, tetapi kehadirannya dapat membantu dokter mencegah kondisi pasien berkembang menjadi demensia.
“Dokter tak bisa mengharapkan pasien untuk melaporkan kondisi daya ingat dan gangguan berpikir mereka, karena sangat mungkin mereka tak menyadarinya atau enggan memberi tahu keluhan tersebut kepada dokter,” kata Dr. Norman.
“Pemeriksaan otak sekali setahun tak hanya dapat membantu mengidentifikasi gangguan kognitif ringan lebih dini, tetapi juga dapat membantu dokter memonitor kemungkinan perburukan kondisi pasien,” tambahnya.
Lakukan juga Cara Ini untuk Mencegah Demensia
Selain pemeriksaan otak, beberapa hal lainnya untuk mengoptimalkan pencegahan demensia antara lain:
-
Cegah penyakit yang dapat meningkatkan risiko demensia
Dokter Fiona menyarankan Anda untuk mencegah penyakit yang dapat meningkatkan risiko demensia, seperti tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi. Penyakit-penyakit tersebut bisa dicegah dengan cara ini:
- Perbanyak makan buah, sayur, dan biji-bijian utuh yang tinggi serat dan rendah gula. “Batasi konsumsi makanan yang tinggi akan lemak jenuh (fast food, daging merah berlemak, santan, dan susu full cream) dan makanan yang mengandung lemak trans (kue kering atau crackers),” kata dr. Fiona mengingatkan.
- Batasi konsumsi garam tidak lebih dari 6 gram dalam sehari atau 1¼ sendok teh.
- Batasi konsumsi gula sederhana (gula pasir, makanan atau minuman kemasan dan siap saji) tidak lebih dari 25 gram atau 6 sendok teh per hari.
- Jaga berat badan di batas normal dengan memperhatikan asupan kalori dan rutin berolahraga. “Olahraga membuat jantung dan peredaran pembuluh darah lebih efisien, dapat menurunkan kadar gula darah, tekanan darah dan meningkatkan kadar kolesterol baik,” jelas dr. Fiona. Frekuensi olahraga dianjurkan paling sedikit 150 menit/minggu, berupa aktivitas aerobik intensitas sedang seperti bersepeda, berenang atau jalan cepat.
- Batasi konsumsi alkohol sebanyak 2 unit untuk wanita dan 3 unit untuk pria. Satu unit alkohol setara dengan 250-275 mL bir standar, 175 mL anggur merah, atau 25 mL vodka/wiski/gin.
- Berhenti merokok.
-
Terus belajar
Banyak studi menunjukkan bahwa orang-orang yang terus belajar sepanjang hayatnya memiliki persambungan sel-sel saraf otak yang lebih banyak dan kuat.
“Belajar hal-hal baru akan memicu pembentukan sinaps baru yang merupakan persambungan sel-sel saraf otak,” ungkap dr. Fiona. Sinaps ini akan semakin kuat jika hal-hal yang dipelajari semakin diasah. Fungsi otak yang meliputi daya ingat, kemampuan berpikir, dan berlogika tentu menjadi lebih baik.
-
Memiliki komunitas sosial yang positif dan suportif
Orang yang kurang bergaul dan terisolasi secara sosial lebih rentan mengalami depresi, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko demensia. Karenanya, perluas pergaulan, cari banyak teman, dan miliki komunitas yang membangun, positif, dan suportif.
-
Cegah cedera kepala
Kata dr. Fiona, ada hubungan erat antara cedera kepala dengan risiko demensia, khususnya jika cedera menimbulkan kehilangan kesadaran.
Untuk mencegahnya, lindungi diri misalnya selalu menggunakan sabuk pengaman saat berkendara, memakai helm saat mengendarai motor atau melakukan olahraga tertentu, serta ciptakan lingkungan yang aman dari risiko jatuh dan cedera kepala.
Mengingat semua orang menua, maka semua orang berisiko mengalami demensia. Dengan melakukan tips di atas dan melakukan pemeriksaan otak rutin setiap tahun pada lansia di atas 65 tahun atau orang-orang yang berisiko, maka perburukan atau komplikasi bisa dicegah.
(RN)