Bagi kebanyakan orang, diare tidak lebih dari sebuah rasa tidak nyaman. Namun bagi orang-orang yang sudah lanjut usia alias lansia, diare bisa berakibat fatal. Bahkan, tak sedikit kasus diare pada lansia yang berujung pada kematian.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah suatu kondisi di mana tinja memiliki konsistensi lembek, encer atau cair yang keluar dengan frekuensi tiga kali sehari. Diare dianggap akut apabila berlangsung kurang dari dua minggu, disebut persisten atau menetap bila terjadi selama dua minggu atau lebih, dan dianggap kronis apabila terjadi paling sedikit selama tiga sampai enam minggu berturut-turut.
Diare bisa dialami oleh siapa saja dari usia berapa pun. Kondisi ini sering dianggap sebagai sesuatu yang sepele, karena umumnya bersifat self-limiting atau bisa sembuh sendiri. Sayangnya, hal tersebut tidak berlaku pada lansia. Faktanya, diare pada lansia lebih mungkin berakhir pada terjadinya berbagai komplikasi berbahaya.
Penyebab dan bahaya diare pada lansia
Lansia lebih mudah mengalami diare disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
-
Faktor penuaan
Faktor ini memang tidak terlalu memengaruhi angka kejadian diare. Namun lansia diketahui telah mengalami penurunan sistem kekebalan di dalam saluran cerna, sehingga lebih mudah terinfeksi kuman patogen (kuman jahat) di dalam usus.
-
Penurunan fungsi tubuh
Sebagian lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan kemampuan fisik untuk merawat serta menjaga kebersihan pribadi. Otomatis, hal ini akan meningkatkan peluang seorang lansia mengalami diare.
-
Faktor lainnya
Faktor yang juga turut meningkatkan peluang terjadinya diare pada lansia berkaitan dengan durasi perawatan di rumah sakit yang panjang, atau tinggal di panti jompo. Dalam hal ini, lansia berisiko mengalami diare akibat infeksi nosokomial, yakni infeksi yang didapat di rumah sakit maupun tempat perawatan lainnya.
Selain itu, diare pada lansia juga bisa terjadi sebagai efek samping konsumsi obat-obatan, radioterapi maupun pembedahan pada saluran cerna.
Hal berbahaya dari diare pada lansia bukanlah penyakitnya, melainkan komplikasinya seperti dehidrasi dan gangguan elektrolit. Tak jarang, kedua komplikasi tersebut bersifat mengancam nyawa, terlebih bila diare terjadi cukup sering dan berat.
Mengapa demikian? Karena respons alami tubuh pada lansia untuk mengompensasi kekurangan cairan dan elektrolit akibat diare sudah menurun. Sebagai akibatnya, tubuh lansia memerlukan pasokan cairan yang selalu cukup agar dapat berfungsi dengan baik. Lantas, apabila kekurangan cairan atau dehidrasi terjadi cukup berat, aliran darah ke seluruh tubuh akan menurun, termasuk ke dalam organ-organ penting seperti otak, jantung, dan ginjal. Keadaan ini akan meningkatkan risiko stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal.
Tanda dan gejala yang harus diwaspadai
Tanda dan gejala awal dehidrasi – seperti rasa haus berlebihan, serta mulut dan kulit kering – sulit dikenali pada lansia. Ini karena lansia cenderung lebih jarang merasa haus, dan perubahan pada kulit tak begitu tampak.
Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya lansia segera dibawa ke dokter atau rumah sakit terdekat apabila mengalami diare sebanyak tiga kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Apalagi, bila terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:
- Ada darah pada tinja
- Rasa melayang hingga mau pingsan
- Tidak mau minum
- Nyeri perut yang semakin parah atau tampak berat
- Terdapat penurunan kesadaran
- Demam atau menggigil.
Diare pada lansia tidak boleh dianggap remeh. Baik yang akut maupun kronis, penyakit tersebut dapat memengaruhi kualitas hidup lansia dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, segeralah mencari pertolongan dokter apabila seorang lansia mengalami diare. Penanganan yang tepat sejak dini dapat mencegah lansia mengalami komplikasi berbahaya yang bisa mengancam nyawa.
(NB/ RVS)