Penurunan fungsi seksual, anemia, dan patah tulang pada pria, khususnya yang berusia senja, rupanya bisa disebabkan oleh kadar testosteron dalam darah yang terus menurun. Berangkat dari permasalahan itu, alhasil semakin banyak studi yang meneliti tentang perlu atau tidaknya pemberian suplemen testosteron pada pria lansia.
Dilansir dari Very Well Health, penelitian itu diawali pada tahun 2003 oleh Institute of Medicine. Para peneliti menyimpulkan bahwa ada cukup bukti yang mendukung manfaat testosteron pada pria lansia, sehingga memicu penelitian berikutnya.
Penelitian tersebut kemudian dilanjutkan oleh National Institute of Aging pada 2010. Para peneliti meluncurkan Testosterone Trials (T Trials) untuk mengetahui apakah testosteron tambahan benar-benar dapat membantu gejala penyakit yang berhubungan dengan rendahnya tingkat testosteron.
Tentang Uji Coba Penambahan Testosteron
Sebanyak 790 pria lansia dengan tingkat testosteron rendah menjadi partisipan. Ratusan pria ini memang mengeluhkan adanya disfungsi seksual dan disfungsi fisik. Setelah mendapatkan pria lansia yang sudah memenuhi kriteria, akhirnya para partisipan dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama diberi gel testosteron selama 12 bulan. Sementara itu, kelompok kedua diberi gel plasebo tanpa testosteron.
Kedua kelompok tidak tahu bahwa gel yang diberikan itu mengandung testosteron atau tidak supaya tidak ada efek sugesti sama sekali. Hasilnya, keduanya tidak mendapatkan efek yang berarti terhadap disfungsi seksual dan fisik mereka.
Lalu, bagaimana dampaknya terhadap anemia? Agak berbeda dengan hasil sebelumnya, hasil dari uji klinis menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan pada hemoglobin pria lansia anemia yang diberikan gel testosteron. Sehingga masalah kekurangan darah pun bisa teratasi.
Di sisi lain, pria lansia yang mengalami osteoporosis dan diberikan terapi hormon juga mengalami peningkatan kekuatan serta kepadatan tulang. Namun, peningkatan kekuatan dan kepadatan tulang hanya terjadi maksimal di bagian tulang belakang.
Untuk dampaknya terhadap kemampuan memori dan kognitif, terapi hormon testosteron tidak menunjukkan peningkatan berarti. Tak hanya itu, pemberian hormon testosteron tambahan justru menambah volume plak arteri koroner yang tentunya dapat mengganggu kesehatan jantung.
Perlu atau Tidak Menambah Hormon Testosteron
Terapi hormon testosteron belum terbukti dapat meningkatkan vitalitas dan kognitif pria lansia. Namun, terapi hormon tersebut memberikan efek positif terhadap penyakit anemia dan osteoporosis. Jadi, perlu atau tidaknya pemberian suplemen, gel, atau jenis terapi hormon testosteron pada pria lansia sangat disesuaikan dengan kebutuhan Anda.
Namun bila Anda ingin tetap mempertahankan kadar hormon testosteron dengan cara alami. Cara yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
- Rutin mengonsumsi bawang (kandungan flavonoidnya dapat melindungi sperma dari kerusakan)
- Rutin mengonsumsi asupan protein dan vitamin D
- Konsumsi tiram (kaya akan kandungan mineral seng yang membantu memproduksi hormon testosteron)
- Tidur yang cukup (karena kadar testosteron bisa menurun hingga 15 persen jika Anda hanya tidur 5 jam setiap malam)
Perlu atau tidaknya mengonsumsi suplemen testosteron sangat bergantung pada kebutuhan pria lansia itu. Jika Anda ingin memperbaiki kondisi anemia dan kepadatan tulang, terapi hormon ini bisa jadi salah satu solusi. Namun yang terpenting, berkonsultasilah kepada dokter Anda sebelum menjalani terapi hormon.
(HNS/ RH)