Psikolog adalah salah satu tenaga profesional dengan tugas utama membantu mengatasi permasalahan yang berkaitan kesehatan mental.
Selama sesi terapi, seorang psikolog akan duduk berdua dengan kliennya dan mendiskusikan topik yang sangat pribadi. Hal ini berpotensi membuat klien mengembangkan hubungan yang sangat dekat dengan sang terapis.
Namun, berdasarkan etika profesi psikolog, apakah hal seperti itu diperbolehkan? Seberapa dekat batasan yang bisa dimaklumi berdasarkan kode etik psikolog? Yuk, cek faktanya!
Etika Profesi Psikolog tentang Hubungan Terapis dengan Klien
Melansir dari very well, hubungan antara psikolog dengan klien dapat digambarkan sebagai dua kubu yang tidak seimbang.
Pasalnya, klien mesti secara terbuka menceritakan urusan pribadinya kepada psikolog. Namun, hal itu tidak tidak dilakukan oleh psikolog, ia tidak akan menceritakan urusan pribadinya kepada sang klien.
Artikel Lainnya: Heboh Dedy Susanto, Ketahui Perbedaan Psikolog dan Psikiater
Tujuan dari hal tersebut adalah agar sang klien dapat melihat terapis sebagai pendengar yang aman dan bisa memberikan saran secara netral guna membantu memecahkan masalah yang dihadapi.
Lagi pula, tujuan terapis bukanlah untuk menyembunyikan kepribadiannya. Mereka, para psikolog, bertujuan untuk mengembangkan jenis hubungan yang memungkinkan diskusi dan eksplorasi guna mencari jalan terbaik untuk memecahkan masalah sang klien.
Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog, berdasarkan kode etik psikolog, hubungan antara klien dengan terapis tidak boleh dilakukan secara majemuk.
Dengan kata lain, psikolog tidak bisa menjadi teman dari kliennya. Sebaliknya, terapis harus bersikap profesional.
“Kalau psikolog berteman dengan klien, khawatirnya dapat mengurangi objektivitas dalam menangani permasalahan, menurunkan kompetensi, dan mengurangi efektivitas dalam program konseling atau terapi yang sedang dijalankan,” ucap Ikhsan.
Dikutip dalam psychology today, berikut ini adalah batas-batas yang tidak boleh dilakukan oleh terapis (psikolog) kepada kliennya:
- Tidak boleh ada kontak fisik.
- Tidak boleh ada hubungan dengan pasien di luar ruang konsultasi.
- Terapis tidak boleh merawat kerabat dekat atau teman pasien.
- Tidak ada saran praktis untuk klien.
- Mempertahankan objektivitas dan netralitas, serta menghindari kekhawatiran atau pemikiran yang berlebihan tentang klien.
Kedekatan antara psikolog dengan klien juga dapat menimbulkan eksploitasi; baik dari terapis atau klien atau sebaliknya.
Kecuali, memang ada tuntutan dari hukum, kebijakan institusi, atau terdapat kejadian luar biasa sehingga terapis perlu melakukan hubungan kedekatan dengan klien.
Artikel Lainnya: Tips Memastikan Psikolog Palsu atau Asli
Batasan Nyata Psikolog dengan Klien
Masih dari Psychology Today, hubungan antara terapis dengan klien bukanlah persahabatan.
Keduanya tidak memiliki hubungan lain di luar ruang konsultasi. Walau begitu, bukan berarti bahwa terapis tidak memiliki perasaan apa pun terhadap klien.
Faktanya, banyak klien membangkitkan reaksi emosional yang sangat kuat kepada terapis atau sebaliknya. Tak sedikit juga yang merasakan reaksi percintaan, nafsu, keingintahuan, iri hati, persaingan, atau bahkan rasa tidak suka.
Reaksi yang ditimbulkan oleh terapis kepada klien disebut countertransference. Sementara itu, perasaan yang dimiliki klien terhadap terapis disebut sebagai transference.
Meski tidak umum, persahabatan mungkin saja berkembang setelah klien menyelesaikan sesi terapi.
Akan tetapi, pedoman etika profesi psikolog tidak menyetujui hal tersebut karena berbagai alasan.
“Batasan sebenarnya hanya diperbolehkan untuk hubungan profesional saja, tidak lebih dari itu. Contohnya, hanya sebatas konseling, atau menanyakan kondisi terakhir dengan tujuan mendapatkan informasi terbaru tentang kondisi klien. Menanyakan kabar klien (di luar untuk tujuan terapi) juga tidak perlu,” tutur Ikhsan.
Psikolog pasti ramah dan baik saat mendengarkan keluhan klien. Namun, perlu diingat bahwa hal tersebut hanya bertujuan untuk membantu menyelesaikan masalah klien secara profesional, tidak lebih.
Tujuan pertemuan klien dengan terapis adalah untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang dihadapi dan bukan untuk berteman, bukan?
Apabila Anda ingin tahu lebih lanjut mengenai kode etik psikolog, tak perlu ragu untuk melakukan konsultasi lebih lanjut melalui LiveChat 24 jam atau di aplikasi Klikdokter.
(NB/AYU)