Tidak bisa dimungkiri bahwa saat ini Indonesia berada dalam kondisi darurat narkoba. Hal ini terjadi karena masih maraknya penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan masyarakat. Salah satu jenis narkoba yang sering digunakan adalah sabu atau sabu-sabu, yang juga punya nama lain meth, kapur, kristal, es, dan SS.
Sepanjang tahun 2017, Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menyita barang bukti narkoba sabu dari tangan pelaku yang jumlahnya mencapai 4,71 ton! Bahkan, tak jarang penggunaan sabu dilakukan oleh tokoh masyarakat, para selebritas contohnya. Presenter dan komedian Reza Bukan pun menjadi “korban” terbaru yang baru-baru ini ditangkap polisi, sehingga harus mendekam di balik jeruji besi, akibat sabu.
Artikel Lainnya: Inilah Ragam Efek Samping Sabu pada Kesehatan
Sabu dan pengaruh negatifnya terhadap otak
Sabu-sabu masuk ke dalam golongan narkoba metamfetamin. Obat ini memiliki efek stimulan atau merangsang sistem saraf pusat manusia, termasuk otak. Seperti telah diketahui secara luas, sabu memiliki sifat adiktif sehingga jika sudah dikonsumsi akan menyebabkan ketagihan.
Umumnya sabu berbentuk bubuk. Namun, ada pula yang dibentuk menjadi pil ataupun kristal. Biasanya, sabu berbentuk bubuk digunakan dengan cara dimakan atau dihirup. Ada pula yang mencampur sabu dengan cairan lalu menyuntikkannya ke dalam tubuh. Sedangkan sabu yang berbentuk kristal dihirup menggunakan alat hisap berbentuk pipa.
Biasanya, sabu digunakan supaya para penggunanya bisa mendapatkan efek yang dianggap menyenangkan seperti:
- Perasaan euforia
- Peningkatan konsentrasi
- Aktif bergerak
- Penurunan nafsu makan
- Pengurangan rasa lelah
- Peningkatan rasa percaya diri
Mekanisme kerja sabu langsung mempengaruhi otak. Sabu menyebabkan peningkatan kadar dopamin di tubuh. Dopamin merupakan suatu zat yang berperan dalam pengaturan kesenangan, motivasi, dan fungsi motorik di tubuh.
Efek peningkatan dopamin akan bertahan dalam sel otak dalam jangka waktu yang lama setelah penggunaan sabu. Dopamin akan membuat sel otak terus aktif hingga menimbulkan efek bahagia atau euforia. Setelah beberapa waktu, tubuh pengguna tidak bisa memproduksi dopamin secara natural. Akibatnya, tubuh jadi “membutuhkan” sabu untuk mendapatkan efek dari dopamin tersebut, dengan dosis yang terus ditambah. Jika penggunaan dihentikan, maka biasanya pengguna akan memiliki perasaan sangat lelah, depresi, mudah tersinggung, apatis, hingga disorientasi.
Penggunaan sabu memiliki pengaruh negatif terhadap sel-sel otak non saraf yang disebut mikroglia. Mikroglia berfungsi melindungi otak dari berbagai gangguan seperti infeksi dari luar ataupun menghilangkan sel saraf yang sudah rusak dan tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Dengan demikian, jika mikroglia tidak berfungsi dengan baik, maka sel-sel saraf di otak menjadi lebih rentan terhadap berbagai masalah.
Artikel Lainnya: Bukan Cuma Bikin Candu, Ini Efek Buruk Sabu pada Kulit
Bagian otak yang dapat mengalami kerusakan akibat sabu
Penggunaan narkoba golongan metamfetamin juga dihubungkan dengan penurunan jumlah sel saraf di sistem saraf pusat. Kemampuan regenerasi sistem saraf pusat menjadi berkurang sehingga kerusakan sel saraf menjadi tidak dapat diperbaiki.
Penggunaan metamfetamin dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada otak secara menyeluruh. Beberapa bagian otak yang dapat mengalami kerusakan pada penggunaan metamfetamin yaitu:
- Hipokampus. Bagian otak ini berperan dalam proses mengingat dan mempelajari informasi baru.
- Striatum. Struktur subkortikal pada bagian otak ini memiliki fungsi krusial, yaitu pergerakan dan konsentrasi.
- Korteks parietal. Bagian otak ini berfungsi untuk memvisualisasikan objek yang bersifat nonverbal.
- Korteks frontal dan prefrontal. Bagian otak ini memiliki peran penting dalam mengatur kemampuan kognitif, meliputi reasoning, problem-solving, dan juga konsentrasi.
- Struktur subkortikal. Beberapa bagian di struktur ini memiliki fungsi yang berkaitan dengan bagian reward atau penghargaan di otak dan juga sistem limbic.
- Cerebellum. Bagian ini mengatur berbagai pergerakan tubuh dan fungsi kognitif di otak.
Penggunaan narkoba, termasuk sabu, hanya memberikan efek bahagia atau nikmat yang sifatnya sementara. Sisanya adalah pengaruh negatif bagi kesehatan penggunanya, seperti ketergantungan, gangguan otak, gangguan hati, gangguan paru, hingga serangan jantung yang bisa berujung pada kematian. Belum lagi adanya efek psikologis yang dapat menjerumuskan penggunanya untuk melakukan tindakan kejahatan. Lebih baik pikirkan masa depan, jangan sampai tergiur menggunakan narkoba hanya karena kesenangan sesaat.
[RN/ RVS]