Memang tak semua penyakit atau kelainan dapat dicegah. Namun, untuk kelainan yang disebabkan oleh faktor keturunan, ada baiknya melakukan tes genetik sejak sebelum menikah.
Sebagian besar anak terlahir sehat dan normal. Walau demikian, di setiap kehamilan tetap ada sedikit risiko (sekitar 3%) bahwa anak akan lahir dengan penyakit atau kelainan genetik tertentu. Risiko ini tetap berlaku meski tidak ada riwayat keluarga dengan kelainan tersebut.
Di populasi, angka kejadian kelainan genetik dianggap tinggi apabila terjadi pada lebih dari 1 berbanding 15.000 kelahiran hidup. Jumlah sebesar ini menunjukkan tingginya proporsi karier (pembawa gen), yang umumnya tidak menunjukkan gejala kelainan tertentu.
Jenis Kelainan Genetik yang Diturunkan
Ada beberapa jenis kelainan genetik. Bagaimana pola kelainan ini diturunkan dapat menentukan risikonya pada kehamilan keturunannya. Pada dasarnya, risiko pasangan mendapatkan keturunan dengan penyakit bawaan akibat kelainan genetik akan meningkat apabila ada riwayat keluarga dengan kelainan genetik atau salah satu pasangan memiliki kelainan pada kromosom.
Berikut adalah jenis-jenis kelainan genetik yang bisa diturunkan:
- Kelainan kromosom, yang dapat diturunkan dari orang tua dan dapat terjadi tanpa adanya riwayat penyakit dalam keluarga. Contohnya, Sindrom Down dan Sindrom Turner.
- Kelainan pada satu gen. Kelainan genetik jenis ini lebih besar kemungkinannya untuk diturunkan. Tergantung polanya, kelainan ini dapat bersifat dominan, resesif, atau terkait dengan kromosom X.
Pada kelainan yang bersifat dominan, penyakit terjadi jika salah satu orang tua memiliki gen yang abnormal. Karena itu, peluang bayi mendapatkan penyakit sebesar 50%. Contohnya akondroplasia dan sindrom Marfan.
Sedangkan pada yang bersifat resesif, penyakit hanya akan terjadi bila kedua orang tua memiliki gen yang abnormal. Bila seperti ini, peluang bayi mendapatkan penyakit sebesar 25%. Contohnya fibrosis kistik, anemia sel sabit, dan penyakit Tay-Sachs.
Untuk kelainan yang terkait kromosom X, kemunculan penyakit ditentukan oleh gen-gen pada kromosom X. Jenis ini lebih banyak dialami oleh pria, sedangkan wanita dari pria dengan penyakit bawaan tersebut akan menjadi karier, serta 1 dari 2 anak-anaknya berpeluang mendapatkan gen tersebut. Selanjutnya, anak laki-laki dari wanita yang karier ini berpeluang mengalami penyakit bawaan sebesar 50%. Contohnya hemofilia, suatu kelainan pembekuan darah.
- Kelainan yang bersifat multifaktorial, dimana ada efek kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. Kemunculan kelainan ini pada keturunan sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Contohnya kelainan jantung bawaan, bibir sumbing, defek tabung saraf, diabetes, dan alergi.
Pentingnya Tes Genetik
Untuk mencegah bermacam-macam kelainan genetik tersebut, sebaiknya pasangan yang akan menikah terlebih dulu menjalani tes genetik. Tes ini umumnya mencakup wawancara mendalam, pemeriksaan fisik, dan pengambilan darah. Setelah didapatkan hasilnya, dokter akan melakukan konseling genetik untuk memberi informasi soal kelainan-kelainan yang mungkin terjadi bila pasangan tersebut akhirnya menikah.
Fungsi tes genetik bukan hanya untuk melihat kelainan gen secara individu, tetapi juga untuk menilai risiko dan mencari solusi bila salah satunya memiliki gen yang dapat menyebabkan penyakit keturunan. Dengan demikian, bila dilakukan sebelum hamil atau bahkan sebelum menikah, perencanaan kehamilan bisa lebih matang.
Apabila salah satu pasangan terbukti membawa gen yang mampu memicu kelainan bawaan berat pada bayi, bisa dipertimbangkan untuk hamil dengan metode bayi tabung. Metode ini dapat meminimalkan risiko kelainan genetik pada bayi karena embrio yang terbentuk akan menjalani skrining genetik sebelum ditanam ke dalam rahim.
Pasangan pun cenderung lebih siap akan segala konsekuensinya sehingga mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Tantangan Tes Genetik di Indonesia
Di luar negeri, praktik konseling dan tes genetik ini sudah rutin dilakukan. Bahkan di Arab Saudi, setiap pasangan diwajibkan untuk menjalaninya sebab banyak pernikahan sedarah (consanguinous marriage) yang tentu meningkatkan risiko berbagai penyakit keturunan.
Sedangkan di Indonesia, praktik ini belum populer. Karena terkesan “menakutkan”, pasangan biasanya baru mau melakukan tes genetik ketika kondisi sudah “memaksa”, yakni saat kelainan sudah terjadi. Misalnya ada keturunannya atau anak dari saudara kandung yang terserang penyakit mematikan. Faktor ekonomi juga berpengaruh mengingat tes genetik ini cukup memakan biaya.
Bila Anda atau pasangan terbukti memiliki gen untuk kelainan genetik tertentu, jangan dulu pesimis. Itu bukan berarti Anda mendapatkan vonis yang berat sebab kelainan yang akan terjadi masih bersifat peluang, bisa muncul bisa tidak. Bisa saja keturunan Anda tidak mengalami kelainan sama sekali. Dengan demikian, Anda tetap dapat menikah, hanya saja harus melakukan upaya lebih untuk meminimalkan risiko terjadinya penyakit bawaan, termasuk menjalani tes genetik.
[RS/ RVS]