Hingga kini, belum diketahui secara pasti penyebab sebagian besar kasus penyakit lupus. Meski begitu, para ahli percaya ada beberapa hal atau faktor yang bisa menjadi pemicu kemunculan penyakit lupus ini.
Lupus eritematosus sistemik (LES), atau yang sering kali disingkat menjadi lupus, adalah salah satu jenis penyakit autoimun kronis. Daya tahan tubuh menyerang sel-sel tubuh yang sehat karena terdeteksi sebagai sel asing. Konsekuensi dari penyakit lupus bisa menyebar luas, menyebabkan kerusakan, peradangan dan rasa sakit di seluruh tubuh.
Penyakit lupus dapat menyerang berbagai organ tubuh, mulai dari kulit, sendi, ginjal, paru-paru, jantung, hingga otak. Gejala yang dirasakan bisa berbeda pada tiap penderita dan dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya—bisa timbul tiba-tiba atau berkembang perlahan. Inilah salah satu alasan mengapa diagnosisnya sering kali terlambat. Tingkat keparahannya pun beragam mulai dari ringan hingga yang mengancam jiwa.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah orang dengan lupus (odapus) hingga saat ini mencapai lima juta orang, dan setiap tahunnya ditemukan lebih dari 100 ribu kasus baru.
Di Indonesia sendiri, data mengenai odapus tidak terlalu banyak. Berdasarkan pernyataan dari Yayasan Lupus Indonesia tahun 2017, jumlah odapus yang terdaftar di yayasan tersebut mencapai 18.000 orang (lebih banyak diderita wanita usia produktif), yang mana angka tersebut didata dari tahun 1998. Diperkirakan odapus di Indonesia berjumlah 1.500.000 orang.
Hal-hal yang bisa picu terjadinya penyakit lupus
Menurut organisasi Lupus Foundation of America, hampir 70 persen kasus lupus menyerang organ besar di tubuh seperti jantung, paru, ginjal atau otak. Sayangnya, hingga kini belum diketahui pasti apa penyebab penyakit autoimun tersebut. Meski demikian, banyak ahli menduga kuat bahwa kemunculannya bisa dipicu oleh beberapa faktor di bawah ini.
-
Genetik
Menurut Johns Hopkins Lupus Center di Amerika Serikat (AS), seseorang berisiko mengalami lupus 20 kali lebih tinggi jika ada riwayat penyakit tersebut di keluarga.
Selain itu, menurut US National Library of Medicine, riwayat genetik lupus biasanya juga bergantung pada sistem kekebalan tubuh. Beberapa mutasi gen sperti TREX1 bisa terjadi dan memicu penyakit lupus. Tak hanya itu, paparan agen infeksius juga bisa memicu lupus.
-
Ras
Angka insiden penyakit lupus cenderung lebih tinggi pada ras atau etnis tertentu. Berdasarkan hasil riset National Resource Center on Lupus di AS, penyakit ini akan lebih berisiko 2-3 kali lipat dialami oleh etnis Afrika Amerika, Hispanik, Latin, Asia, dan suku Indian.
Menurut studi dalam jurnal medis “Arthritis & Rheumatology” tahun 2014, disebutkan bahwa tingkat kejadian penyakit lupus mencapai 1 dari 534 wanita kulit hitam.
-
Hormon
Secara umum, wanita cenderung lebih rentan untuk mengalami penyakit lupus dibandingkan pria. Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), 9 dari 10 kasus lupus yang terdiagnosis adalah wanita usia 15-44 tahun.
Diduga, pemicu kemunculannya adalah pengaruh hormon estrogen dan prolaktin yang tinggi pada wanita. Di dalam tubuh, estrogen dapat mengeluarkan mediator peradangan, yaitu interleukin-1, yang berkaitan dengan timbulnya penyakit lupus.
Selanjutnya
-
Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet (UV) dapat merusak sel-sel di dalam tubuh. Meski sinar UV tidak secara langsung menyebabkan timbulnya penyakit lupus, tetapi sinar UV dapat mengubah sel-sel di dalam tubuh dan menjadikannya tampak seperti ancaman bagi sistem kekebalan tubuh.
Sinar UV juga dapat memicu terjadinya mutasi gen-gen tertentu di dalam tubuh, membuat tubuh tidak dapat mengenali sel-selnya sendiri sehingga berbalik menyerang.
Selain itu, paparan sinar UV secara langsung dapat merangsang keratin di sel kulit untuk mengeluarkan mediator peradangan.
-
Infeksi
Dalam jurnal “Medicine (Baltimore)”, ada studi yang menyebut bahwa berbagai infeksi virus bisa berkaitan dengan kemunculan penyakit lupus. Misalnya adalah human parvovirus, virus herpes simpleks, dan hepatitis A.
Selain itu, virus Epstein-Barr (penyebab penyakit mononukleosis) juga diduga berkaitan dengan timbulnya penyakit lupus. Namun perlu diingat, jika Anda mengalami infeksi tersebut, bukan berarti Anda pasti terkena lupus. Ada banyak faktor yang berkontribusi.
-
Paparan bahan toksik
Terpapar beberapa bahan toksik seperti bubuk silika pada bahan pembersih dan juga asap rokok dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit lupus.
Menurut studi yang dilakukan oleh National Resource Center on Lupus di AS, seseorang yang terpapar silika saat bekerja (semisal pada pabrik kaca atau pertambangan) dapat berisiko 2-5 kali lipat untuk mengalami penyakit lupus.
Selain itu, berdasarkan riset yang dipublikasikan di “International Journal of Molecular Sciences” tahun 2014, disebutkan bahwa paparan merkuri, pestisida, dan, rokok juga meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami penyakit lupus.
Deteksi penyakit lupus
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merekomendasikan SALURI (periksa lupus sendiri) sejak dini. Caranya adalah dengan mengenali dan mencermati tanda dan gejalanya, yakni:
- Demam lebih dari 38 derajat Celcius dengan penyebab yang tidak jelas.
- Rasa lelah dan lemah berlebihan.
- Sensitif terhadap sinar matahari.
- Rambut rontok.
- Ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu yang melintang dari hidung ke pipi.
- Ruam kemerahan di kulit.
- Sariawan yang tak kunjung sembuh, terutama di atap rongga mulut.
- Nyeri dan bengkak pada persendian terutama di lengan dan tungkai, menyerang lebih dari dua sendi dalam jangka waktu lama.
- Ujung-ujung jari tangan dan kaki pucat hingga kebiruan saat terpapar udara dingin.
- Nyeri dada terutama saat berbaring dan menarik napas panjang.
- Kejang atau kelainan saraf lainnya.
- Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium (atas anjuran dokter):
- Anemia: penurunan kadar sel darah merah
- Leukositopenia : penurunan sel darah putih
- Trombositopenia : penurunan kadar pembekuan darah
- Hematuria dan proteinuria : darah dan protein pada pemeriksaan urine
- Positif ANA dan atau Anti ds-DNA
Memang hingga detik ini penyebab pasti penyakit lupus belum diketahui. Namun, hal-hal seperti genetik, ras, hormon, sinar UV, infeksi, dan paparan bahan toksik diketahui bisa picu penyakit autoimun tersebut. Karenanya, terapkan SALURI dan cek kesehatan rutin sebagai langkah deteksi dini. Penanganan yang lebih cepat bisa meningkatkan kesejahteraan, serta kualitas dan harapan hidup odapus.
(RN/ RVS)