Terdapat beberapa mitos obat pencahar yang beredar luas di masyarakat. Sudahkah mengetahui fakta yang sebenarnya di balik mitos-mitos tersebut?
Sejatinya, obat pencahar merupakan kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi sembelit (konstipasi) atau kesulitan buang air besar (BAB).
Sayangnya, beberapa orang menyalahgunakan obat ini, karena kadung percaya dengan mitos yang selama ini beredar di masyarakat.
Padahal, menelan mentah-mentah mitos tersebut justru dapat membahayakan kesehatan Anda sendiri.
Nah, agar Anda tak mengalami efek samping obat pencahar lantaran terjebak mitos menyesatkan, lebih baik cari tahu fakta selengkapnya berikut ini!
1. Mitos: Obat Pencahar Dapat Turunkan Berat Badan
Tidak sedikit orang yang menyalahgunakan obat pencahar untuk menurunkan berat badan.
Orang-orang tersebut mengira, obat pencahar dapat membuat makanan yang dikonsumsi dikeluarkan kembali melalui feses dengan lebih cepat. Dengan demikian, makanan tidak sempat “diserap” oleh tubuh.
Artikel Lainnya: Susah BAB? Lancarkan dengan Konsumsi Chia Seed
Meski terdengar masuk akal, anggapan tersebut hanyalah teori semata. Faktanya, obat ini bekerja ketika sebagian besar nutrisi makanan sudah diserap oleh tubuh.
Ada pun efek penurunan berat badan yang salah kaprah dipahami banyak orang disebabkan karena hilangnya air, bukan lemak, kalori, atau senyawa lainnya.
Air tersebut hilang dari tubuh, karena diserap oleh obat pencahar. Efek penurunan berat badan akibat kadar cairan tubuh yang berkurang juga hanya berlangsung sementara.
Bukannya menurunkan berat badan, efek konsumsi obat pencahar dalam jangka panjang malah dapat memicu komplikasi medis berbahaya.
Beberapa komplikasi yang termasuk, misalnya memperburuk sembelit, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, busung, perdarahan, hingga gangguan fungsi usus.
2. Mitos: Obat Pencahar Bisa Memicu Kanker
Obat pencahar stimulan bekerja dengan cara merangsang gerakan usus agar lebih cepat. Hal ini membuat proses pencernaan pengidap sembelit menjadi lebih lancar.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa penggunaan obat pencahar stimulan dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal atau kanker usus besar.
Sayangnya, belum ada penelitian yang berhasil membuktikan obat pencahar stimulan dapat memicu kanker usus besar.
Usut punya usut, orang yang mengonsumsi obat pencahar dalam waktu lama umumnya merupakan pasien yang menderita sembelit kronis. Kondisi ini diketahui sebagai salah satu faktor yang meningkatkan risiko kanker usus besar.
Intinya, kanker kolorektal cenderung disebabkan oleh kondisi sembelit kronis, bukan karena konsumsi obat pencahar.
Artikel Lainnya: Rutin Buang Air Besar Bisa Turunkan Berat Badan, Fakta atau Hoax?
3. Mitos: Berhenti Minum Obat Pencahar Sebabkan Sembelit Berulang
Mitos obat pencahar selanjutnya, yaitu pasien yang berhenti mengonsumsinya dapat mengalami sembelit kembali.
Menanggapi mitos tersebut, dr. Reza Fahlevi, Sp. A, mengatakan bahwa penyebab sembelit kambuh tidak selalu dikarenakan berhenti mengonsumsi obat pencahar.
“Sebaliknya, sembelit bisa terjadi kembali karena penyebab yang mendasarinya tidak teratasi hingga tuntas,” kata dr. Reza.
4. Mitos: Harus Minum Obat Pencahar Tiap Kali Sembelit
Kesulitan BAB atau sembelit bisa terjadi karena kebiasaan mengonsumsi makanan dalam porsi terlalu sedikit.
Kondisi tersebut pun bisa Anda alami akibat mengonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak dan sporadis.
Jika Anda merasakan sembelit karena faktor tersebut, solusi yang paling baik bukanlah mengonsumsi obat pencahar. Melainkan, Anda perlu mengubah kebiasaan makan agar lebih baik sehingga pencernaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Setelah tahu faktanya, diharapkan Anda tak lagi terjebak dengan mitos obat pencahar yang beredar di masyarakat.
Apabila menemukan informasi sejenis namun ragu dengan kebenarannya, sebaiknya konsultasikan lebih lanjut kepada dokter melalui LiveChat 24 jam atau aplikasi Klikdokter.
(NB/AYU)
Referensi:
Wawancara dr. Reza Fahlevi, Sp. A
Webmd. Diakses 2021. Constipation Myths Debunked
Eating Disorders Review. Diakses 2021. Laxative Abuse: Myths and Medical Complications