Setiap tahunnya, bulan Agustus diperingati sebagai Gastroparesis Awareness Month, atau Bulan Kesadaran Gastroparesis. Kegiatan ini diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gastroparesis, sebuah kondisi kesehatan yang belum banyak diketahui. Sehingga, makin banyak orang yang sadar untuk memeriksakan diri dan menanganinya dengan tepat.
Apa itu gastroparesis?
Gastroparesis merupakan kondisi yang memengaruhi pergerakan spontan dari otot yang terdapat pada lambung. Pada orang yang sehat, kontraksi otot yang kuat dapat menunjang aliran makanan melalui saluran cerna. Namun, pada orang dengan gastroparesis, kecepatan pergerakan lambung dapat mengalami penurunan atau tidak terjadi sama sekali, yang kemudian menghambat pengosongan lambung.
Beberapa tanda dan gejala gastroparesis adalah mual, muntah, merasa kenyang meski makan sedikit, memuntahkan makanan yang belum dicerna beberapa jam setelah mengonsumsinya, refluks asam lambung, rasa kembung, nyeri perut, penurunan nafsu makan, serta penurunan berat badan.
Penyebab gastroparesis belum diketahui secara pasti. Namun, pada banyak kasus, gastroparesis dipercaya terjadi akibat kerusakan pada saraf yang mengendalikan otot-otot lambung (saraf vagus). Saraf vagus membantu regulasi dari berbagai proses kompleks pada saluran cerna, termasuk memberikan sinyal pada otot perut untuk berkontraksi dan mendorong makanan ke usus halus.
Saraf vagus yang mengalami kerusakan tidak dapat mengirimkan sinyal ke otot lambung secara normal. Hal ini dapat menyebabkan makanan menjadi menetap di lambung lebih lama.
Artikel Lainnya: Tak Ingin Sakit Lambung? Kenali 6 Penyakit Ini!
Faktor Risiko dan Diagnosis Gastroparesis
Beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya gastroparesis adalah diabetes, pembedahan abdominal atau esofagus, infeksi, konsumsi pengobatan yang memperlambat pengosongan lambung, penyakit sistem persarafan, atau hormon tiroid yang rendah.
Diagnosis dari gastroparesis umumnya ditentukan berdasarkan wawancara medis yang mendetail, pemeriksaan fisik secara langsung, dan pemeriksaan penunjang tertentu bila dibutuhkan. Beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
- Pemeriksaan pengosongan lambung. Pasien diminta mengonsumsi menu makanan yang ringan – seperti roti dan telur – yang mengandung bahan radioaktif dalam jumlah kecil. Setelah itu, diletakkan alat detektor pada perut untuk mengamati pergerakan dari zat radioaktif tersebut guna memantau kecepatan pengeluaran makanan dari lambung.
- Endoskopi saluran cerna atas, yakni pemeriksaan yang menggunakan pipa panjang dan fleksibel dengan suatu kamera kecil di ujungnya untuk memvisualisasi saluran cerna atas. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi adanya penyakit ulkus peptikum atau stenosis pilorik, yang dapat menunjukkan tanda dan gejala serupa dengan gastroparesis.
- Ultrasonografi (USG), yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk menghasilkan pencitraan struktur organ tubuh.
- Pemeriksaan sinar-X serial saluran cerna atas, yang melibatkan asupan cairan barium berwarna putih. Setelah itu akan dilakukan pencitraan dengan menggunakan sinar-X secara berkala.
Artikel Lainnya: Gejala Tukak Lambung
Pengobatan Gastroparesis
Penanganan gastroparesis diawali dengan mengidentifikasi dan mengatasi kondisi kesehatan yang mendasarinya. Menjaga agar nutrisi tetap memadai merupakan salah satu tujuan utama dari perawatan gastroparesis.
Pada orang dengan gastroparesis, disarankan untuk makan lebih sering dengan porsi lebih kecil, mengonsumsi sayuran dan buah-buahan yang matang, memilih makanan rendah lemak, berolahraga ringan setelah makan, menjauhi minuman bersoda, alkohol, dan merokok, serta menghindari berbaring setidaknya 2 jam setelah makan.
Selain itu, dokter juga dapat meresepkan pengobatan untuk menstimulasi otot lambung serta mengendalikan gejala seperti mual dan muntah. Pada kondisi dimana pasien tidak dapat mengonsumsi makanan atau minuman sama sekali, dokter dapat merekomendasikan prosedur pembedahan.
Gastroparesis mungkin belum terlalu familiar untuk Anda. Namun, gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada lambung ini tetap harus diwaspadai, terutama bagi Anda yang memiliki faktor risiko.
[RS/ RVS]