Sering merasa lelah saat terbangun mendengar alarm berbunyi pada pagi hari? Hal ini dapat menandakan bahwa jam biologis tubuh Anda belum sesuai dengan jadwal kegiatan sehari-hari. Jika Anda memiliki jam tidur yang berbeda pada hari biasa dibanding saat akhir pekan, bisa jadi Anda mengalami social jet lag.
Seperti yang sudah banyak diketahui, waktu tidur yang tidak cukup dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, misalnya peningkatan berat badan yang berlebih. Irama sirkadian, atau irama pola tidur dan aktivitas harian, bisa menjadi tidak sinkron apabila Anda memiliki jadwal tidur yang berbeda jauh antara hari biasa dengan akhir pekan atau hari libur.
Sebagian orang dikatakan tidak memiliki waktu tidur yang cukup. Para pakar dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) melaporkan bahwa pada tahun 2016, 1 dari 3 orang yang tinggal di AS tidak mendapatkan waktu tidur yang direkomendasikan, yakni setidaknya 7 jam setiap malam secara reguler. Selain durasi waktu tidur, kualitas dan keteraturan tidur juga merupakan hal yang harus dipertimbangkan.
Social jet lag merupakan istilah yang digunakan apabila terdapat perbedaan antara waktu tidur pada hari biasa dibandingkan dengan akhir pekan. Menurut Till Roenneberg, profesor di University of Munich Institute of Medical Psychology di Jerman mengatakan bahwa terkadang fenomena ini dapat membuat seseorang merasakan hal-hal yang menyerupai jet lag, mirip dengan orang yang misalnya bepergian ke luar negeri dengan zona waktu yang berbeda pada hari Jumat lalu kembali ke tempat asalnya pada hari Senin.
Efek dari social jet lag yang bisa timbul
Nah, apa saja kemungkinan dampak yang dapat timbul sebagai akibat dari social jet lag? Pada salah satu uji klinis yang dipublikasikan di jurnal kedokteran “Current Biology”, para peneliti melakukan survei untuk mengetahui kebiasaan tidur pada 65.000 orang dewasa.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu dengan jam tidur hari kerja dan akhir pekan yang relatif berbeda memiliki kemungkinan tiga kali lipat untuk mengalami berat badan berlebih. Sebagai tambahan, indeks massa tubuh (IMT) dari individu yang memiliki berat badan berlebih diamati semakin meningkat dengan bertambahnya perbedaan jam tidur tersebut.
Sebagai tambahan, salah satu penelitian yang dilakukan di Universitas Arizona, AS, melaporkan bahwa individu yang mengalami social jet lag memiliki peningkatan risiko sebesar 11 persen akan kemungkinan terjadinya penyakit jantung.
Temuan dari penelitian tersebut serupa dengan beberapa penelitian sebelumnya yang telah menghubungkan antara berat badan berlebih dengan kondisi kurang tidur dan jadwal tidur yang tidak reguler.
Secara khusus, terdapat cukup banyak hasil riset yang menunjukkan bahwa risiko terjadinya obesitas dan beberapa penyakit kronis seperti diabetes semakin meningkat pada individu yang bekerja dengan sistem shift.
David J. Earnest, seorang pakar neurobiologi yang mempelajari irama waktu tubuh di Texas A&M Health Science Center College of Medicine, AS, berpendapat tentang hal ini. Menurutnya social jet lag dapat memiliki efek yang sama dengan pekerja sistem shift atau pada seseorang yang sering bepergian jauh karena dampak yang terjadi pada jam tidur sehari-hari.
David menjelaskan bahwa jadwal individu pada akhir pekan sering kali berbeda dengan hari biasa. Hal ini berpotensi mengganggu irama sirkadian individu tersebut dan kemudian meningkatkan risiko terjadinya obesitas, diabetes, dan berbagai kondisi kesehatan lainnya.
Social jet lag merupakan fenomena yang dapat terjadi ketika seseorang memiliki waktu tidur pada akhir pekan yang cukup berbeda dibandingkan dengan hari biasa. Hal ini dapat berdampak terhadap meningkatnya risiko beberapa kondisi kesehatan, termasuk berat badan berlebih, obesitas, dan penyakit jantung. Oleh sebab itu, menyusun jadwal tidur lebih teratur dapat membantu menurunkan risiko terjadinya berbagai penyakit tersebut.
[RN/ RVS]