Satu dari 10 pasangan subur di Indonesia mengalami gangguan kesuburan atau infertilitas. Wanita kerap menjadi fokus masalah pada pasangan yang sulit hamil. Padahal, gangguan infertilitas pada pria juga menyumbang proporsi yang kurang lebih sama, yaitu sekitar 33 persen dari seluruh kasus. Mengapa gangguan ini bisa terjadi?
Penyebab Gangguan Kesuburan pada Pria
Pada pria, masalah kesuburan kerap berkaitan dengan gangguan produksi kualitas sperma yang buruk atau gangguan pada aliran cairan sperma. Berikut adalah beberapa penyebab infertilitas yang kerap dijumpai:
-
Gangguan Produksi Sperma
Gangguan yang tersering ditemukan ini berkaitan dengan proses pembuatan sperma. Sperma yang dihasilkan bisa jadi sedikit dan/atau tidak berkembang sempurna. Dalam arti, jumlah, bentuk, dan/atau pergerakannya tidak normal.
Pemicunya bisa karena kelainan bawaan lahir; faktor gaya hidup, seperti merokok atau konsumsi alkohol berlebihan; penyakit kronis, seperti gagal ginjal, infeksi gondongan di masa kanak-kanak; kelainan genetik; dan kelainan hormonal (kadar hormon pembentuk sperma rendah).
-
Varikokel
Varikokel adalah pembengkakan pembuluh balik (vena) di kantong zakar (skrotum). Kondisi ini ditemukan pada 16 dari 100 pria. Angka kejadiannya lebih tinggi pada pria yang tidak subur, yakni 40 dari 100.
Pada varikokel, terjadi hambatan aliran darah yang membuat buah zakar (testis) menjadi terlalu hangat. Jumlah sperma yang dihasilkan pun sedikit.
Artikel lainnya: Benarkah Stres Picu Infertilitas?
-
Ejakulasi Retrograd
Ejakulasi retrograd atau terbalik adalah kondisi di mana cairan sperma yang seharusnya keluar dari penis saat ejakulasi justru masuk ke dalam kandung kemih. Ini bisa terjadi apabila saraf-saraf dan otot-otot kandung kemih tidak menutup kala orgasme (klimaks).
Jumlah spermanya bisa saja normal, tetapi tidak ada yang dikeluarkan di dalam vagina saat ejakulasi. Penyebabnya antara lain cedera akibat operasi, obat-obatan tertentu, dan gangguan saraf.
Tanda khas adanya ejakulasi retrograd, yakni urine yang keruh setelah ejakulasi, atau jumlah cairan sperma sedikit, hingga tidak ada sama sekali saat ejakulasi.
-
Kelainan Autoimun
Ada kalanya tubuh pria membuat antibodi yang menyerang spermanya sendiri. Antibodi ini bisa terbentuk akibat adanya riwayat cedera, operasi, atau infeksi di masa lalu. Sperma menjadi tak mampu bergerak dan berfungsi secara normal.
-
Sumbatan Saluran Sperma
Saluran sperma bisa tersumbat akibat riwayat infeksi berulang, operasi, pembengkakan, atau adanya gangguan perkembangan organ reproduksi. Adanya sumbatan membuat sperma yang ada di dalam buah zakar tidak bisa dikeluarkan saat ejakulasi.
-
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dapat mengubah produksi, fungsi, dan transpor sperma. Yakni, obat-obatan yang digunakan untuk mengobati radang sendi (artritis), depresi, gangguan pencernaan, infeksi, tekanan darah tinggi, dan kanker.
Artikel lainnya: Alami Gangguan Kesuburan? Hindari Olahraga Berlebihan!
Gangguan Kesuburan Dimulai Sejak Masih di Kandungan?
Setidaknya, ada dua studi yang sudah meneliti apakah gangguan kesuburan pada pria ini berhubungan dengan kondisi-kondisi in utero. Yakni, keadaan sewaktu sang pria masih berada di dalam kandungan ibunya.
Studi pertama dilakukan di Denmark pada 11.000 partisipan yang lahir antara tahun 1984-1987. Studi ini ingin melihat bagaimana hubungan antara berat lahir sesuai usia kehamilan dengan kejadian infertilitas saat dewasa.
Sekitar 10 persen partisipan, baik pria maupun wanita, terlahir dengan berat badan yang kecil untuk usia kehamilan. Dari hasil analisis lanjut, ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara berat lahir dengan kejadian infertilitas saat dewasa pada pada partisipan wanita.
Namun, pada partisipan pria hasilnya berbeda. Menurut peneliti, peluang terjadinya infertilitas saat dewasa 55% lebih besar pada pria dengan berat lahir rendah dibandingkan pria dengan berat lahir normal. Peneliti turut memperhitungkan faktor ibu, seperti usia, indeks massa tubuh, status merokok; serta apakah kedua orang tua tinggal bersama.
Bila dirinci, angka kejadian infertilitas saat dewasa sebesar 8,3 persen untuk pria dengan berat lahir rendah dan 5,7 persen untuk pria dengan berat lahir normal.
Studi kedua dilakukan di Australia pada 643 pria muda berusia 20 tahun. Studi ini ingin melihat hubungan antara paparan stres selama kehamilan dengan kejadian infertilitas saat dewasa.
Stres yang dimaksud misalnya kematian orang terdekat, perpisahan, perceraian atau masalah dalam rumah tangga, masalah keuangan, masalah pada kehamilan, dan pindah rumah.
Hasilnya, partisipan yang ibunya terpapar stres di 18 minggu pertama kehamilan punya kualitas sperma yang lebih buruk dan kadar hormon testosteron yang lebih rendah ketimbang yang terpapar stres pada usia 18-34 minggu atau tidak terpapar sama sekali.
Dibandingkan dengan kelompok yang tidak terpapar stres selama di kandungan, kelompok yang terpapar stres di trimester pertama kehamilan alami penurunan jumlah sperma hingga 36 persen.
Mereka juga diketahui punya kelainan pergerakan sperma hingga 12 persen, dan penurunan kadar hormon testosteron hingga 11 persen saat dewasa.
Hasil kedua studi ini sebetulnya sejalan. Paparan stres pada ibu hamil dapat menurunkan aliran darah ke janin. Akibatnya, berat janin menjadi tidak sesuai untuk usia kehamilannya.
Selaras dengan itu, perkembangan organ-organnya—termasuk organ reproduksi—menjadi tidak optimal. Terutama, di periode perkembangan organ yang intensif, yakni di trimester pertama kehamilan.
Gangguan kesuburan pria dapat terjadi akibat masalah pada proses perkembangan organ reproduksi pria di bulan-bulan pertama kehamilan. Itulah sebabnya, menjaga kehamilan dengan asupan bernutrisi, bebas stres, dan lingkungan sehat penting sejak trimester awal. Anda masih punya pertanyaan seputar infertilitas? Yuk, tanyakan pada dokter via Live Chat.
[HNS/RPA]