Perkara seksual dan reproduksi masih terasa sangat tabu di Indonesia. Keadaan ini tidaklah mengherankan mengingat pendidikan seksual yang disediakan masih tergolong sangat minim. Padahal sebenarnya menjaga kesehatan seksual dan reproduksi sangat penting dan harus mulai diajarkan kepada anak sejak dini.
Berdasarkan data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKN) tahun 2008, hanya sebanyak 17,1 persen remaja perempuan dan 10,4 persen remaja laki-laki yang tahu secara benar mengenai masa subur dan risiko kehamilan. Sementara itu, Laporan Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 mencatat bahwa hanya 20 persen remaja usia 15–24 tahun yang mengetahui informasi tentang HIV.
Edukasi untuk menyadarkan masyarakat
Mengetahui keadaan itu, Campaign bersama Sensitif VIVO mengambil tindakan dengan membentuk kampanye #AkuDewasa. Kampanye yang dilangsungkan di @America - Pacific Place pada Kamis (29/11) lalu tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai kesehatan seksual dan reproduksi, juga memecah berbagai mitos-mitos terkait.
"Mitos yang salah itu enggak bisa dibiarkan begitu saja. Kalau dibiarkan, masyarakat akan terus dapat pemahaman yang salah,” kata CEO Sensitif VIVO, Yoevan Wiraatmaja.
“Begitu juga dengan ketidaktahuan masyarakat akan tubuh dan hasrat alami manusia. Kalau sama tubuh sendiri saja tidak paham, bagaimana mau paham hal-hal yang lebih besar lagi?" lanjutnya.
Di kesempatan yang sama, Community Engagement Officer Campaign, Ahmad Aziz, mengatakan bahwa kegiatan ini juga menjadi bentuk tanggung jawab serta bukti bahwa pihaknya benar-benar berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat akan kesehatan seksual dan reproduksi.
"Kegiatan ini adalah bentuk tanggung jawab yang kami buat, sekaligus bukti bahwa kami sungguh-sungguh berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat akan kesehatan seksual dan reproduksi," tuturnya.
Pentingnya pendidikan seksual dan reproduksi
Pendidikan seksual dan reproduksi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diajarkan sejak dini. Hal ini bertujuan agar individu bisa terbebas dari penyakit atau kecacatan yang berhubungan dengan sistem reproduksi, juga untuk menghindari perilaku seksual yang tidak seharusnya.
Tak sekadar itu, berbagai bukti ilmiah mengatakan bahwa pendidikan seksual dan reproduksi yang diberikan sejak dini dengan cara yang tepat mampu membentuk perilaku seks yang sehat di masa mendatang. Lebih jauh, edukasi seksual dan reproduksi sejak dini juga turut mencegah terjadinya tindakan yang tidak senonoh, mencegah tindakan pedofilia, serta membuat individu lebih dekat dengan orang tuanya.
Atas dasar itu, orang tua sangat dianjurkan untuk memberikan pendidikan seks sejak dini pada si Kecil. Supaya tepat sasaran, hal-hal yang diajarkan harus sesuai dengan usia anak saat itu.
Secara garis besar, berikut adalah panduan pendidikan seksual dan reproduksi sesuai usia si Kecil:
-
0–2 tahun
Pada usia ini, si Kecil biasanya akan tertarik dengan bagian-bagian dari anggota tubuhnya. Dalam menyikapinya, orang tua sebaiknya mengajarkan tentang nama-nama dari anggota tubuh tersebut.
Sebutkan dengan nama yang sebenarnya, bukan sebutan lain atau hal yang tidak ada hubungannya. Ini bertujuan agar si Kecil tidak bingung, sehingga bisa memiliki pemahaman positif terhadap anggota tubuhnya.
-
3–5 tahun
Memasuki rentang usia ini, si Kecil biasanya akan mengerti tentang perbedaan jenis kelamin. Agar tidak salah kaprah, jelaskan dengan ringkas menggunakan bahasa yang mudah dimengerti mengenai perbedaan antara pria dan wanita.
Ingatkan pula bahwa anggota tubuhnya adalah milik dirinya sendiri, terlebih bagian kemaluan. Sehingga, tak ada orang lain yang boleh menyentuh, kecuali dirinya sendiri dan orang tuanya.
-
6–8 tahun
Di usia ini, si Kecil biasanya akan mulai penasaran mengenai aktivitas seksual dan pubertas. Orang tua bisa memberitahukan hal tersebut, termasuk mengenai hubungan seksual antar pria dan wanita.
Ketika menyampaikan, jangan lupa untuk menekankan bahwa perilaku itu hanya boleh dilakukan oleh dua orang yang sudah dewasa dan menikah.
-
9–12 tahun
Si Kecil biasanya akan mengalami masa pubertas di rentang usia ini. Orang tua bisa menjelaskan tentang gejala dan segala perubahan tubuh yang terjadi selama pubertas, baik yang dialami pria maupun wanita. Misalnya saja tentang perubahan ukuran penis dan payudara, tumbuhnya rambut kemaluan, dan lain-lain.
Tak perlu sungkan, namun tetap gunakan bahasa yang sopan dan mudah dimengerti. Bangun komunikasi yang hangat dan akrab. Usahakan agar yang menjelaskan tentang pubertas pada anak perempuan adalah ibu, sementara untuk anak laki-laki oleh ayah.
-
12–18 tahun
Mencapai usia ini, si Kecil akan mengalami banyak perubahan dari segi fisik maupun emosional. Ia pun dapat menjadi pribadi yang cederung tertutup dengan orang tuanya.
Dalam menyikapinya, orang tua harus selalu berusaha ada untuknya dan bersikap terbuka kapan saja. Ingatkan pula bahwa hubungan seksual hanya dapat dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah dan dapat bertanggung jawab atas dirinya. Intinya, di masa ini, orang tua dituntut untuk meningatkan kembali nilai-nilai moral yang dianut dalam keluarga.
Menjaga kesehatan seksual dan reproduksi sejak dini sangat penting untuk dilakukan. Tidak ada salahnya Anda ikut serta dalam menyebarkan pentingnya kedua hal tersebut. Dengan demikian, penyakit atau kecacatan yang berhubungan dengan sistem reproduksi bisa dicegah, dan perilaku seksual yang tidak seharusnya bisa dihindari.
[NB/ RVS]