Pemberitaan tentang wanita tanpa busana yang berjalan-jalan di daerah Mangga Besar, Jakarta Barat masih meramaikan berbagai media massa. Wanita tersebut mengaku mengalami halusinasi, sehingga tidak menyadari perilakunya tersebut.
Setelah melewati rangkaian pemeriksaan oleh polisi, ditemukan kandungan obat penenang golongan benzodiazepin pada urine wanita tersebut. Adakah hubungan antara obat penenang jenis ini dengan halusinasi yang dialaminya?
Benzodiazepin merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan cemas, serangan panik, dan kegelisahan. Pada sebagian kasus, obat penenang ini juga digunakan sebagai pelemas otot, antikejang, dan memperkuat efek obat anestesi saat operasi.
Halusinasi yang terkait konsumsi obat penenang golongan benzodiazepin bisa melalui 3 cara, yaitu akibat reaksi paradoks, overdosis, dan gejala putus obat. Reaksi paradoks
Sebanyak 1% pengguna benzodiazepin mengalami reaksi paradoks. Sesuai namanya, paradoks berarti menimbulkan kondisi yang seharusnya diatasi oleh benzodiazepin. Gejala akibat reaksi ini dapat berupa banyak bicara, banyak gerak, emosional, gembira yang berlebihan, hingga marah-marah dan berperilaku yang memicu permusuhan.
Belum ditemukan mekanisme yang jelas mengapa reaksi ini bisa terjadi. Tetapi, ada beberapa faktor yang meningkatkan peluang terjadinya reaksi paradoks, yakni:
- Usia. Anak-anak dan lansia lebih rentan mengalami reaksi paradoks dengan benzodiazepin.
- Kecanduan alkohol.
- Orang dengan gangguan jiwa dan/ atau kepribadian. Risiko tertinggi didapatkan pada orang dengan gangguan jiwa yang memiliki perilaku agresif.
Overdosis dan gejala putus obat
Penggunaan jangka panjang maupun penyalahgunaan obat golongan benzodiazepin dapat menimbulkan kecanduan. Seseorang yang mengalami kecanduan obat berpeluang mengalami overdosis. Gejala putus obat juga dapat terjadi bila penggunaan obat ini dihentikan secara tiba-tiba.
Selain halusinasi, overdosis benzodiazepin dapat menimbulkan gejala seperti rasa melayang, bingung, mengantuk, penglihatan buram, cemas, bicara ngawur, lupa ingatan, hingga tidak sadarkan diri.
Sedangkan gejala putus obat dapat berupa cemas, gelisah, jantung berdebar, berkeringat, gemetar, kesemutan, gangguan penglihatan, telinga berdengung, paranoid, halusinasi (baik penglihatan maupun pendengaran), kejang, dan disorientasi.
Pada kasus wanita tanpa busana, masih belum diketahui apa yang menyebabkannya berhalusinasi. Apakah karena obat penenang atau karena memang adanya faktor gangguan jiwa yang menimbulkan halusinasi.
Satu hal yang bisa dipelajari dari kasus ini, jangan coba-coba mengonsumsi obat penenang tanpa anjuran dokter. Bisa-bisa, secara tidak sadar Anda melakukan hal-hal yang tidak wajar –termasuk halusinasi.
(DA/ RH)